Prolog

274 28 2
                                    

"Kenapa Izana harus mati arghhh! Aku ingin menangis lagi!"

Seorang anak laki-laki tengah berguling-guling di atas kasur dengan tangan yang memegang sebuah manga. Rambut putihnya terlihat mencolok, dengan mata berwarna merah.

Anak laki-laki lain yang tengah duduk bersandar di sisi kasur memutar bola matanya malas.

"Kalau tidak ingin menangis ya jangan dibaca bodoh! Untuk apa kau mengulang chapter yang sama disaat kau sudah menamatkan ceritanya?"

"Kau tidak akan mengerti, Ryu!" Sosok di atas kasur cemberut. "Izana itu karakter favoritku! Aku harus menyiapkan mentalku untuk melihat dia. Sekalinya muncul, nggak lama malah jadi mayat."

Laki-laki bernama Ryu itu hanya menghela nafas lelah. Dia meletakkan buku yang sedang dibaca, lalu bangun dan menarik tangan sosok di atas kasur.

"Sudah, berhenti menangis. Ayo kita keluar. Hari ini ulang tahunmu, kan? Ayo pergi mencari sesuatu untuk merayakannya."

"Ah, aku ingin Taiyaki!"

"Ya ya ya. Pergilah bersiap, aku akan menunggu di bawah. Jika kau terlalu lama maka aku akan pergi sendiri, Hikaru."

"Kau jahat sekali!"

Ryu hanya diam dan keluar dari kamar itu. Hikaru cemberut dan segera mengambil jaket dari lemari. Laki-laki bersurai putih itu menatap pantulan dirinya di cermin. Dia memiringkan kepalanya, membuat anting hanafuda di telinga kirinya bergoyang pelan.

"Kau memang luar biasa, Hikaru!" Ucapnya girang. "Ah, aku merasa menjadi albino tidak buruk. Aku bisa menjadi seperti Izana tanpa perlu repot-repot memakai wig."

Hikaru tertawa pelan. Dia mengambil topi dan juga masker, lalu segera keluar dari kamar.
.
.
.


"Kau sungguh hanya ingin Taiyaki?"

Ryu bertanya dengan mata yang masih fokus ke depan. Mereka hanya mengemudi mobil secara acak dan berakhir di penjual Taiyaki. Laki-laki yang sedang berulang tahun hanya meminta makanan itu lalu memaksa untuk kembali. Ryu hanya bisa menurutinya– karena dia memang begitu, selalu menuruti apapun yang Hikaru katakan.

"Hum ... Aku lebih suka memakan Taiyaki sambil membaca manga di kamar daripada jalan-jalan keluar."

Yah, Ryu tahu itu. Tetapi dia sedikit khawatir karena sosok di sampingnya benar-benar jarang keluar rumah kecuali saat mendesak ataupun saat dia mengajaknya keluar.

Setelah kedua orang tuanya meninggal karena bunuh diri di depan Hikaru, anak itu benar-benar berubah. Ryu harus selalu mengawasinya agar dia tidak melakukan hal-hal nekat–seperti tahun lalu saat dia mencoba bunuh diri. Untung saja dia datang cepat waktu dan berhasil menghentikannya. Sejak saat itulah Ryu benar-benar memantaunya hampir setiap hari. Dia tidak ingin sahabatnya melakukan hal-hal bodoh.

"Baiklah. Terserah padamu."

Hening menyelimuti mobil. Ryu fokus menyetir sedang Hikaru memandangi jalanan sembari sesekali memakai Taiyaki di pangkuannya.

"Hei, Ryu."

"Hm?"

"Seandainya kita masuk ke manga Tokyo Revenger, apa yang akan kau lakukan?"

Ryu mendengus geli mendengar pertanyaan itu. "Kenapa tiba-tiba menanyakan sesuatu yang aneh begitu? Kau terlalu banyak mengulang membaca manga itu."

"Kan aku hanya bilang seandainya." Hikaru merengut kesal.

"Yah, entahlah. Itu kan sesuatu yang mustahil." Ryu menghentikan mobilnya saat lampu lalu lintas berubah merah. Dia menoleh untuk menatap sosok di sampingnya.

"Tapi jika seandainya hal itu terjadi, aku akan langsung mencarimu."

"Aku? Kenapa?" Hikaru memiringkan kepalanya bingung.

"Tentu saja. Kau itu ceroboh, suka menantang orang sana sini. Aku harus mengawasimu agar tidak menghajar orang sembarangan."

"Jahat sekali!"

"Aku bicara fakta."

Ryu terkekeh. Dia kembali menjalankannya mobilnya saat lampu berubah hijau.

"Tapi aku tidak bercanda, Hikaru. Jika hal itu terjadi, aku akan mencarimu dan selalu membantumu apapun yang terjadi. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu sendirian."

Hikaru terdiam sembari memandangi jalan dari jendela mobil. Pipinya bersemu merah, wajahnya terasa panas.

"Apa-apaan itu?" bisiknya.

Ryu melirik dari ekor matanya, memasang seringai tipis.

Suasana kembali hening. Ryu yang sejak tadi fokus menyetir mengulurkan tangannya untuk mengambil sesuatu di saku celana. Dilemparnya benda itu sehingga membuat Hikaru yang tengah melamun itu terperanjat kaget.

"Apa ini?"

"Hadiah. Kau ulang tahun, kan?" Ryu menoleh sedikit dan tersenyum tipis. "Tanjoubi omedetou, Hikaru."

Laki-laki albino itu mematung terkejut. Di memandangi kotak hitam di tangannya lalu tersenyum.

"Terimakasih, Ryu–"

Brak!!!

Tiba-tiba, sebuah truk besar menghantam mobil keduanya. Ryu dan juga Hikaru yang tidak menyadari jika ada truk yang hampir menabraknya hanya bisa pasrah. Suara keras itu mengagetkan pengendara lain. Jalanan seketika macet dan teriakan panik terdengar dimana-mana.

Di dalam mobil yang sudah setengah hancur itu, Ryu menatap Hikaru yang sudah tak bergerak dengan tubuh penuh darah seperti dirinya. Kaki keduanya terhimpit badan mobil sehingga tak bisa bergerak.

Tangan Ryu terulur untuk mengelus pipi Hikaru. Setetes air mata mengalir begitu saja saat di melihat Hikaru yang mendekap hadiah darinya dengan erat.

"Apakah kita benar-benar akan berakhir seperti ini?" ucap Ryu di sisa kesadaran. Senyum tipis terpatri di bibirnya.

"Tapi tidak apa-apa. Aku bahagia karena kita masih bersama bahkan di saat-saat terakhir."

Ryu melihat jika bagian depan mobil mulai mengeluarkan api. Tangannya menarik kepala Hikaru ke dalam pelukan, memejamkan mata dengan senyum tipis di bibir.

Suara ledakan keras dari mobil mereka semakin membuat orang-orang di sana ketakutan. Keesokan harinya, sebuah berita kecelakaan muncul di televisi. Kecelakaan itu menewaskan dua orang remaja laki-laki yang membuat banyak orang bersimpati.

Tbc...
19 Juni 2024

New story, Reader!
Jangan lupa tekan vote-nya...
Kalo rame nanti dilanjut:D

Kurokawa Twin'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang