// Flashback
2 tahun yang lalu...
Terik matahari yang menyengat buat siapa saja yang ada di muka bumi ini ingin menghindar bersembunyi, pun bagi seorang Mahagita yang sejak tadi mengeluh kepanasan. Bulir-bulir keringat yang bercucuran semakin tidak menolong. Tak hanya itu, rambutnya pun sudah lepek tidak paripurna seperti pagi tadi.
Namun inilah kota Jakarta.
Padahal sejak pagi tadi Mahagita sudah bersusah payah untuk merias penampilannya, meningkatkan rasa percaya dirinya sebab ia tahu bahwa wajahnya yang pada dasarnya memang cantik dan rupawan saja tidak cukup. Tapi tetap saja kan kalau sudah berkeringat karena terik matahari rasanya semuanya luntur.
Ah kalau sudah begini rasanya Mahagita ingin pulang ke kota asalnya yang sejuk, meskipun saat ini kota asalnya itu sudah cukup padat penduduk dan tidak sesejuk saat ia masih kecil namun, setidaknya tidak sepanas kota Jakarta dengan polusi yang bisa membuat wajahnya kapan saja bisa jerawatan.
"Cape banget." keluhnya setelah ia sampai di koridor busway.
"Gini amat ya nyari kerjaan jaman sekarang susah banget." lanjutnya mengeluh bersungut-sungut sambil melirik jam di tangannya, kemudian tidak lama dari situ bus yang ia tunggu akhirnya datang.
Okay Mahagita sedikitnya mungkin harus bersyukur, setidaknya untuk saat ini. Bagaimana tidak, bus yang biasanya berdempetan diisi dengan manusia-manusia kelelahan kini hanya diisi oleh beberapa orang termasuk Mahagita, jadi AC bus menolong Mahagita yang kegerahan.
Maklum ini tengah hari yang mana termasuk jam kantor, sudah pasti transportasi umum jauh lebih lenggang.
Satu jam perjalanan Mahagita akhirnya sampai pada sebuah kost-kostan yang bangunannya 4 lantai dengan fasilitas yang hampir sama seperti apartemen sehingga ia harus merogoh kocek yang lumayan untuk tinggal disini.
Hari ini mungkin dewi fortuna masih belum belum berada dipihaknya karena interview yang dihadiri Mahagita sejak pagi belum membuahkan hasil.
'Nanti kami hubungi lagi 2 minggu kedepan.'
Halah basi.
Mahagita sudah tahu kalau jawaban seperti itu adalah kecil kemungkinan untuknya bisa lolos ke tahap berikutnya.
Stressnya menjadi-jadi memikirkan kalau sewa kostnya akan berakhir dalam 3 bulan terakhir dan jika Mahagita tidak melanjutkan pembayaran maka tamatlah riwayatnya yang pasti akan ditendang dari hunian yang sudah sejak lama ia tinggali selama tinggal di Jakarta.
Mahagita menekan pelipisnya, memikirkan kalau kebutuhan sehari-harinya pun harus dipenuhi. Selain itu ia memiliki tanggungan yang besar saat mengingat orang tuanya.
Ya Tuhan bukan jiwanya saja yang sekarat tapi keuangannya juga ikut sekarat.
"Muka lo kusut banget gue liat-liat."
Mahagita langsung menoleh kaget kala sahabatnya, Jinara yang kebetulan satu kost dengannya menyapa dengan santai.
"Jelly astaga lo ngagetin udah kaya setan di tengah hari bolong gini." Tunggu, awalnya Mahagita sering protes karena panggilan nama sahabatnya itu.
"Kenapa Jinara jadi dipanggil Jelly sih? lo lebih cocok jadi kembaran harimaunya si Alshad yang youtuber itu."
"Siapa njing?" Jelly bertanya dengan bersungut-sungut, tidak terima disamakan dengan harimau.
"Jinora."
"Bangsat lo Gi."
"Muka lo kusut kaya keset."
KAMU SEDANG MEMBACA
SENANDUNG AKSARA
Fanfictiondigores dengan tinta luka, senandungnya mengoyak jiwa