Haloooooo gimana kabar kalian... hari ini kita mulai dengan prolog cerita dulu ya.... Semoga kalian suka sama chapter prolog ini hehe 😆😆
*****
Wednesday, 10:45
- Mirza's House, Surabaya, Indonesia."Assalamualaikum, Anne? (Assalamualaikum, Bunda?)" salam anak perempuannya yang sedang berada di Turki.
"Waalaikumsalam, Nak. Gimana kabarmu, Elif?" Ibunya langsung menanyakan kabar ke anaknya.
"Alhamdulillah, baik! Gimana kabarnya Baba, Anne disana? (Ayah, Ibu)" tanya anaknya kembali.
"Semuanya baik, Alhamdulillah!"
"ABI NGGAK DITANYAIN KABARNYA JUGA NIH? (Kakak)" tiba-tiba ada yang berteriak tak terima ketika namanya tidak ikut disebutkan.
Adiknya yang berada di ponsel Ibunya hanya tertawa tanpa bersuara, "Iya, Abi sekarang gimana kabarnya disana? (Kakak)" tanya Adiknya lagi dan ia merasa puas.
"Alhamdulillah Abi juga baik. Büyükbaba juga gimana disana? (Kakek)" Maalik bertanya lagi yang sudah duduk di sebelah Ibunya.
"Büyükbaba sehat banget disini. Bangun pagi, minum teh, sama olahraga di taman, sekali-kali juga ikut nanem tumbuhan disini. (Kakek)" kata Adiknya itu.
"Ingat ya, selagi Baba, Anne, sama Abi di Indonesia, kamu jagain Büyükbaba disana." Maalik memberitahu Adiknya.
"Iya aku inget. Disini juga ada Kak Mavi, Kak Alina, sama Kak Altan, kan. Kita semua jagain Büyükbaba dua puluh empat per tujuh kok. (Kakek)" ucap Adiknya disana.
"Good!" Maalik memberikan jempolnya ke depan layar kamera ponsel Ibunya yang sudah berada digenggamannya.
"Oh iya, bentar lagi kan acara tunangannya Kak Altan, kamu ada waktu ke Indonesia, kan, Nak?" tanya Ibunya itu yang sedang menyiapkan teh untuk anaknya.
"Kamu dateng, kan, Dek? Udah ijin kan disana? Acaranya masih lama sih, tapi lebih baik ijin secepatnya." tanya Maalik lagi.
"Udah ijin kok. Nanti suratnya bakal dikirim minggu depan." Maalik menganggukkan kepalanya sebagai balasan untuk pernyataan Adiknya.
"Elif matiin panggilan dulu ya ... Elif ada kerjaan disini, nanti Elif kasih foto-foto Büyükbaba lagi nanem di taman." ucap Elif ingin mengakhiri panggilan mereka.
"Okay, take care of your health and safety there. Because Abi, Baba, and Anne can't preserve you there. If there's anything, call Mavi, Alina, or Altan there asap! I trust them more to take care of you." ucapnya memperingatkan.
"Iya, Elif ngerti kok. Udah ya Elif matiin, Assalamualaikum Anne, Abi!" ucap Elif mengakhiri panggilannya.
"Waalaikumsalam!" seru keduanya, lalu Ibunya mendekat memberikan secangkir teh untuk Maalik.
"Terima kasih, Bunda!" Maalik menerima pemberian teh yang dibuat Ibunya lalu menyesap teh panas itu secara perlahan.
"Hati-hati! Itu tehnya masih panas, lho!" ujar Ibunya memperingati anaknya yang tidak sabaran ingin mencicipi teh buatannya, yang diperingati hanya terkekeh senyum sebagai balasannya.
"Altan udah punya pendamping dan satu bulan lagi dia bakal tunangan. Kapan kamu ngenalin seseorang ke Bunda?" tanya Bundanya ke Maalik tiba-tiba.
"Emang harus ya, Bunda? Maalik udah cukup punya Bunda kok!" ucapan Maalik langsung mendapat pukulan pelan di punggungnya ketika ia memeluk Ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Épiphanie
RomanceÉPIPHANIE (é-piph-a-nie) (n.) A moment when you suddenly feel that you understand, or suddenly become conscience of something that is very important to you. - Maalik Özkan, seorang dokter berumur 32 tahun yang selama hidupnya hanya fokus mengemban p...