4

177 18 2
                                    

— L'espadrille foulant l'herbe, cédez-lui le pas du chemin. 



"Apa yang harus kita lakukan sekarang, Will?" Kak Albert bertanya. Ia selalu bertanya tentang hal yang sama akhir-akhir ini. Sejak pengakuan Tuan Madelaine yang tak terduga itu, kami selalu membahas pergerakan kami selanjutnya. Apa jadi nya jika aku melanggar? Ini jauh dari perkiraan ku sebelumnya. Aku tidak pernah berpikir bahwa akan ada bangsawan yang mengharapkan keadilan seperti kami. Tapi cara kami jelas berbeda.

"Akan aku pikirkan, Kak. Sementara rencana kita di tunda terlebih dahulu." Ucapku kepada Kak Albert.

Sejak hari itu otakku tidak pernah beristirahat sedikitpun. Aku selalu memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya. Kami tidak pernah mencari tahu tetang Madelaine semalam itu. Yang aku tahu hanya keluarga Madelaine yang sangat berpengaruh dalam pemerintahan ataupun ekonomi. Mereka tidak pernah menjadi sasaran kami karena mereka bukan bangsawan busuk. Aku sangat menghormati mereka, mencerminkan bangsawan yang benar-benar terdidik. Tapi, sejak hari itu, aku mulai meragukan keasrian mereka.

Membiarkan salah satu Madelaine menjadi anggota keluarga kerajaan? Bukankah terlalu serakah? Apa yang akan mereka lakukan kepada Inggris selanjutnya? Jelas, mereka lebih kuat dari kami. Entah hitam atau putih, mereka sulit di tebak.

Aku berjalan menuju ruang kantor ku, tempat dimana aku selalu membuat rencana untuk kedepannya. Biasanya Louis akan membawakanku teh dan kue, tetapi hari ini aku meminta Louis untuk membiarkanku sendiri.

Aku duduk di kursi kerja yang empuk. Papan yang penuh dengan tarikan benang merah dan informasi tentang bangsawan yang akan kami eksekusi terpampang jelas disitu. Akan ku runtuhkan London ke neraka, kata-kata yang aku ucapkan sebelum memulai aksi dari semua ini sekarang terdengar meragukan. Semua bisa terlihat mustahil saat ini.

Jelas, dengan ke-stress-an ku ini aku tidak bisa berkonsultasi, apalagi kepada Sherlock. Itu mustahil. Aku tidak bisa bercerita kepada siapapun.

Dipikir-pikir, aku tidak pernah menikmati musim berganti.

Hidupku selalu monoton. Peranku berbeda beda, otakku tidak pernah berhenti bekerja, aku tidak pernah lengah. Hidupku ditemani dengan kesiapan. Semua kelelahan itu harusnya berakhir ketika Moriarty mati—lebih tepatnya aku yang mati. Aku ingin Kak Albert dan Louis menikmati hidup nya setelah rencana berakhir. Begitupun dengan Moran, Bond, Fred, Q, Moneypenny, dan Peterson menikmati hidupnya juga.

Aku putuskan untuk keluar dari mansion. Aku mengitari London sendirian. Matahari yang hangat membuatku nyaman. Walaupun kehidupan London berbeda dengan Durham. London lebih berisik. Beberapa kali aku melihat orang-orang yang kesulitan. Aku putuskan mengunjungi toko roti di dekat sini. Ketika aku masuk ke dalam toko roti, aku melihat banyak orang berpakaian kumuh di dalamnya. Beberapa dari mereka beterimakasih kepada... Nona Madelaine?

Madelaine sudah berkhianat sejak dulu. Apakah dia juga termasuk? Dia terlihat baik... tidak, Tuan Madelaine—Tuan Edgar memang mempunyai tampang baik hati, sejak hari itu aku berubah pikiran. Mungkin tidak sebaik tampangnya. Aku harus waspada kepada anggota keluarga Madelaine.

"Tuan Moriarty?" Suara itu bagai kicauan burung kolibri yang membangunkanku di pagi hari. Aku terbangun dari lamunan ku. Nona Madelaine sudah berada di depanku , ia tersenyum. "Kita bertemu lagi."

"Ah— Lama tidak bertemu, Nona Madelaine." Aku sedikit membungkukan badanku sebagai tanda hormat. Ia membungkukan badannya juga. Aku menatap dengan penuh tanda tanya. Nona Madelaine membungkuk kepada bangsawan yang lebih rendah dari dirinya?

"Kau tidak perlu membungkuk, Nona."

"Kenapa?"

Apa? Kenapa katanya? Apakah dia sering melewati kelas etika bangsawan di rumahnya?

𝐘𝐄𝐔𝐗 𝐃'𝐀𝐍𝐆𝐄 ; 𝙼𝚘𝚛𝚒𝚊𝚛𝚝𝚢 𝚝𝚑𝚎 𝙿𝚊𝚝𝚛𝚒𝚘𝚝Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang