02. Bertemu Kembali

164 19 3
                                    

★ ِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم ★

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

★ ِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم ★

"Tiada yang istimewa dalam diriku. Aku hanyalah pendosa yang aibku ditutupi oleh Allah SWT."

- Haidar Aghaifarzan Al-Ghifari -

. . . . .

Matahari yang muncul di sebelah timur yang memancarkan dan menerangi bumi. Seorang gadis yang baru saja melaksanakan sholat Dhuha dan tak lupa di tangannya yang tengah menggenggam tasbihnya. Ia kini sedang melakukan zikir.

"Subhanallah, subhanallah, subhanallah..."

Ia melakukan zikir hingga pukul 08.30, setelah selesai berdzikir ia membereskan mukenah dan sajadah nya, lalu ia turun dari kamarnya untuk sarapan.

Pertama Rifdah lihat adalah kedua orang tuanya yang sudah duduk di tempat meja makan.

"Selamat pagi, bun, yah."

"Pagi juga sayang." jawab keduanya bersamaan.

Rifdah celingak celinguk mencari kakak nya yang tidak ada.

"Abang mana bun?"

"Belum turun dia, katanya lagi mau siap-siap ke kampus."

"Lah berarti enggak ikut nganterin Rifdah ke pesantren dong bun?"

"Enggak"

Rifdah yang mendengar itu mengerucutkan bibirnya lalu duduk di tempat meja makan yang berhadapan dengan ayah bundanya.

Yang baru saja dibicarakan langsung muncul dari tangga. Panjang umur. Zai menuruni anak tangga sambil membawa tas nya yang di sampirkan di bahu nya.

"Selamat pagi, bun, yah."

"Pagi juga bang." jawab keduanya bersamaan.

Zai yang mendengar itu langsung duduk di tempat meja makan dan duduk di samping kursi Rifdah.

"Bang, abang enggak nganterin Rifdah ke pesantren?" tanya Rifdah sambil mengerucutkan bibirnya. Zai yang melihat itu gemas dan mencubit pelan ujung hidung mancung milik Rifdah.

"Maaf ya dek, abang ga bisa ikut soalnya abang ada dadakan kelas pagi."

"Hm, ya udah deh gapapa."

Zai melihat itu terkekeh kecil lalu ia mengusap kepala adeknya yang tertutup dengan khimar nya.

"Makan dulu, nanti aja ngobrol nya." ujar Kinan.

"Iya bun." jawab keduanya bersamaan.

Rayyan yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya.

HAIDARIFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang