05 (Extra Chapter)

145 25 0
                                    

Langit cerah terkadang membuat sesak. Mungkin karena langit cerah itu muncul di tempat dengan ribuan orang berlalu-lalang, atau mungkin karena di langit cerah itu muncul sinar mentari yang menyengat kulitmu.

Langit mendung membuat orang jengkel. Mungkin karena mereka harus menerka-nerka kapan langit tersebut meneteskan air hujan, atau mungkin karena langit mendung membuat hiruk pikuk kota semakin terasa menyedihkan. Atau mungkin karena itu langit mendung.

Namun bagi sebagian orang langit mendung justru lebih baik daripada langit cerah.

Gerald tak suka langit cerah. Ketika dirinya melihat bagaimana langit cerah muncul dan menyinari orang-orang di sekelilingnya Gerald merasa seperti melihat refleksi dari dirinya. Metafora akan dirinya sendiri. Gerald menunjukkan langit cerahnya kepada orang-orang di sekitarnya, padahal langit cerah itu hanya ilusinya yang berusaha untuk menutupi langit mendung yang akan datang.

Untuk apa menyembunyikan langit mendungnya hanya untuk menunjukkan langit cerahnya supaya orang-orang di sekelilingnya suka padanya?

Tapi ketimbang hal tersebut Gerald lebih benci merasa kesepian. Jadi, walaupun harus menyembunyikan langit mendungnya selama mungkin dan menyajikan langit cerah palsu untuk orang-orang di sekitarnya Gerald merasa baik-baik saja.

Asalkan dirinya tak merasa sendiri. Dan kesepian.

Ada suatu masa di mana Gerald pernah menyukai langit cerah. Saat seragam biru putihnya basah kuyup diterpa hujan, rintikan hujan yang berusaha menghibur hatinya yang mendung, sebuah bayangan muncul yang membuatnya berhenti merasakan tetesan air hujan masuk ke dalam kulitnya.

Seseorang telah mempayunginya.

Gerald menatap pelakunya. Seorang anak perempuan yang juga mengenakan seragam biru putih sedikit berjinjit supaya dapat mempayunginya. Tatapan khawatir terlihat jelas di sorot matanya.

"Kamu ngapain malah hujan-hujanan? Kalau lagi nunggu jemputan orangtuamu duduk di halte aja biar nggak basah kuyup."

Orangtua.

Gerald mungkin akan tertawa sinis jika ada orang yang mengucapkan kata itu, namun tatapan polos yang menatapnya membuat pengecualian baginya.

Konsep orangtua sangat asing bagi Gerald yang tumbuh di keluarga yang tidak harmonis. Sifat naifnya dulu saja yang terlalu menggebu-gebu berusaha menyangkal bahwa suatu hari keluarganya dapat berubah menjadi harmonis. Bahkan Gerald lupa sudah berapa lama sejak terakhir kali ayah atau ibunya menjemputnya pulang sekolah. Pada akhirnya akibat dari sifat naifnya itulah, yang berimbas pada kekecewaan besarnya yang muncul ketika ia mengetahui bahwa jalur perceraian bagi kedua orangtuanya merupakan solusi terbaik bagi keluarga mereka.

Tanpa memikirkan Gerald.

Orang dewasa selalu menjadi individu yang egois. Terlalu mementingkan ego mereka yang tegak lurus seperti tiang tanpa melihat adakah yang akan terkena dampak dari perilaku egois tersebut. Sebanyak apapun Gerald benci orang dewasa, dirinya lebih membenci orang dewasa yang berperan sebagai 'orangtua' nya.

Peran orangtua mereka hanyalah omong kosong belaka.

Mungkin sejak awal kenapa Gerald begitu membenci langit cerah adalah karena dalam hidupnya selalu diwarnai mendung. Langit cerah selalu nampak seperti kontradiksi yang seolah-olah sedang mengejek hidupnya yang suram ini.

"Udah terlanjur basah tadi."

Gadis di sampingnya memicingkan mata bingung. Bingung dengan jawaban tak jelas yang terlontar dari mulutnya. Kemudian mendengus mengejek.

"Aku tadi lihat, lho. Dari halte sana, tuh, sebelum hujan kamu juga udah berdiri di sini. Apanya yang terlanjur basah kalau emang udah pasrah kena hujan dari awal."

BLOOM AGAIN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang