Selamat membaca!!
"Paman!"
Pekik seorang gadis berumur sekitar 10 tahun itu. Sembari berlari mendekat pada seorang pria yang baru saja tiba dan membuka pagar rumah.
Di belakangnya tampak seorang remaja berumur sekitar 15 tahun. Mengikuti langkah pria itu dengan wajah yang di tekuk masam.
"Kakak!" sapanya riang mencoba menarik perhatian pemuda itu.
Dante hanyah melirik sekilas kemudian berlalu begitu saja. Tanpa niat membalas sapaan Rania.
Gadis itu mendengus sebal kemudian berbalik dan mendorong kasar tubuh Dante. Mengakibatkan pemuda itu sedikit terhuyung ke samping menabrak tembok di depannya.
"Apa-apaan kau ini!" bentak Dante kasar kemudian melanjutkan langkah
"Menyebalkan!" sahut Rania.
Suara gadis itu memelan seiring dengan keberanian yang menciut akibat bentakan yang di layangkan Dante padanya.
"Aku hanya ingin bermain,"
Di tempatnya seorang pria tersenyum geli melihat tingkah kedua anak itu.
"Jangan seperti itu, dia adikmu!"
Tegurnya sembari mendekati Rania. Kemudian berjongkok di hadapan gadis itu guna menenangkan sembari mengusap sudut mata Rania yang perlahan basah oleh air mata.
"Kenapa semua orang selalu mengabaikanku?" isak Rania mulai menangis. Menatap teduh pada sosok pria yang berhadapan langsung dengannya.
Crishtoffel tersenyum. "Tidak ada yang mengabaikan Rania," balas pria itu sembari menggandeng lengan Rania. Membawanya masuk kedalam rumah.
"Hallo gadis kecil!" sapa cristof saat berpaspasan dengan seorang gadis berusia lebih muda dari usia Rania. Tidak lain adalah Nara.
Nara tersenyum kemudian mendekat sedangkan Rania pergi entah kemana.
Dante melangkah cepat menujuh halaman belakang dengan perasaan gunda. Sedari tadi ia mencari-cari Rania yang baru saja dirinya bentak. Namun tak menemukan keberadaan gadis itu di manapun.
Halaman belakang adalah tempat terakhir yang belum ia datangi.
Tak berselang lama Dante mendesah lega.
Tatapan remaja itu jatuh pada sosok Rania yang terduduk di bawah pohon dengan lutut yang mengeluarkan darah.
Sial gadis itu terluka.
"Kenapa kakimu terluka?" tanya dante.
remaja itu berjalan semakin dekat dan berjongkok di hadapan Rania. Tangannya terulur hendak menyentuh lutut gadis itu namin segera di tepis oleh Rani.
"Bukan urusan Kakak!"
"Kau marah?"
Rania berdecak kemudian berdiri meninggalkan Dante. Namun remaja berusia 15 tahun itu seakan tak ingin melepaskan Rania begitu saja.
"Ayo naik," titahnya menghadang jalan gadis itu kemudian kembali berjongkok membelakangi Rania.
"Tidak usah!"
"Aku bilang naik, Rania!"
"Tidak!"
"Kau tahu? aku tidak suka di bantah!" tandasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HE'S DEVIL || RANIA DENHAAG (ON GOING)
ActionRania dan dendamnya. "Bersabarlah sedikit lagi, lalu kita akan segera bertemu Ayah. nikmati dulu permainan ini!" Rania Denhaag.