Bab 6; Putus!

2 1 0
                                    

Kita pending dulu yah visual castnya, habis bab ini semoga author udah bisa up visualnya. Minta doanyaaa 😭😭😭

Rania masih terlihat duduk di kursi belajarnya. Dipandangnya formulir pendaftaran ekstrakurikuler yang siang tadi diberi oleh Bu Lia.

"Ekskul ini aja deh." Ucap Rania yang dilanjutkan dengan melingkari salah satu ekskul yang diminatinya.

Fotografi. Itulah ekstrakurikuler yang dipilih oleh Rania. Sudah banyak yang paham tentang kegemaran remaja manis ini. Bahkan, Cika yang notabennya sahabat baru Rania juga sudah tau tentang hobi Rania.

"Drrt! Drrt!" handphone Rania bergetar.

Segera Rania mengambil gawai kepunyaannya dan menilik benda elektronik tersebut.

"Indra." Nama kekasih hatinya muncul di layar gawai Rania.

Indra menelepon. Rania pun segera mengangkatnya.

"Hai, sayang." sapa Rania dengan ceria.

Memang hanya Indra yang bisa meluluhkan hati Rania. Indra memang bukan lelaki pertama yang bisa dekat dengan Rania. Sebab masih ada ayah Rania yang amat dekat dengan Rania.

Tapi, cap lelaki hebat masih Indra pegang karena berhasil memiliki hati dari gadis dingin yang akrab di sapa Ran ini.

"Hai," jawab singkat Indra.

Rania tidak terlalu menghiraukan sikap Indra. Dia segera membalasnya dengan pertanyaan baru.

"Ada apa, sayang? tumben-tumbenan kamu nelfon aku? Biasanya chat dulu kalau mau telfon." Tanya Ran pada Indra.

"Itu-," Suara Indra tercekat.

Tidak hanya tumben, tapi juga aneh. Entah apa alasan Indra bersikap demikian. Yang pasti hal itu membuat tanda tanya besar di benak Rania.

"Are you okay, sayang?" tanya Rania guna memastikan kekasihnya baik-baik saja.

Dan tanpa Rania tahu, Indra langsung menggelengkan kepalanya begitu mendengar pertanyaan Rania.

'Oke, Indra, kamu pasti bisa.' Gumam lelaki itu.

"Ada hal yang mau aku sampaikan ke kamu, Ran. Aku tau ini berat, dan aku tau kalau kamu bakal marah banget sama aku. Tapi, sejak kita mutusin buat jalin hubungan, kamu juga tau tentang hal ini. Hal yang nggak bisa aku lakuin," ungkap Indra yang mulai bisa diterka oleh Rania.

Gadis itu sudah paham arah pembicaraan kekasihnya. Tapi, tidak bisa dipungkiri jika hati Rania tetap sakit untuk mendengarnya.

Raga Rania belum siap menerima kenyataan itu.

"Jangan bilang... Kamu udah tau aku pindah. Dan kamu, ka..mu.. gak bisa ldr?" jawab Ran dengan melayangkan tanya yang terbata-bata.

Dengan cepat Indra mengiyakannya.

Hancur sudah hati Rania.

Kenyataan memilukan yang semula ada hanya angan di benak Rania, kini benar-benar terjadi di kehidupannya.

Jalinan kasih dengan Indra sudah harus terputus begitu saja. Alasan utamanya adalah satu hal yang Rania sudah terka, yakni ldr.

"Maaf, Ran. Maaf karena aku belum bisa sanggup menjalani hubungan jarak jauh. Aku awalnya mau berusaha menjalankan hubungan itu. tapi sayangnya ..."

"Sayangnya apa Indra?"

"Sayangnya aku sendiri ragu untuk melakukannya. Aku takut kamu nggak akan kembali. Dan aku yakin kalau kamu sendiri nggak tau kapan kamu bisa kembali."

Diam. Rania tidak bisa membalas pernyataan Indra. Bukan karena Rania terima dengan keputusan sepihak dari Indra. Melainkan memang karena takdir sudah berkata demikian.

Rania dan Indra sama-sama tidak tau dengan jalan Tuhan. Wajar jika Indra mengkhawatirkan hal tersebut. Tapi Rania, jika dia diberi pilihan, dia memilih yakin dengan takdir Tuhan.

"Itu memang hak kamu buat ragu sama pilihanmu. Tapi jangan paksa aku buat punya jalan pikiran seperti kamu. kamu nggak salah soal aku yang ragu dengan kapan kembalinya aku ke sisi kamu. tapi, kalau kamu memang mencintaiku, kamu nggak bakal memohon kepada Tuhan untuk menjauhkan kita, melainkan meminta Tuhan untuk menyiapkan masa yang tepat untuk kita kembali bersama." tukas Rania.

Kini giliran Indra yang terdiam.

Soal cara pandang dan juga kedewasaan, Rania memang lebih unggul dari Indra.

Mungkin hanya soal waktu keduanya bisa sejajar. Hanya saja bukan sekarang. Dan untuk detik ini, Rania sepertinya sudah bisa berdamai dengan keadaan.

"Aku terima permintaan putus dari kamu, Indra. Terima kasih atas tiga tahunnya. Semoga kamu bisa menemukan permata lain yang sesuai dengan baja yang kamu punya. Biarkan permataku berkilau untuk baja lainnya." tepat setelah kata itu diucapkan, Rania pun menutup panggilannya.

Derai air mata luruh begitu saja. Kedua pipi Rania telah basah oleh air bening yang keluar dari selaput matanya.

Mental Rania memang baja. Tapi ketika memorinya mulai memutar kenangan manis bersama Indra, raga Rania lemah.

Dia tidak bisa melupakan hal-hal manis itu dengan seenaknya. Ditambah lagi dengan waktu tiga tahun yang tentu saja bukan waktu yang singkat untuk dilupakan.

"Semuanya terlalu membekas, Indra. Dan bekasnya sulit dilupakan. Semuanya indah dan manis." Ucap Rania sembari membuka galeri di hpnya yang menampilkan berbagai foto manisnya dengan Indra.

Kalau sudah berbicara tentang kenangan indah, Indra memang pemenangnya. Wajar jika Rania mengatakan jika dirinya tidak mudah untuk melupakan deretan kenangan itu.

Tapi sekarang, semuanya sudah tidak seindah yang Rania bayangkan.

"Ini pertama kalinya kamu mengukir bekas yang menyedihkan. Ah salah, bukan bekas, tapi luka. Baru kali ini kamu memberiku luka Indra." Lanjut Rania yang kemudian langsung menutup layar gawainya dan memejamkan mata.

Rania kesal. Rania kecewa. Tapi Rania tidak bisa apa-apa.

Perlahan ia membuka kelopak matanya. Dan dengan lembut Rania berujar. "Kamu kuat Ran, kamu bisa menjalani hidup indahmu tanpa Indra. Bahkan, tadi kamu sendiri yang bilang kalau dirimu menerima keputusan yang sudah Indra ambil. Jadi kamu harus bisa mempertanggungjawabkan ucapanmu, Ran. Harus bisa!" Tegas Rania dengan wajah penuh keyakinan.

Era Rania dan Indra sudah berakhir. Kini biarkan kilau permata Rania menyinari baja lelaki lain.

Biarkan pula Rania mengukir kenangan manis di lembar baru. Entah cepat atau lambat, Rania setia untuk menunggu. Dia yakin Tuhan sudah menyiapkan hadiah terbaik dibalik kehendaknya memisahkan dia dengan orang tersayangnya.

***

Hari baru telah tiba.

Rania terlihat tidak semangat seperti biasanya. Putusnya hubungan dia dengan Indra menjadi salah satu penyebabnya.

Iya, salah satu, karena salah duanya adalah Rania kesal dengan sekolah barunya.

"Udah di rumah dibuat kecewa sama Indra, sekarang gue juga dibuat pusing sama tingkah sin arsis!" Ketus Rania dengan wajah tak menyenangkan.

Di depan raga gadis manis itu sudah berdiri laki-laki paling populer di SMA Garuda. Siapa lagi jika bukan Cakra.

"Kita bertemu lagi yah, Manis." Goda Cakra pada Rania.

"Cih."

"Jangan pergi sayang!" segera Cakra mengejar raga Rania.

Tapi sayang, seberusaha apapun Rania menjauh dari raga Cakra, takdir tetap menghendaki keduanya untuk duduk bersama.

Lagipula siapa yang tau jika keduanya ternyata satu ekskul. Dan kalau Rania tau dirinya akan bertemu kembali dengan Cakra, mungkin pilihan ekskul fotografi akan dihindari betul oleh Rania.

"Bisa sanaan nggak, tempat di ruang ini masih luas loh." Pinta Rania dengan sedikit mendorong tubuh Cakra.

Bukannya menjauh, Cakra malah semakin mendusel. "Aku nggak mau jauh dari ayangku!" Tukasnya dengan cukup lantang.

"Ayang!"

"Jadi dia beneran pacarnya Kak Cakra?"

"Mulai lagi, deh." Keluh Rania.

Antara 17 dan WasiatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang