The Reverse Jump

6 2 0
                                    

Keesokan paginya, gue terbangun dengan perasaan segar. Matahari pagi menyinari kamar gue, memberikan semangat baru. Gue segera bersiap-siap dan menuju lab. Carlos sudah ada di sana, menunggu dengan secangkir kopi di tangannya.

"Kita harus menyelesaikan ini hari ini," kata gue dengan semangat baru. "Gue nggak mau kita terjebak dalam lingkaran waktu lagi."

Kami melanjutkan pekerjaan kami, lebih bersemangat dari sebelumnya. Setiap langkah diambil dengan hati-hati, dan setiap keputusan dipikirkan dengan matang. Waktu berlalu, dan kami semakin dekat dengan solusi yang kami cari.

Tiba-tiba, alarm di lab berbunyi. Gue dan Carlos saling berpandangan dengan cemas. "Ada apa lagi sekarang?" tanya Carlos.

Kami bergegas ke arah mesin utama dan melihat ada indikasi peningkatan energi yang tidak wajar.

"Kita harus segera menstabilkan medan energi ini sebelum semuanya meledak lagi," kata gue dengan panik.

Kami bekerja dengan cepat, mencoba menstabilkan mesin. Keringat mengucur di dahi gue, dan jantung gue berdebar kencang. Tangan gue bergetar saat gue menekan tombol-tombol dan memutar kenop-kenop, berharap setiap gerakan bisa membantu menenangkan mesin yang mengamuk. Suara mesin berderak semakin keras, getarannya terasa sampai ke lantai tempat kami berdiri.

Carlos berusaha memeriksa layar monitor, mencari tahu apa yang salah. "Lucas, tingkat energinya masih naik! Kita harus menurunkan tekanannya sebelum semuanya meledak!" teriaknya.

Gue mengangguk, mencoba tetap fokus meski panik. Gue melihat ada satu kenop yang belum gue putar, dan dengan penuh harapan gue melakukannya. Sedikit demi sedikit, getaran mulai mereda dan suara mesin perlahan-lahan berkurang. Cahaya merah dari alarm mulai berubah menjadi hijau.

Akhirnya, setelah beberapa menit yang terasa seperti seabad, kami berhasil menstabilkan medan energi.

Gue menghela napas lega. "Gue harap ini bekerja dengan benar."

Carlos tersenyum, wajahnya penuh keringat dan kelelahan, tapi matanya bersinar dengan kemenangan. "Ya, semoga saja."

Kami berdiri di sana, memandang mesin yang sekarang tenang, merasakan beban besar terangkat dari pundak kami. Gue merasakan campuran rasa lega dan kepuasan, mengetahui bahwa kami sudah melakukan segala yang bisa kami lakukan.

"Ayo kita periksa semuanya sekali lagi, untuk memastikan nggak ada lagi kejadian aneh," kata gue, mencoba menjaga semangat kami tetap tinggi. Carlos mengangguk setuju, dan kami kembali bekerja.

Kami menghabiskan beberapa jam berikutnya memonitor mesin, memastikan semuanya berjalan normal. Setiap indikator menunjukkan stabilitas yang kami harapkan. Setelah yakin tidak ada lagi masalah, kami akhirnya bisa bernapas lega.

"Sepertinya kita benar-benar berhasil kali ini," kata Carlos dengan senyum lelah tapi puas.

Gue mengangguk. "Ya, tapi jangan lengah. Gue gak mau kejadian kayak tadi terulang."

Hari itu, kami merayakan keberhasilan kecil kami dengan makan siang di kafe favorit. Kafe ini punya suasana yang nyaman dengan aroma kopi yang menguar di udara dan suara musik jazz yang mengalun pelan. Kami duduk di sudut ruangan dekat jendela, di mana sinar matahari masuk hangat melalui kaca, memberikan sentuhan keemasan pada setiap sudut kafe.

"Kayaknya ini pertama kali kita bisa makan siang dengan tenang setelah sekian lama," kata Carlos sambil menyandarkan diri di kursinya, terlihat lebih rileks dari biasanya.

Gue tersenyum dan mengangguk. "Iya, gue ngerasa kayak lagi mimpi."

Kami memesan makanan favorit—Carlos dengan sandwich ayam panggang dan gue dengan burger keju. Dan tentu saja, dua cangkir kopi hitam untuk menambah semangat. Saat makanan tiba, kami langsung menyantapnya dengan lahap, menikmati setiap gigitan sambil berbincang-bincang ringan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TIME : Viagem ao ContrárioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang