Chapter 2

207 29 8
                                    

Di sebuah gudang tak terpakai, seorang laki-laki terlihat bersandar di sebuah kotak kayu. Rambutnya berwarna hitam dengan highlight kuning. Ada perban putih yang membalut kepalanya. Laki-laki itu membuka matanya perlahan, memperlihatkan sepasang obsidian gold yang indah.

Dia memijat keningnya kala rasa pusing menyerang, lalu menatap sekeliling dengan bingung.

"Dimana ini?"

Ryu menatap bingung ke tempat dia berada. Seingatnya, dia tadi sedang dalam perjalanan pulang bersama Hikaru sampai sebuah truk menghantam mobil mereka.

"Ah, benar. Kami berdua seharusnya sudah mati."

Tiba-tiba, enam orang laki-laki masuk ke dalam gudang tanpa permisi. Ryu segera menatap mereka dengan waspada.

"Kau sudah sadar, Ryu?" Salah satu dari mereka bertanya. Itu adalah seorang laki-laki berambut tosca dengan sedikit warna hitam dan juga sepasang mata berwarna kuning.  Dia memiliki tato di pergelangan tangan, dan ada sedikit noda darah di pipinya.

"Kau baik-baik saja, Ryu?"

Ryu menoleh untuk menatap seorang laki-laki dengan rambut abu-abu dan mata biru yang terlihat mengantuk.

"Kau terlihat aneh. Benarkan, Akio?"

"Ya."

Kali ini yang berbicara adalah sepasang anak kembar. Yang satu memiliki mata hitam sedangkan yang lain biru. Keduanya sangat mirip, yang membedakan adalah posisi poni yang menutupi mata mereka.

"Sudah sudah, jangan berisik! Ryu, kau bisa istirahat lagi jika masih lelah. Aku tahu mengurus semuanya saat kita tak ada pemimpin pasti melelahkan."

Seorang laki-laki berjalan mendekati Ryu. Dia mengenakan kaus turtleneck hitam dan sarung tangan hitam. Mata emasnya hampir mirip dengan milik Ryu, dengan rambut hitam pendek dan sebuah rokok di bibirnya.

"Benar, Ryu-nii. Jika masih lelah istirahat saja!"

Seorang anak laki-laki yang terlihat paling muda menatap Ryu khawatir. Rambut ungunya sedikit acak-acakan dengan beberapa plester luka di wajahnya.

Ryu kembali memijat keningnya. Dia benar-benar bingung dengan apa yang terjadi padanya. Belum lagi Hikaru tidak ada bersamanya saat ini.

"Bisakah aku bertanya dimana ini?" tanyanya yang langsung mendapat tatapan bingung dari enam orang lainnya.

"Lihat! Sudah kubilang pukulan itu mempengaruhinya!"

Sosok laki-laki yang menurut Ryu terlihat paling dewasa di sana memukul pelan kepala orang yang baru saja bicara.

"Tidak usah berisik!"

"Apakah pukulan di kepalamu benar-benar serius, Ryu? Haruskah kita membawamu ke rumah sakit?"

Ryu menggelengkan. "Tidak tidak. Hanya, katakan saja dimana ini."

"Kita ada di Yokohama. Di gudang tak terpakai, markas sementara Tenjiku."

"Tenjiku?" Ryu membelalakkan matanya, menatap laki-laki yang tengah merokok itu.

"Ya."

Tiba-tiba, beberapa memori asing muncul satu persatu. Dia sedikit terhuyung dan hampir jatuh jika saja si anak laki-laki dengan rambut ungu tidak menopang tubuhnya.

"Ryu-nii, kau baik-baik saja?"

Ryu membuktikan matanya perlahan saat sakit di kepalanya mulai mereda. Dia menatap enam orang di sana dan mengernyit heran.

'Apa aku benar-benar masuk ke manga yang sering dibaca Hikaru itu?' batinnya.

'Tapi mereka berenam jelas adalah karakter yang tidak pernah ada di manga, begitu juga denganku. Apa ini semacam butterfly effect?'

"Ryu-nii!"

Ryu tersadar dari lamunannya karena panggilan itu. Dia menatap anak laki-laki di sampingnya lalu tersenyum tipis. Dia ingat anak itu. Namanya Ichiro Rui, enam belas tahun.

"Aku baik-baik saja, Rui."

"Kau yakin?" Laki-laki yang memiliki mata sayu bertanya. Namanya Nakamura Arata.

"Kalau begitu kita bisa melanjutkan pekerjaan ini, kan?" Laki-laki berambut tosca ikut berbicara. Dia
Hasegawa Ritsu.

"Ah, tapi aku ingin istirahat,"–Fujiwara Akihiko.

"Mn."– Fujiwara Akio.

"Kita bisa istirahat sejenak. Walaupun Ryu kuat, dia juga butuh istirahat." Sosok yang tengah merokok memberikan saran. Dia Ishikawa Tatsuo.

"Aku sebenarnya baik-baik saja."

"Lebih baik mencari aman, Ryu." Arata duduk di salah satu kotak kayu, menatap Ryu dengan mata bosannya. "Jangan sampai kau tidak dalam keadaan baik jika tiba-tiba Bos datang."

"Bos?" Ryu mengejutkan kening bingung. "Siapa?"

"Kau lupa, Ryu-nii?" Rui menatapnya cemberut. "Itu adik Kurokawa-san,  pemimpin kita sebelumnya. Namanya Kurokawa Izuna."

"Izuna?" Ryu lagi-lagi dibuat bingung. "Izuna" bukanlah karakter asli, sama seperti dia dan enam orang lainnya. Tiba-tiba, sebuah kemungkinan terlintas di kepalanya.

'Jangan-jangan–"

Riiiinggg~

Bunyi ponsel mengagetkan semua orang. Ryu merogoh sakunya celananya saat merasa ada yang bergetar. Diambilnya ponsel hitam dari saku celana dan ditatap dengan seksama. Tidak ada nama di sana, hanya nomor. Ryu ingin bertanya pada yang lain sampai dia melihat wajah serius enam orang di depannya.

"Ada apa?" tanyanya bingung.

"Angkat, bodoh!"

"Hah? Tapi tidak ada namanya."

"Itu adalah ponsel yang ditinggalkan oleh Izana," Tatsuo memberitahunya. "Ponsel itu hanya berisi satu nomor saja yaitu nomor adiknya, Kurokawa Izuna. Dan jika ponsel itu tiba-tiba berdering, itu artinya Raja baru akan datang."

"Angkat saja, Ryu." Arata ikut berbicara.

Ryu menatap ponselnya selama beberapa saat sebelum akhirnya mengangkat panggilan itu.

"Siapa?"

Hanya ada keheningan di telepon. Ryu mengerutkan keningnya, hendak bertanya lagi sampai sebuah suara kembali terdengar.

[Datanglah ke pelabuhan Yokohama. Sudah saatnya Tenjiku menunjukkan kekuasaannya lagi. Sekarang, sambutlah Raja kalian yang baru!]

Ryu terdiam dengan mata terbelalak. Suaranya mirip dengan seseorang yang ia kenal.

'Jadi, itu memang dia.'

Ryu memijat keningnya pelan. Dia menyeringai kecil sebelum akhirnya menjawab tegas.

"As you wish, My King."
.
.
.
Tbc...
21 Juni 2024

Perkenalan untuk oc yang lain akan kutulis di chapter selanjutnya (sekarang mau lanjut scrool WP:D)

Selamat malam~

Kurokawa Twin'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang