0.14

656 62 3
                                    

Hari minggu ini Elang dan juga Awan tidak berencana pergi kemana-mana. Kemarin setelah pulang dari cafe, mereka pergi ke perpustakaan. Biasa lah, anak-anak berprestasi dan ambisius seperti Awan pasti selalu pergi ke sana, entah untuk sekedar membaca buku. Atau membeli buku yang sebelumnya belum ia punya. Yang lainnya hanya ikut saja kemana pun ia pergi.

Sebenarnya dulu selain suka belajar dan membaca buku yang berbau ilmu kedokteran Awan sangat menyukai novel. Akan tetapi ia berhenti membaca saat duduk di kelas 2 SMA semester 2. mungkin karna ia ingin lebih fokus ke pelajaran. Mengingat waktu masuk ke kuliah semakin cepat.

Saat hendak pulang ke asrama di sore hari. Jakarta di guyur hujan cukup deras kala itu. Dan sayangnya mereka malah menggunakan motor. Elang menggunakan motor Haikal. Dan Awan yang di jemput oleh Hamza dengan motor pula. Oh ya, Hamza memang tidak tinggal di asrama. Ia memilih tinggal di apartemen. Sudah jelas sekali kalau dia ini anak orang kaya.

Kembali lagi ke topik cuaca, padahal tadi siang cuacanya masih sangat cerah. Kenapa sekarang malah hujan?. Cuaca di Indonesia memang sangat sulit untuk ditebak. Sesulit Elang menebak perasaannya sendiri.

Karna hujan tak kunjung reda, akhirnya Awan memutuskan untuk menerobos dinginnya air hujan itu. Dan ya, sekarang ia tengah demam karna kesalahannya sendiri yang tak ingin bersabar menunggu hujan reda.

Masalahnya bukan hanya demam, Awan akan sangat manja ketika sakit seperti ini. Ia akan mengigau dan merengek seperti bayi. Oleh karna itu ia akan terbangun dengan rasa malu saat sakitnya sudah sembuh.

"Eungghh hiks"

Okey, sepertinya si bayi besar sudah mulai merengek karna rasa panas dan pusing di kepalanya.

Elang yang mendengar itu pun, kemudian mendekat ke arah Awan. Terlihat pemuda yang tengah memejamkan matanya dengan alis yang berkerut dan pelipisnya yang di penuhi keringat, serta suara rengekan dari bibir mungil itu yang membuat Elang salah fokus.

"Awan?" panggil Elang sambil tangannya yang menyentuh kening Awan.

"Astaga, kamu demam Awan"

Elang dengan segera memeriksa kotak P3K yang selalu di sediakan Awan di laci pinggir kasurnya. Untuk saja ada obat penurun demam di sana. Sebelumnya Elang mengambil termometer. Untuk setelahnya di simpan di perpotongan bibir Awan.

"Huhh~ 29°"

"Sepertinya kamu harus makan dulu"

Elang pun hendak pergi ke luar untuk membelikan Awan bubur. Namun sebelum ia beranjak dari kasur Awan. Pemuda yang lebih kecil darinya itu malah menarik tangan Elang.

"Hikss, Kak Jendral. Jangan tinggalin aku!" rengeknya lagi.

"Iya Awan, saya di sini" jawab Elang, sambil menggenggam tangan mungil itu dengan kedua tangan kekarnya.

Elang melihat perbedaan tangan mereka. Entah mengapa tangan Awan terlihat sangat pas di genggamannya. Sangat mungil dan juga lembut. Tidak seperti tangan laki-laki pada umumnya.

"Awan, saya harus ke bawah. Kamu harus sarapan untuk minum obat"

"Nggak, jangan pergiii hiks, jangan pergi kak Jendra"

Melihat Awan yang semakin menangis dan tak ingin ditinggalkan olehnya, Elang pun memutuskan untuk meminta bantuan Mahes untuk membeli bubur ke depan gerbang kampus.

Syukurnya Mahes mau membantunya setelah di sogok akan di belikan semangka oleh Elang.

Saat Elang tengah mengechat Mahes. Tiba-tiba Awan bergerak dan melepaskan pakaiannya. Yaa, kebiasaannya memang tertidur tanpa mengenakan apa-apa. Seharusnya Elang sudah terbiasa akan kebiasaan Awan yang satu ini. Tapi ia tetap saja terkejut dan selalu terkesima akan tubuh Awan yang sangat mulus. Seperti perempuan.

Mayjend Elang (Nomin) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang