Leehan

487 53 41
                                    

Taesan tidak langsung pulang ke dorm setelah latihan, lelaki kucing itu mengenakan pakaian serba hitam serta masker yang menutupi sebagian wajah tampannya. Senja dimulai ketika ia berjalan seorang diri diantara ribuan pejalan kaki, beberapa orang berpakaian rapi dengan jas, beberapa lagi mengenakan seragam sekolah dan pakaian yang nyaman dipakai selama musim semi yang hampir berakhir, musim panas akan tiba sebentar lagi. Taesan memikirkan banyak hal, termasuk kontrak yang ia buat setahun lalu bersama ketua agensinya.

Tak ada waktu lagi untuk terus bertahan, Taesan tidak akan terus menerus menyembunyikan kehamilannya yang akan membesar. Semua orang pasti bertanya-tanya jika ia masih keukeuh berada di grup yang sama. Taesan telah membuat pilihan dan berharap ini pilihan yang bagus. Taesan akan menghilang, dan dunia akan melupakannya atau sebagaian akan tetap mengingat namanya seolah Taesan adalah bagian hidup mereka yang berharga lalu sebagian lagi akan patah hati, menanti ia kembali meski hal itu mustahil. Taesan sudah kehilangan mimpinya, sejak awal ketika ia mempertaruhkan nasib baiknya untuk satu malam yang berharga. Kesalahan yang ia dan Jaehyun lakukan, namun akibatnya hanya berlaku pada Han Taesan seorang.

Taesan bodoh, tapi ia tak menyesali perbuatannya. Taesan tidak takut dengan konsekuensinya, walau dunia melaknat namanya di surga. Atau Tuhan telah memalingkan wajahnya pada hamba kecilnya ini, Taesan sudah berhenti berharap untuk kehidupan yang sering ia impikan. Rasa sakit sudah biasa ia hisap perlahan-lahan, mencabut nyawanya dengan lembut bertahun-tahun, namun ia masih bertahan meski dalam keadaan sulit. Benar, kapanpun ia butuh seseorang, yang hadir hanya dirinya sendiri. Ia berhenti berharap, dimulai ketika masa trainee yang menyakitkan dan cinta yang bertepuk sebelah tangan. Dulu sekali ketika ia masih awan bagaimana cara dunia berjalan, Taesan punya Bunda yang merangkul dan membacakan dongeng setiap malam. Sekarang Taesan benci dewasa, orang dewasa selalu menyalahkan diri sendiri dan berhenti berharap lebih.

Kehilangan semangat hidup, perban dimana-mana. Hatinya terluka tak sembuh-sembuh, kebahagiaan tak kunjung datang, tak ada angin penyejuk yang melambai dari hilir ke hulu atau hulu ke hilir, semuanya serba menjadi berat karena merasa terbebani. Dewasa itu mengerikan, penuh kemunafikan dan benci kenyataan. Kali ini, ia akan berdiri dengan kedua kaki meski tubuhnya sudah tak layak uji lagi di medan cobaan, ia luntang lantung menjalani kehidupan yang miris. Masih ada puluhan tahun ke depan yang pastinya hari ini tak seberapa dibanding ke depannya.

Semilir angin jahil menyenggol rambutnya, kaki mungilnya menuntun ke arah toko perlengkapan bayi. Taesan ingin segera menjadi orangtua, tiap detik yang terlewat teramat berharga. Bila dapat ia pinjam sang waktu, maka sudah sejak lama ia lakukan atau mungkin sekedar membekukan waktu, apapun akan ia serahkan sebagai ganti waktu jika ia mampu, tapi apa daya ia yang terlalu kecil ini tidak bisa mengotak atik waktu.

Langkahnya terhenti, pada dua sepatu yang terletak bersebelahan di etalase, satunya berwarna biru muda dan satunya lagi merah muda. Warnanya cantik, seperti bunga Hydrangea dengan warna yang di dekat pagar dorm mereka. Ia yang menanamnya setahun yang lalu bersama Sungho, Leehan, Riwoo, dan Woonhak sebelum orang itu datang dan mengacaukan hatinya. Taesan menuruti kata hati, melangkah masuk ke dalam menenggelamkan diri bersama ribuan barang kebutuhan bayi yang mungil, mereka semua terlihat lucu dimata Taesan. Apakah bayinya juga begitu? Lucu dan cantik sepertinya? Atau tampan dengan mata yang bersinar indah milik Jaehyun?

Taesan tidak tahu, ia mengabaikan segala pikiran tentang Jaehyun dari kemarin malam. Berusaha amat keras hingga melewatkan malam tanpa tidur lelap. Langkahnya kembali terhenti, pada topi pink yang cantik dihiasi gambar bunga Hydrangea di sisi depan dan belakang. Taesan menyentuhnya, sebelum tangan seseorang berhasil membuatnya terkejut dan menarik kembali tangan penasaran itu.

"Mempersiapkan kelahiran?" Suara berat itu familiar di otak Taesan, ia tak perlu waktu lebih untuk berpikir siapa gerang sang pemilik suara. Semua orang akan tahu, dia Leehan dengan suara beratnya yang unik. Taesan menoleh, mendapati pemuda itu tersenyum tipis dengan bola mata yang gelap seperti suasana diluar yang hampir serupa. Ia segera berpaling ketika kedua bola matanya diselami oleh Leehan.

Blue (Ddingdongz)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang