Ruang Laboratorium Khusus

103 9 4
                                    

"Kalian tadi sempat ke ABTT?"

Udara malam sejuk menusuk tulang. Bintang tidak terlihat, mendung. Mungkin segera hujan.

Hutan di bawah sana gelap. Hanya terlihat sedikit dari samar-samar cahaya rumah-rumah balon yang berdiri tegak di tengah hutan.

Vey ikut bergabung dengan Ily dan Seli yang menatap cahaya rembulan di langit sana.

"Tidak sempat, Bu. Lebih tepatnya tidak, kami ingin segera pulang saja. Kami mendengar...." Seli terdiam karena Ily menyikut lengannya.

"Mendengar obrolan keluarga Raib." Ily melanjutkan dan menatap Seli yang tersenyum paksa.

Vey mengerutkan dahi. Tidak mengerti.

"Tadi Raib susah sekali berpisah dengan kedua orang tuanya----"

"Bukannya Mata sudah menjadi cairan hijau? Juga Tazk katanya dibakar Seli----" Vey refleks menutup mulutnya.

Demi mendengar itu, Seli yang sedang mengunyah snack pedas langsung tersedak.

"Maaf, Seli!" Vey berseru langsung memeluk Seli.

Wajah Seli murung menahan air matanya karena teringat kejadian beberapa tahun lalu.

Ily menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Susah payah Ily membujuk Seli agar mood-nya membaik.

"Tidak apa-apa. Yang berlalu biarlah berlalu. Masa lalu yang kelam tidak perlu di sedihkan lagi. Aku dan Raib juga sudah berdamai." Seli tersenyum menutup rasa sedihnya.

Vey melepaskan pelukan lalu mengusap air mata Seli yang turun setetes.

"Maafkan Ibu yang malah mengingatkan itu, Seli. Ibu tidak bermaksud, sungguh."

Seli masih tersenyum dan balas memegang bahu Vey. "Tidak apa, Bu. Sudah, jangan diperpanjang."

Vey balas tersenyum hangat.

***

Mentari pagi menyapa kota Tishri di klan Bulan itu. Orang-orang sedang bersarapan dan beberapa mulai beraktivitas pagi.

Ini hari libur. Keluarga kecil itu lengkap terduduk di bangku meja makan dengan tiga orang petualang dunia paralel. Mereka semua sedang sibuk menyantap makanan yang berada di dalam mangkok----berbentuk sepatu----masing-masing.

"Bagaimana desain baju baru paling modern tahun ini yang akan Ilo pamerkan lusa?" Ali memecah hening meja makan.

"Banyak sekali yang penasaran ternyata. Jika kamu ingin melihat fisik desainnya, itu masih rahasia Ali. Tapi, jika kamu ingin tau teknologinya, itu sama seperti baju klan Bintang. Bedanya, aku hanya bisa membuatnya berubah motif saja, dan motifnya terbatas hanya ada belasan motif berbeda yang aku masukkan. Kamu mungkin tau bentuknya tanpa harus melihat langsung, bukankah begitu, Ali?" Ilo tertawa ringan.

Ali hanya mengangguk pelan. Wajahnya terlihat kusut karena tidak dibolehkan Ilo untuk melihat langsung bentuk baju desain barunya.

"Aku hanya bercanda, Ali. Kalian boleh melihatnya langsung di kantor ku. Kalian bertiga lah yang menginspirasi ku."

Demi mendengar itu, Ali berseru riang. Ia tersedak makanan.

Semuanya tertawa melihat Ali.

"Kak Ali, kalau makan itu nggak boleh sambil bicara kata ibu." Ou dengan suara gemesnya ikut tertawa melihat Ali.

Bumi Series FanFic : SeLy love storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang