Bab 4; Fivgers

2 1 0
                                    

Dengan bingung Rania menimpalinya, "Apaan sih, Cik. Kamu aneh banget."

"Bukan aneh yang aneh, tapi kamu yang luar biasa." Bukannya membuat Rania paham, jawaban dari Cika malah membuat Rania tambah bingung.

"Maksud kamu gimana, sih, Cik?" Rania mulai geram.

Cika akhirnya menceritakan hal heboh yang telah didengarnya.

Info kedekatan Rania dan Cakra sudah tersebar di mana-mana, dan Cika jelas mendengar hal tersebut. Bahkan, Cika sempat diwawancarai oleh beberapa teman karena dia adalah teman sebangku Rania.

"Capek juga jawab pertanyaan-pertanyaan yang aku sendiri nggak tahu jawabannya." Keluh Cika.

Tapi yang dicurhati malah diam. Diam seolah mengabaikan dan tidak peduli dengan gosip yang menyangkut dirinya dan Cakra.

Melihat reaksi Rania yang biasa saja, Cika pun akhirnya ikut diam.

Kedua sahabat itu diam hingga bel masuk ke kelas berbunyi. Jam ke-9 berlangsung. Kini jadwalnya mata pelajaran Bahasa Inggris.

"Good afternoon, all! Are you ready to study now?" Sapa Miss Nia yang penuh antusias dan ceria.

Salah satu guru yang dikenal akan keaktifannya dalam mengajar adalah Miss Nia. Tanpa dikenalkan oleh Cika, Rania sepertinya juga sudah paham jika guru bahasa Inggrisnya ini menjadi salah satu guru favorit teman-temannya.

***

Tiga hari kemudian.

Kabar tentang kedekatan Rania dengan Cakra sudah tidak terdengar lagi. Cika pun tidak pernah membahas hal tersebut pada Rania. Apalagi Rania, dia nampak tidak peduli dengan kabar heboh itu.

"Istirahat nanti, ikut aku ke lapangan bola basket yuk, Ran!" Ajak Cika di sela pelajaran Seni Budaya yang tengah berlangsung di kelas mereka.

Rania yang semula sedang asik mencatat materi, sontak melirik kea rah Cika.

"Emangnya ada acara apa di lapangan bola basket, Cik?" tanya Rania.

"Ada pertandingan bola basket antar sekolah, Ran. Kamu wajib liat sih kayaknya, soalnya tim basket sekolah kita keren-keren!" jawab Cika dengan penuh antusias.

Ternyata karena itu Cika mengajak sahabat barunya untuk pergi ke lapangan basket.

Awalnya, Rania hendak menolak ajakan Cika. 'Aku agak males sebenarnya. Soalnya pasti rame dan berisik.' Gumamnya.

Namun, "Gimana, Ran? Kamu mau, kan? atau kamu nggak bisa? Setidaknya temani aku deh ..." Cika mendesak Rania yang terlihat ragu.

Desakan Cika membuat Rania dilema. Dia terlihat diam sebentar dan memikirkan ajakan tersebut.

Ditunggu punya tunggu, Rania tak menjawab pertanyaan Cika. Cika pun pasrah dan sedikit kecewa.

"Iya Cik, aku mau." Ucap Rania yang membuat raut wajah Cika berseri.

"Ah, beneran, Ran? Kamu serius?" tanya Cika yang dibalas anggukkan sekali oleh Rania.

"Rania memang sahabatku yang paling baik. Makasih yah, Ran!" Senang Cika yang membuat Rania menghadirkan senyum kecilnya.

Walau bagaimanapun, Cika adalah sahabat pertama Rania di sekolah baru ini. Cika juga sudah sangat baik pada Rania.

'Jadi nggak papa lah sekali-kali nyenengin si Cika.' Batin Rania.

***

Bel istirahat pertama telah berbunyi.

Semua siswa yang semula berada di dalam kelasnya, kini satu per satu telah keluar dan pergi ke tempat lain.

Antara 17 dan WasiatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang