"Sosok Iblis memang tidak bisa membawamu ke surga, tetapi dia bisa membawakan surga untukmu."
-Demon Sword of immortality
***
Bunyi nyaring dari dentingan pedang beradu menggetarkan bumi Charleston yang sudah rata akibat di borbardir serangan terus-menerus dari pihak lawan. Satu-persatu Kstaria terbaik kekaisaran Charleston gugur dengan pedang yang menancap tepat di dada mereka.
Tak terkecuali sang kaisar yang juga tengah menahan sakit akibat lengannya yang terkena goresan pedang. Napasnya terengah-engah dengan keringat yang terus bercucuran di pelipisnya.
"Sepertinya pedang itu mengandung racun," gumam sang kaisar dengan tatapan tak lepas dari prajurit lawan yang tampak semakin membabi buta melakukan penyerangan. Walaupun luka gores dan tikaman terlihat di sekujur tubuh para prajurit tersebut, namun tenaga mereka seperti tidak terkuras sama sekali bahkan yang terjadi justru sebaliknya, mereka semakin kuat dan terus menyerang secara brutal.
"Kekuatan macam apa yang mereka miliki?" Banyak tanda tanya muncul di benak sang kaisar.
Awalnya semua baik-baik saja di malam pengangkatan permaisuri baru Charleston kedua setelah permaisuri terdahulu meninggal dunia. Sorak-sorai kebahagiaan masih terdengar nyaring sebelum suara langkah kaki ratusan ribu orang terdengar membuat suasana yang semula di selimuti kebahagiaan menjadi tenggelam dalam kegelapan.
Segerombolan manusia yang entah berasal dari mana tiba-tiba menyerang kekaisaran Charleston. Dengan pedang berpendar hitam yang berada tangan mereka masing-masing, bumi Charleston dengan mudah di ratakan.
Mereka tidak memiliki pemimpin, bahkan penampilan mereka terlihat sama dengan bawahan hitam dan atasan putih bercorak macan. Mereka memiliki warna mata yang seluruhnya berwarna putih dan kalimat yang selalu mereka lantunkan yaitu 'Charleston mati!'.
Pasukan kstaria Charleston tidak dapat melawan kekuatan mereka yang seperti tidak memiliki kelemahan. Semakin mereka menusuk dan memberi tikaman, maka semakin kuat pula perlawanan yang mereka terima. Hal itu membuat Charleston berada di titik kekalahan telak.
Cyril Adelion Charleston, Kaisar dengan mata hijau zamrud itu menatap sekeliling di mana para mayat pasukannya sudah tergeletak mengenaskan. Matanya juga menangkap tubuh sang permaisuri baru yang tergeletak dengan pedang hitam tertancap di dadanya.
Delion memejamkan mata dengan semakin mengeratkan genggaman pada pedang Phoenix miliknya. Saat membuka mata kembali, Kilauan hijau zamrud miliknya terlihat mengerikan dengan darah yang mengucur keluar seperti air mata dari kelopak mata indah itu.
Delion terbatuk hingga mengeluarkan darah segar yang langsung membasahi dagunya. Tangan kekar sebelah kirinya terangkat untuk mengelus telinganya yang juga mengeluarkan darah. Seluruh tubuhnya seperti mati rasa dan perlahan jiwanya seperti di renggut paksa oleh sesuatu.
Sadar bahwa waktunya tidaklah banyak, Delion menatap sebentar perkelahian tidak seimbang antara pasukan lawan dengan pasukannya sebelum pergi meninggalkan area yang sudah menjadi lautan darah itu.
Ia membawa langkah lebarnya menuju perbukitan Charleston tanpa memedulikan keadaannya yang sudah sangat sekarat. Jubah putih miliknya yang terkena noda darah berkibar membuat siapapun yang melihatnya pasti merasakan ketakutan.
"Aku mohon tuhan, sekali ini saja bantu aku," Delion mempercepat langkahnya tatkala pandangannya yang kabur menangkap sesosok pria dengan anak kecil di gendongannya.
"Yang mulia!"
Sosok pria itu mendekat dan langsung menangkap tubuh Delion yang sempat akan terjatuh menuju jalan bukit yang miring.
"Ada apa denganmu, Yang mulia? Bagaimana dengan keadaan Charleston?" Pria itu mengalihkan pandangan ke bawah bukit yang hanya terlihat asap berwarna cokelat.
"Kita sudah kalah, Fedrin! Sudah kalah." balas Delion lirih. Ia memejamkan matanya dan darah segar kembali mengucur dari balik kelopak indahnya.
"Ayah," Panggilan dengan nada ketakutan itu membuat Delion tersenyum. Anak yang di bencinya karena telah memisahkannya dengan mendiang sang istri. Anak yang selalu di abaikan olehnya dan anak yang bahkan setiap harinya selalu ia jejalkan dengan pelatihan militer yang setara dengan orang dewasa kini akan menjadi satu-satunya harapan yang ia punya.
"Karl Manuel X. Charleston," Delion memberikan pedang Phoenixnya yang sudah berlumuran darah dengan tangan gemetar. "Bawa ini dan pergilah ke tempat yang jauh, tapi ingat kau harus kembali untuk membangun kekaisaran Charleston. Kau harus berjanji padaku!"
Karl kecil menatap pedang ayahnya yang sudah berada di tangannya kemudian mengangguk kecil. Dia ingin menangis tapi ayahnya selalu melarang hal itu, jadi dia hanya bisa terdiam dengan kepala menunduk.
"Fedrin, jaga dia dan buat dia tumbuh menjadi pria hebat." Kini, Delion berpesan pada sahabatnya sekaligus tangan kanannya. Dia tidak bisa percaya kepada siapapun sekarang terlebih atas penghianatan ibunya yang keji.
"Tapi yang mulia-"
"Ini perintah! Lakukan dan pergi! Tidak lama lagi mereka akan datang ke bukit ini." tegas Delion.
Fedrin tak punya pilihan lain. Ia bangkit dengan Karl di gendongannya kemudian berlalu pergi dengan berlari.
Kepala Karl menyembul di balik bahu lebar Fedrin hanya untuk menatap ayahnya yang sudah menjatuhkan tubuhnya di atas tanah. Kilatan hijau terlihat di mata indahnya sebelum ia bersumpah di dalam hati.
"Ayah, aku bersumpah atas tanah Charleston bahwa aku akan kembali dan membangun kemegahan juga kesuciannya. Ini sumpah dari Karl Manuel X. Charleston."
_o0o_
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
DEMON SWORD OF IMMORTALITY
FantasiaPLEASE BE WISE AS A NEW READER!! "A devil cannot take you to heaven, but he can bring heaven to you." --HanySenandy Pembantaian pada malam pengangkatan permaisuri baru Charleston menjadi awal mula kehancuran kekaisaran terbesar sepanjang sejarah. Pe...