3. Lembaran Aksara

122 28 5
                                    

Jari tangannya mengetuk-ngetuk konstan meja, matanya yang sehitam jelaga menatap tajam sebuah bangunan yang begitu tinggi menjulang disebrang sana dengan logo huruf kapital T.

Tanoewidjaja Group.

Siapa sih yang tidak mengenal nama itu di Indonesia?

Sebuah perusahaan terkemuka yang bergerak khusus di bidang pengembang properti yang didirikan Adiguna Tanoewidjaja sejak tahun 70a-an, digadang-gadang akan semakin memperluas sayapnya di Asia.

Bibirnya berdecak-decak, tidak heran sebab semua manusia disana penuh dengan ambisi untuk mencapainya.

Termasuk dirinya, seorang Aksara Dilembar Putih Tanoewidjaja.

Siapa sangka kalau ia adalah putra kedua dari Mandala Tanoewidjaja, pemilik Tanoewidjaja Group saat ini setelah kakeknya meninggal 3 tahun lalu. 

Sayangnya untuk sekarang ini ia harus menelan pil pahit, memisahkan dirinya yang terbuang sebab pilihan masa lalunya yang ditentang sang ayah dengan penuh murka, tidak diizinkan untuk berada disana.

Harga dirinya sempat carut marut, untungnya masih ada sang kakek dari pihak ibu yang memberinya kepercayaan untuk memimpin salah satu anak perusahaan dari Abadi Group, di bidang industri manufaktur dalam sektor industri Dasar dan Kimia yaitu PT. Semen Putih yang dibutuhkan untuk bahan pembangunan.

Aksara akan terus berusaha demi mendapatkan pengakuan dari sang ayah dan ia layak berada di tempat yang sama. Dengan segala usahanya, tidak seperti kakak kandungnya yang pekerjaannya hanya menjilat sang ayah.

Tangannya mengepal kuat, sorot matanya menggelap saat kebencian kembali menerjangnya seperti ombak.


&&&


"Masuk."

Aksara mendongak saat sekretarisnya membuka pintu dan berjalan mendekat sambil mengelus tangannya merasa sungkan. "Hehe Pak."

"Ck, duduk kamu."

Sekretarisnya mengangguk dan menarik kursi. "Jadi bagaimana, serius kamu mau resign?" tanya Aksara dengan tangannya yang masih sibuk membubuhkan tanda tangan di tumpukan berkas.

"Iya Pak, saya tidak bisa meninggalkan istri saya yang sedang mengandung besar lalu orang tua sedang sakit keras." gumamnya. "Saya minta maaf."

Aksara menghela pendek lalu menutup berkasnya. "Padahal saya senang dengan cara kerja kamu selama ini, tapi mau bagaimana lagi." ungkapnya lalu menatap sekretarisnya. "Nanti disana kamu kerja apa?"

Sekretarisnya itu mengangguk kecil. "Ayah saya punya usaha ikan di pasar yang sudah cukup maju Pak, nanti saya yang akan meneruskannya."

"Kamu yakin?"

"Tentu, mau bagaimanapun usahanya nanti jatuh juga ke saya juga Pak, kakak saya perempuan sudah ikut suaminya di luar pulau lebih susah untuk mantau." kelakarnya.

Aksara mengangguk pelan. "Okay, kalau kamu butuh bantuan atau pekerjaan lagi kamu bisa hubungi saya langsung."

"Terimakasih Pak, terimakasih atas semua bantuan yang bapak berikan selama ini ke saya."

"Bukan masalah besar, kamu pekerja keras. Kamu layak mendapatkannya." ujar Aksara lalu menumpu kedua tangannya di meja. "Tapi bagaimana untuk pengganti kamu?"

"Oh iya saya tadi sudah bicara dengan orang HR katanya ada kandidat yang cocok, perempuan."

"Okay tidak masalah." gumam Aksara meskipun sedikit menimbang. "Sudah di interview sama orang HR? Kapan dia masuk?"

SENANDUNG AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang