Chapter 6: Diam-Diaman

127 16 1
                                    


Siang hari itu, setelah menghabiskan waktu bersama, Freya dan Fiony mulai merasa bosan. Meskipun sudah berbicara jujur tentang perasaan mereka, ada sedikit rasa canggung yang masih tersisa. Mereka berdua mencoba mengabaikannya, tapi keheningan di antara mereka terasa semakin lama semakin mengganggu.

"Apa kita telpon Jessi aja? Tanyain dia ada di rumah gak?" usul Freya, mencoba mencairkan suasana.

"Yaudah.." jawab Fiony dengan nada setuju, tapi sedikit gengsi untuk terlihat terlalu antusias.

Mereka segera menelpon Jessi, yang dengan antusias mengajak mereka datang. "Ayo sini, gua di rumah kok," kata Jessi ceria di telepon.

Dengan semangat baru yang terpendam di balik gengsi, Freya dan Fiony membeli banyak jajanan dan snack, lalu berangkat ke rumah Jessi. Dalam perjalanan, suasana kembali hening. Radio di mobil tiba-tiba menyiarkan sebuah podcast.

"...apa yang akan kamu lakukan jika sahabatmu jatuh cinta padamu?" suara penyiar terdengar jelas.

Wajah Fiony memerah. Tanpa berkata apa-apa, dia segera mengubah saluran radio itu ke stasiun lain yang justru menyetel lagu romantis. Freya menatap ke luar jendela, mencoba mengabaikan situasi canggung itu. Mereka berdua hanya bisa pasrah dan diam-diaman di mobil.

Sesampainya di rumah Jessi, mereka melihat Jessi sudah menunggu di teras. Jessi terlihat bingung melihat Freya dan Fiony yang diam-diaman, padahal sebelumnya di telepon mereka ramai sekali.

"Hey, kok diem? Habis ciuman yaa?..." tanya Jessi dengan nada mengejek sambil menyambut mereka.

Freya dan Fiony saling pandang sejenak, lalu menjawabnya dengan nada kesal dan malu. "Apasih!?..., kita cuma kecapean aja."

Jessi mengangkat alis, tidak sepenuhnya percaya, tapi memutuskan untuk tidak mendesak. "Hmm..sus....Yaudah ayo masuk, gua udah lagi main Nintendo."

Mereka masuk ke dalam rumah Jessi dan duduk di ruang tamu. Freya dan Fiony mulai ikut bermain Nintendo bersama Jessi untuk mencairkan suasana, dan perlahan tapi pasti, mereka mulai merasa lebih nyaman.

"Sumpah, kalian harus denger cerita gue tentang kejadian lucu di kampus tadi," kata Jessi, membuka obrolan dengan cerita-cerita konyol yang membuat mereka tertawa.

Freya dan Fiony merasa sedikit lega, suasana canggung mulai menghilang. Mereka menikmati waktu bersama Jessi, mengobrol, makan jajanan, dan menertawakan hal-hal konyol. Namun, di balik tawa itu, ada momen-momen gengsi di mana Freya dan Fiony saling mencuri pandang, berusaha menutupi perasaan canggung mereka.

"Fre, coba liat meme yang gua kirim tadi," kata Fiony, berusaha mengalihkan perhatian dari rasa canggung dengan nada sok biasa.

Freya mengambil ponselnya dan melihat meme yang dimaksud. "Haha, lucu juga," balasnya dengan senyum tipis, masih merasa sedikit canggung.

Jessi memperhatikan mereka dengan pandangan curiga tapi memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut. Hari itu mereka lalui dengan penuh tawa dan kebersamaan, meskipun sedikit gengsi dan canggung masih terselip di antara Freya dan Fiony.

Setelah beberapa saat, Fiony mulai sibuk bermain game di ponselnya. Ia sangat fokus hingga tak menyadari lingkungan sekitarnya. Melihat kesempatan ini, Jessi memutuskan untuk menggali lebih dalam.

"Freya, bantuin gua ambil sesuatu di dapur dong," kata Jessi dengan nada pura-pura.

Freya mengikuti Jessi ke dapur. Begitu mereka sampai di sana, Jessi berbisik, "Kalian berdua berantem lagi atau kenapa? Kalian kayak gak biasa deh."

Freya menghela napas dan memutuskan untuk jujur. "Gak, kita gak berantem. Sebenarnya, kita baru aja ngobrolin tentang perasaan kita. Semalam, ada kejadian yang bikin kita canggung."

Jessi menatap Freya dengan mata terbelalak. "Perasaan? Maksud lu...?"

Freya mengangguk pelan. "Iya, gua sempat hampir cium Fiony semalam dan dia nyadar. Gua takut dia mulai gak nyaman sama gua."

Jessi terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi tersebut. "Wah, itu rumit. Jadi kalian berdua sekarang canggung gara-gara itu?"

"Iya," jawab Freya, matanya menunjukkan kekhawatiran. "Gua gak tahu harus gimana. Gua gak mau kehilangan dia sebagai sahabat, tapi gua ngerasa gua udh ga pantes jadi sahabatnya."

Jessi menghela napas panjang. "Denger, Fre. Yang penting kalian harus jujur sama diri sendiri dan satu sama lain. Kalo memang ada perasaan lebih, ya diomongin. Tapi jangan paksa dia juga, kasih dia ruang. Coba deh ngobrol lebih santai, mungkin nanti ada solusinya."

Freya mengangguk, merasa sedikit lega mendapat saran dari Jessi. "Thanks, Jess. Gua bener-bener gak tahu harus gimana tanpa lu, Thank ya bro..."

Jessi tersenyum, menepuk bahu Freya. "Santai aja. Gua selalu ada buat kalian berdua."

Mereka kembali ke ruang tamu, di mana Fiony masih asyik bermain game. Freya dan Jessi saling pandang dan tersenyum kecil, lalu bergabung kembali dengan Fiony, berusaha membuat suasana lebih ringan dan nyaman.

What are we?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang