7. Mereka Yang Akan Hilang

1.1K 188 36
                                    

Cerita hanya fiksi, berdasarkan imajinasi. Jika ada kesamaan tokoh, alur, dan tempat, hanya kebetulan semata.

>-<

Ayo, pulang, katamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayo, pulang, katamu. Nyatanya, tidak ada rumah lagi bagi kita yang telah hilang. Kemana?
Saat itu, kamu menggenggam tanganku. Rumput ilalang yang gelap semakin menenggelamkan kita, membuat genggaman tanganmu adalah satu-satunya yang ku punya.

---

Prabu tidak berharap banyak. Setidaknya untuk mendapatkan kebebasan dari Raden. Selama mereka lumayan dekat, itensitas kehadiran Raden di sekitarnya selalu tinggi. Bukti konkretnya, Raden itu tidak pernah terciduk olahraga di luar rumah. Karena lantai tiga ada ruangan GYM. Lalu perihal apa Prabu sering melihat Raden jalan santai sepuluh meter di belakangnya? Ayolah, bung. 

"Lo ngeliatin apa sih dari tadi? Kayak dikejar rentenir," celetuk Ola. Bagaimana tidak, putra kedua keluarga Agung itu berkali-kali menoleh ke kanan ke kiri, celingukan gak jelas. Bukan salah Ola kalau merasa seperti artis yang sedang menghindari paparazi.

"Jangan-jangan lo takut ketahuan sama pacar lo jalan sama gue? Ya, kan?" Tuduhnya sewot.

Alis Prabu berkedut mendengarnya, "sejak kapan gue punya pacar?"

Ola mengangkat bahu. "Mana gue tahu. Lo kalau ada apa-apa mana pernah cerita, kayak gak punya temen aja, semuanya di sembunyiin sampai temen lo tahu sendiri." Ola tidak akan lupa sebuah rumor kalau dua anak keluarga Agung itu pindah sekolah karena absen hampir sebulan. Eh, Prabunya muncul, tapi Raden sampai tamat sekolah tidak kunjung terlihat batang hidungnya.

"Kayak sekarang ini, seharusnya jelasin dulu ini kenapa, itu siapa, penyebabnya apa, biar gue gak se-clueless ini."

Setelah mengurus beberapa berkas, melakukan sesi tanya jawab seperti wawancara kerja, dan menunggu hampir dua jam. Akhirnya, anak laki-laki berkulit coklat bernama Rafi muncul bersama seorang pria yang memegang pundaknya. Perjuangan Prabu terbayar juga.

Harapannya begitu.

"Jadi lo maunya apa, ah elah." Ola geram sendiri. Telinganya panas sejak sepuluh menit yang lalu mendengar percakapan tak berguna antara Prabu dan Rafi. "Udah dibantuin juga, kocak."

Prabu menghela nafas, "Ola."

Gadis itu mengaruk pundaknya yang tidak gatal, misuh-misuh. Ketabahan temannya itu patut di acungi jempol, sudah dikacangin dari tadi, masih juga sepatu lengket di kaki.  "Udah, tinggalin, tinggalin. Gak bisa di baikin nih orang." Ola melotot ketika Rafi menatapnya.

Sebenarnya Prabu bukan orang yang sabar, tapi mau bagaimana? Setelah pergi jauh dari rumah, ngurus berkas yang ribet, ketemu banyak orang, panas-panasan, terus pulang gitu aja? Ah, rugi dong.

LILBROTHER 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang