02

133 22 0
                                    


“...Sho” [Name] mengernyit dengan perempatan imajiner di kepala nya.

“Hm?”

“Berhenti memelukku, bocah” [Name] menggerutu sebal karna Sho sedari tadi memangku dan memeluknya.

“Kita cuma beda 2 tahun, [Name]” Sho mendusel manja di leher [Name] yang membuat si empu geli.

“Tapi tetap saja aku lebih tua, kan?” tanya [Name] sambil bersidekap dada.

“Tua kok bangga” Sho terkekeh kecil.

“...” [Name] terdiam sambil melirik Sho dengan wajah shock saat mendengar kekehan Sho.

Dia bahkan sampai lupa ejekan Sho yang ditujukan kepadanya.

Selama mengenal Sho di masa SMA, Sho cuman nampilin wajah datar dan seringai mengerikannya.

Ah, dia beberapa kali melihat Sho senyum jika sedang bersama teman-teman yang lainnya.

Tapi, setelah menikah, Sho melimpahkan tawa dan senyumannya yang [Name] yakini dapat membuat gula darahnya naik tiba-tiba.

“[Name]?” Sho mendongak, melihat [Name] yang melihatnya dengan tatapan... Uh... Menggemaskan...?

“Coba ketawa lagi” [Name] menangkup pipi Sho pelan.

“Eh?” pipi Sho sedikit merona, lalu kemudian tertawa.

Cup

“Jangan gemes-gemes, dong. Ini masih siang, nanti malam aja” Sho tersenyum saat melihat wajah shock [Name] untuk kesekian kalinya setelah mendaratkan kecupan kecil di bibir istrinya.

“Hah?”

[Name] memproses.

Beberapa saat kemudian, rona merah menjalar di kedua pipinya.

“Lalu kalau malam kenapa, hah!?”

“Yah, tantrum lagi, deh” ejek Sho tanpa melepaskan pelukannya.

“Turunin aku, Sho” [Name] menggerak-gerakkan kakinya agar ia turun dari pangkuan Sho.

“Cebol” gumam Sho.

“Ngomong apa barusan?”

“Ngga, kamu cantik”

[Name] memicingkan mata.

“Turunin, aku mau beresin rumah” [Name] masih mengayun-ngayunkan kakinya.

“Ngga usah. Hari ini fokus ke aku aja” Sho menaruh dagunya di pundak [Name].

“Denger ya, pinter. Kita baru pindahan, masa ga dibersihin?” [Name] mendengus kesal.

“Hmm...” Sho tampak berpikir keras, “Yaudah. Aku bantuin” katanya menawarkan diri.

“Beneran? Ga usah deh, aku bisa sendiri” [Name] agaknya kurang percaya dengan Sho.

“Percaya sama suamimu ini, [Name]” kata Sho meyakinkan.

Mendengar itu, [Name] akhirnya mengangguk.

Yah, yaudahlah. Lumayan juga ada yang bantuin—

Prang!

Prang!!

Meow!

—Itu pikirnya sebelum melihat kekacauan yang terjadi di dapur.

[Name] baru saja kembali ke dapur untuk melihat pekerjaan Sho setelah ia selesai membersihkan setiap sudut rumah dan menyusun perabotan rumah.

Tapi yang ia lihat justru sangat jauh dari harapannya.

Tak apa, terkadang realita memang tak seindah ekspetasi.

[Name] menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya kuat.

Mencoba bersabar dengan cobaan yang diberikan Tuhan padanya.

“[Name], piringnya licin” alibi Sho sambil memandang ke arah lain.

“...” [Name] tersenyum.

‘Gimana ga licin!? Itu sabunnya masih nyisa!’ batin [Name] lelah. Padahal dia udah nawarin diri buat nyuciin piringnya, tapi si pecinta satwa ini malah kekeuh.

“Huft...” [Name] memejamkan mata, mencoba bermeditasi sejenak.

Tak lama kemudian, ia menatap Sho, kemudian berjalan mendekat.

“Sho, ini piringnya harus bener-bener ga ada sabun yang nyisa. Karna ini piring keramik, jadi kalau ada sabun malah licin” [Name] menjelaskan sambil mempraktekkan.

“Nah, kalo ngebilasnya bersih begini, piringnya ga licin lagi” [Name] menunjukkan piring yang telah ia bilas dengan bersih.

“Biar yang nyuci aku aja. Lagipula ini kerjaanku” [Name] melanjutkan kegiatan membersihkan piring kotor itu.

Sho langsung murung.

“Tapi aku mau bantu...”

Entah kenapa, di penglihatan [Name] saat ini Sho terlihat seperti doggy yang menggemaskan.

“Yaudah, aku yang nyuci trus kamu nyusun ke rak piring, ya” [Name] tersenyum manis ke arah Sho.

“Oke” balas Sho yang juga tersenyum.

*****


“Aku capek” Keluh Sho.

“Halah, alesan” [Name] mengusak gemas surai Sho.

Dia dapat dengan mudah melakukannya karna tinggi mereka hanya berbeda 5 cm, tapi walau begitu tubuh [Name] lebih kecil dibanding Sho.

“Hadiahnya mana?” Tanya Sho dengan senyum dan pandangan berharap.

“Belajar darimana, sih?” [Name] menghela nafas, tapi tak lama kemudian ia mengecup pipi kanan dan kiri Sho.

“Makasih udah bantuin” Kata [Name] tulus.

Sho tertegun sesaat.

Lalu kemudian menarik tangan [Name] dan menduselkan wajahnya di telapak tangan [Name].

“Pipi doang?” tanyanya tiba-tiba.

“Eh?”

“Yang ini engga?” Sho menunjuk bibirnya.

“Sho!” [Name] berteriak malu dengan Sho yang tertawa puas.

Husband | Sho [Wee!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang