Meskipun rencanaku berjalan dengan cukup baik, namun aku merasa benar-benar kesulitan karena suhu tubuhku terus naik. Bukankah aku bisa saja mati saat ini, bahkan sebelum Mathias dewasa?
Aku terus menggigil kedinginan, namun tenggorokanku dan tubuhku terasa panas. Rasanya sangat pusing, bahkan seluruh tubuhku terasa sakit seolah baru saja terjatuh dari ketinggian. Aku merasa seolah-olah sedang mengambang, padahal jelas tubuhku masih berbaring di atas tempat tidur.
"Hahh... Sial."
Demam itu sangat menyiksa bagi seorang pria. Aku hanya bisa berbaring sembari memejamkan mataku.
Tak lama setelah Mathias keluar, Avram masuk ke dalam kamar dan segera mengecek kondisiku. Aku tetap tidak membuka mataku, itu karena mataku terasa pedih ketika aku membukanya. Bahkan air mata mengalir diluar kuasa ku.
"Tuan Duke... Saya benar-benar minta maaf, seharusnya... Seharusnya saya tidak memaksa anda untuk segera berangkat ke ibukota."
Ya, itu benar-benar kesalahanmu.
Meski dia terdengar sangat menyesal, bahkan suaranya bergetar seperti hampir menangis, aku tetap tidak bisa bersikap lunak kepadanya.
"Huff..."
Aku memaksa untuk membuka mataku untuk menatap Avram. Dia sedang mengobrak-abrik tas-nya dengan ekspresi panik.
"Dia telah kehilangan ketenangannya, hanya seperti ini?"
Ku pikir akan sulit untuk mendapatkan titik kelemahan Avram, namun rupanya tidak sesulit itu.
Setelah beberapa saat melempar barang-barang yang sepertinya semuanya adalah obat-obatan, entah bagaimana tas sebesar buku gambar bisa menampung barang sebanyak itu, dia akhirnya berhasil mendapatkan apa yang dia cari. Itu adalah sebuah botol kecil yang berisi cairan berwarna merah muda.
"Tuan Duke, saya akan membantu Anda untuk meminum obat ini. Ini adalah obat untuk meredakan demam."
Ketika aku memberikan izin, Avram segera membantuku untuk duduk dan meminumkan obat langsung dari botolnya.
Ku pikir itu akan memiliki rasa manis seperti permen strawberry, tapi rupanya rasanya lebih pahit dari pill yang di gerus dan di campur dengan air. Itu membuatku tersedak.
"Cough cough."
Itu terasa mengerikan.
"Tuan Duke!"
Jangan berteriak sialan. Kau bisa membuat orang-orang berpikir bahwa aku sedang keracunan.
Sepertinya istilah, 'jangan menilai sesuatu dari sampulnya' itu benar-benar nyata. Cairan berwarna merah muda yang terlihat manis itu rupanya memiliki rasa pahit yang berhasil membuatku hampir memuntahkan seluruh isinya.
Meski begitu, aku merasa sedikit lebih baik setelah meminumnya. Memang suhu tubuhku masih panas, namun aku merasa lebih ringan dan kepalaku tidak terlalu pusing. Sebagai gantinya, aku merasa mengantuk seolah baru saja diberikan obat bius.
"Bagaimana tuan? Apakah lebih baik? Saya akan mengambilkan anda air hangat."
Bukankah seharusnya kau menyiapkan air hangat terlebih dahulu sebelum memberikanku obat? Tidak ada rasa lain di lidahku selain pahit.
Namun dibandingkan harus mengungkapkan kekesalanku, aku lebih memilih untuk diam dan mengangguk. Aku merasa terlalu lemah untuk mengatakan apapun saat ini.
Tapi dimana Mathias? Dia tidak mungkin terjebak ke dalam masalah sendirian kan? Kemanapun tokoh utama pergi, pasti selalu ada masalah, aku sedikit khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Becoming the Protagonist's Foster Father
FantasyHidup dalam kekayaan yang berlimpah tidak mampu menghilangkan rasa sepi dalam diriku. Dalam kesunyian duniaku, aku menulis sebuah cerita tentang kisah seorang putra yang tersiksa oleh ayah angkatnya. Kisah ini sebenarnya adalah kisah yang terinspira...