Serena bukan orang yang mudah jatuh cinta. Jika dipikir-pikir ketika ia duduk di bangku SMA hanya satu orang yang pernah menjadi crushnya. Itu pun tidak membuahkan hasil apapun. Hanya sekedar menatap orang yang dikaguminya dari kejauhan dengan harapan mungil bahwa sosok itu akan sadar pada eksistensinya.
Ketika hari telah berganti minggu, dan minggu telah berganti bulan, dan bulan telah berganti tahun, bertahun-tahun semenjak kelulusannya dari Perguruan Tinggi Serena tetap tak memiliki hati tambatan bagi siapapun. Tapi bukan berarti dia belum move on dari cinta masa SMA nya itu. Hanya saja balik ke poin pertama.
Serena bukan orang yang mudah jatuh cinta.
Kini hidupnya ia dedikasikan sebagai orang dewasa dengan hidup monoton. Bekerja di sebuah perusahaan yang gajinya cukup untuk menghidupi dirinya sendiri dan tabungan bagi hidupnya kelak. Inilah kenyataannya, cita-cita semasa sekolah hanya sekedar cita-cita. Pada akhirnya ungkapan tersebut tetap bermakna sebagai cita-cita bukan sebagai kenyataan. Walaupun ada begitu banyak orang di luar sana yang juga sukses meraih cita-cita mereka. Well, Serena mungkin salah satu dari kesekian orang tak beruntung itu.
Pada salah satu rutinitas kantornya selama bekerja Serena menemukan satu hal yang cukup menarik. Ada karyawan pindahan yang akan bekerja di departemennya. Desas-desus tersebut tentunya telah menyebar ke seluruh sudut kantor, banyak rekan kerjanya yang tengah asik berbincang menerka-nerka seperti apa rupa karyawan pindahan ini.
"Aneh nggak sih tiba-tiba ada karyawan pindahan. Takut banget kalau ternyata problematik."
Serena diam-diam mendengar bisikan dari salah satu rekan kerjanya, dalam hati merasa setuju pada pernyataan tersebut. Tapi bukan urusannya, toh mereka sama-sama pekerja di perusahaan ini.
"Serena, tolong kesini sebentar!" Seruan dari manajer divisi nya membuat konsentrasi Serena seketika buyar. Segera ia beranjak dari kursinya dan melangkah menghampiri Pak Dian, selaku manajer divisinya.
"Ada apa, Pak?"
"Ah, berhubung kamu yang paling senior di divisi ini, bapak minta bimbingan kamu untuk dia, ya. Oh iya, lupa! Kalian kan belum saling sapa."
Suara Pak Dian terasa hanya sebagai latar belakang dalam kepala Serena. Ketika Serena menghampiri sosok manajernya, matanya telah fokus ke arah sosok yang ada di samping beliau. Rasa familiar itu naik ke tenggorokan Serena, hingga terucap satu kata, "Gerald?"
"Loh, Serena? Yang sekolah di SMA Bhineka itu, kan?"
Serena hanya mampu membalas ucapan Gerald yang kini berhadapan dengannya dengan anggukan kecil. Dalam hati ada secercah rasa senang mengetahui bahwa ternyata Gerald juga turut mengenalnya.
Pak Dian yang melihat interaksi keduanya terlihat lega, dari raut wajah yang dilihat oleh Serena. Lalu beliau berseru, "Nah, karena ternyata udah saling kenal jadi nggak akan canggung kan kalau ada apa-apa yang perlu ditanyakan. Jadi Serena, bapak minta tolong bantu Gerald supaya bisa adaptasi di kantor kita."
"Baik, pak."
_
Kejadian itulah yang menjadi titik balik dari kehidupan kerja Serena. Kehadiran Gerald di tempat kerjanya membuat hari-hari Serena saat bekerja terasa berbeda. Mungkin karena sosok Gerald yang dilihatnya pada saat ini sangatlah mirip dengan sosok Gerald yang dikenalnya semasa SMA. Pria baik hati yang ramah kepada semua orang, tak heran rasanya proses adaptasi Gerald terasa mulus. Perbedaannya adalah Gerald yang sekarang sangat akrab dengan Serena, kerap kali mengajak Serena pergi keluar untuk makan siang, mengobrol beberapa hal acak, dan yang pasti sosok Gerald yang dilihatnya saat ini bukan hanya dari punggungnya saja. Serena bisa menatap sosoknya dari dekat sembari mengobrol santai dengan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLOOM AGAIN [END]
Kurzgeschichten[Short Story] Bunga selalu bermekaran dengan indah saat musim semi, namun pada akhirnya mereka akan layu ketika musim gugur tiba. Mungkin kiasan itulah yang mirip dengan apa yang Serena alami. Ketika dia menatap punggung Gerald kala hari kelulusan m...