Bab 03

16 5 0
                                    

Malam yang sunyi di kediaman keluarga Sadewa terganggu oleh suara pintu yang dibanting keras. Lingga Sadewa, pria paruh baya dengan wajah penuh wibawa, masuk ke dalam rumah dengan langkah cepat. Wajahnya memerah oleh amarah, dan setiap orang yang berada di rumah tahu untuk tidak mengganggunya saat ia dalam suasana hati seperti itu.

Lingga langsung menuju ruang belajar Liam, tanpa peduli pada staf yang menyapanya. Saat ia membuka pintu ruang belajar putranya, Liam sedang duduk dengan tenang di kursi kulitnya, memandang layar komputer.

"Liam!" seru Lingga dengan suara penuh kemarahan. "Apa yang kamu pikirkan? Menghabiskan sepuluh miliar rupiah hanya untuk menyelamatkan perusahaan yang bangkrut?"

Liam menoleh pelan, tatapannya tenang meski dihadapinya adalah sang ayah yang marah besar. "Dad, tenanglah. Aku hanya menerapkan ilmu bisnis yang selama ini aku pelajari."

Lingga berjalan mendekat, matanya menyala penuh kemarahan. "Ini bukan sekadar bisnis, Liam! Kamu menghabiskan uang sebesar itu tanpa konsultasi! Apa kamu tahu apa yang kamu lakukan?"

Liam menghela napas, mencoba meredakan ketegangan. "Dad, sepuluh miliar tidak akan membuat kita bangkrut. Aku tahu apa yang aku lakukan. Ini adalah investasi strategis. Perusahaan Adiguna memiliki potensi besar jika dikelola dengan baik."

Lingga terdiam sejenak, mencoba memahami sudut pandang putranya. "Tapi kenapa perusahaan itu? Kenapa bukan yang lain?"

Liam berdiri, mendekati ayahnya. "Perusahaan itu milik orang tua pacarku. Aku ingin memastikan masa depan mereka terjamin, dan ini juga akan memperkuat hubungan kita. Selain itu, ini adalah kesempatan bagiku untuk mempraktikkan apa yang selama ini aku pelajari tentang bisnis."

Lingga menghela napas panjang, rasa amarahnya perlahan mereda. Ia tahu bahwa putranya, meski keras kepala, selalu memiliki tujuan yang jelas dalam setiap tindakannya. "Liam, kamu harus berhati-hati. Uang bukanlah segalanya. Jangan sampai kau tertipu oleh paras perempuan yang hanya memanfaatkanmu."

Liam tersenyum tipis. "Dad, aku tahu risikonya. Tapi percayalah, Seanna bukan seperti itu."

Lingga memandang putranya dengan mata penuh kekhawatiran dan kasih sayang. "Baiklah, Liam. Aku akan membiarkanmu melanjutkan apa yang kamu mulai. Tapi ingatlah, selalu berhati-hati dan jangan biarkan emosi menguasaimu!"

Liam mengangguk. "Terima kasih, Dad. Aku akan berhati-hati."

Lingga menepuk bahu putranya dengan lembut sebelum meninggalkan ruang kerja. Ia tahu bahwa apa yang diinginkan Liam harus selalu ia dapatkan, namun ia berharap putranya tidak akan terjebak dalam keputusan yang akan disesali di kemudian hari.

Setelah ayahnya pergi, Liam duduk kembali di kursinya, merasa lega bahwa diskusi itu tidak berakhir buruk. Ia tahu bahwa perjalanannya masih panjang dan penuh tantangan, namun ia yakin dengan keputusannya.

Dengan tekad yang kuat, Liam memandang ke depan, siap menghadapi apapun yang datang. Ia tahu bahwa untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, ia harus berani mengambil risiko dan tetap teguh pada tujuannya. Dan di balik semua itu, ada Seanna, perempuan yang kini menjadi pusat dari semua usahanya.

***

Seanna keluar dari kamar, langkahnya pelan namun pasti. Hatinya masih dipenuhi kecemasan tentang masa depan keluarganya. Seorang Asisten Rumah Tangga (ART) mendekatinya dengan wajah penuh hormat. "Nona Seanna, pak Dimas ingin berbicara dengan Anda di ruang keluarga."

Seanna mengangguk dan berjalan menuju ruang keluarga, tempat papanya, Dimas Adiguna, menunggu. Ketika ia memasuki ruangan itu, ia melihat papanya duduk di sofa, tampak lelah namun tegar. Pria paruh baya itu menatapnya dengan mata penuh kasih sayang dan keteguhan.

Jerat Cinta si Cowok Red FlagTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang