0.13

507 60 7
                                    

Sudah terhitung 3 hari dari kejadian lelaki yang bernama Hamza itu mendekati Awan. Dan tak ada satu hari pun yang ia lewati untuk menggoda Awan di tengah-tengah jadwal kuliah mereka.

Elang juga sudah dapat informasi tentang lelaki itu dari Mahes. Dan sepertinya memang tidak ada yang mencurigakan darinya untuk saat ini. Namun tetap saja. Elang rasa ia harus tetap waspada dalam menjalani tugasnya untuk menjaga anak dari atasannya itu. Mengingat ia pernah lengah sebelumnya. Tentunya kejadian itu tidak akan terulang lagi untuk yang kedua kalinya.

Sebenarnya Elang merasa bingung. Entah kenapa akhir-akhir ini sifat Awan sangat berbeda kepadanya. Awalnya ia pikir itu hanya karena perubahan mood Awan saja yang terlalu sensitif. Akan tetapi yang Elang ingat, biasanya itu hanya terjadi sebentar dan setelahnya sifat Awan akan kembali membaik. Namun sekarang ia masih tetap di abaikan. Bahkan Awan sangat ketus kepadanya kala setiap kali bertanya.

Ya, seperti malam ini, Awan malah lebih sibuk memainkan handphone nya daripada belajar dengan nya seperti biasa.

"Awan??" panggil Elang.

Namun remaja tanggung itu enggan menghiraukan panggilannya.

Elang berdiri dari kursi belajarnya. Lalu mendekati Awan yang tengah berbaring dengan posisi tengkurap di ranjang nya, sambil memainkan benda pipih bersegi panjang itu.

"Awan?!" panggilannya lagi. Kini dengan di sertai sentuhan pada pundak sempit pemuda bernama Awan itu.

"Hmmm" jawab nya dengan tak menolehkan pandangannya sedikitpun.

"Lihat saya kalo saya sedang berbicara!" ucap Elang sedikit tegas. Sifat pemimpinnya nya keluar.

"Apa sih?" akhirnya Awan menatap Elang dengan wajah ketusnya.

"Kamu ini kenapa sih?, akhir-akhir ini selalu menghindari saya?"

"Gue gak papa"

"Saya bingung dengan sikap kamu Awan"

"Loh, harusnya lo gak usah bingung sama hal kayak gitu dong. Tugas lo kan cuman jagain gue kan?. Artinya gue gak harus selalu bersikap ramah dan perhatian sama lo" Kini Awan mengganti posisinya menjadi duduk dan menatap Elang dengan tajam.

Sialnya lelaki berpangkat Mayjend itu tak dapat menjawab apa-apa. Karna yangg di katakan Awan adalah benar. Bukan kewajiban Awan untuk mengistimewakan kehadirannya. Toh juga saat awal mereka bertemu pun sifat Awan memang seperti ini. Mungkin sifat baiknya kemarin hanya karna ia merasa berterimakasih karena Elang sudah menyelamatkan hidupnya. Di tambah lagi, ingatan Awan yang kembali saat kejadian itu. Maka wajar saja jika Awan sedikit bersikap lembut kepadanya.

"Yasudah, lakukan apa yang kamu mau" Elang berbalik. Lalu melangkah mendekati pintu untuk kemudian keluar dari kamar mereka, meninggalkan Awan yang masih menatap kepergian Elang dengan debaran jantung yang tak menentu.

⚛》》》》》◆《《《《《⚛

Elang berjalan sambil sesekali kakinya menendang krikil yang ada di jalan. Lalu ia memutuskan untuk pergi ke kamar Sekuriti tempat Mahes beristirahat.

Entah kenapa kini nasib Elang terlihat seperti seorang suami yang di usir oleh istrinya usai bertengkar.

Tok tok tok

Elang mengetuk pintu kamar Mahes. Karna sepertinya pintu itu telah di kunci oleh sang empunya kamar.

Tak lama pintu pun di buka. Menampilkan wajah lelah Mahes dengan rambut acak-acakannya.

Mayjend Elang (Nomin) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang