ALUR JATUH CINTA

479 104 8
                                    


Jangan jadikan tatapan sebagai sebuah harapan

*****


Rombongan siswa yang pagi ini terlambat masuk sekolah digiring ke lapangan untuk berdiri hingga jam istirahat tiba. kemarin mereka juga sudah pernah mengalami hukuman ini, jadi ini bukan untuk pertama kalinya.

"pak, hukumannya bisa dicicil nggak?" tanya Nino, "saya lapar belum sarapan."

"iya, pak, kasihanilah kami, sudah terlambat dan tidak ikut pelajaran di kelas." sambung Gio.

Mata tajam Pak Hakim menatap keduanya dengan tatapan yang menyeramkan, "DIAM, LAKUKAN HUKUMAN INI HINGGA SELESAI!"

"sekolah itu ada aturannya, kalian di sini itu dididik bukan hanya akademik nya, tapi juga kedisiplinannya."

"iya, pak, nggak usah marah-marah." jawab Nino. Laki-laki yang sebenarnya membuat pak Hakim emosi dengan pertanyaan nya tadi.

Setelah dirasa sudah tertib dan sudah memberi arahan, guru itu meninggalkan 4 murid itu di tengah lapangan yang langsung kena dengan sorot matahari.

"gue nggak mau lagi terlambat, nyesel gue." protes Lion. belum ada 30 menit, tapi laki-laki itu badannya sudah berkeringat.

"masa telat hampir tiap hari." lanjut Lion protes dengan teman-temannya.

"nggak apa-apa, buat cerita tua nanti." timpal Liam. Laki-laki itu sepertinya menerima hukuman dengan lapang dada.

"emang yakin umur kita akan sampai tua? umur nggak ada yang tau, Li." Ucap Gio.

"Tidak ada salahnya buat berharap, kan?." kata Liam dengan alis terangkat dan mendapat anggukan dari Gio, pertanda Gio setuju.

"Menarilah dan terus tertawa, karena dunia tak seindah surga." Kata Nino dengan nadanya.

"semoga hujan akan datang." Lion berharap pada langit yang sebetulnya masih panas ini.

"jangan, kasihan pedagang kaki lima yang ada di depan sekolah, nanti dagangannya kehujanan." sanggah Nino dengan apa yang sedang Lion harapkan, "biar kita aja yang kepanasan."

"wih, laki-laki dengan hati bidadari." Sahut Liam menanggapi Nino.

Nino yang sekarang merasa suhu tubuhnya mulai lebih panas daripada sebelum ini memilih diam, matanya terfokus pada seorang perempuan yang sedang berjalan di koridor sekolah dengan seorang laki-laki yang tak ia kenali.

ia tak mengenali laki-laki itu, hingga matanya tertuju pada sebuah lambang di lengan yang sama dengan lengan baju milik Nino, itu tandanya mereka sekelas.

"mereka itu Aderfia, mereka terkenal nakal, intinya jangan dekat-dekat atau berurusan sama mereka, nanti hidupnya nggak tenang." kata Arga memberi tahu Nala.

Arga Rimba Segala– siswa kelas X MIPA 1 yang sekarang ikut keanggotaan osis di sekolah bersama dengan Nala.

Nala hanya terdiam, tidak berniat untuk menanggapi pembicaraan Arga, lagian penilain orang itu banyak macamnya, jadi daripada mendengar dari orang, lebih baik cari tahu sendiri kebenarannya.

"oh, iya, kita langsung ke ruang osis aja, kan?." tanya Nala mengalihkan pembicaraan.

Arga mengangguk, "iya, atau mau ke kantin dulu juga boleh."

Nala tersenyum, "nggak usah, langsung ke ruang osis aja, takutnya sudah ditunggu sama yang lain."

Setelah perbincangan itu, Nala tidak sengaja menoleh ke arah lapangan yang di sana sedang ada 4 laki-laki. Ternyata ada sepasang mata yang entah dari kapan mengamati dirinya. Dua mata itu masih setia pada titiknya, dan beberapa saat kemudian sang pemilik mata itu tersenyum. Jujur, manis.

ABOUT NALA (NA2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang