Bab 04

10 4 0
                                    

Pagi itu, matahari baru saja terbit, memancarkan sinar lembut yang menerobos jendela kamar Seanna. Ia bangun dengan perasaan campur aduk, menyadari bahwa hari ini adalah awal dari sebuah komitmen yang tidak bisa ia hindari. Langkah-langkah kecilnya terasa berat saat ia menuju ruang tamu, di mana papanya, Dimas Adiguna, sudah menunggu bersama Liam.

Liam duduk di sofa dengan penuh percaya diri, senyum tipis tersungging di bibirnya. Di atas meja, terbentang sebuah dokumen perjanjian yang harus ditandatangani oleh Seanna dan ayahnya. Perjanjian itu adalah pengikat bagi mereka, memastikan bahwa komitmen mereka terhadap Liam tidak akan dilanggar.

"Selamat pagi, Seanna," sapa Liam ketika Seanna memasuki ruangan. "Aku harap kamu sudah siap untuk memulai hari ini."

Seanna hanya mengangguk, tatapannya terpaku pada dokumen di atas meja. Dimas menghela napas berat, ketika dirinya harus menuruti perintah dari seorang anak laki-laki berusia 17 tahun demi perusahaannya.

Liam membuka dokumen itu dan menggesernya ke arah Seanna dan Dimas. "Ini adalah perjanjian kita. Aku butuh kalian menandatangani ini sebagai bentuk komitmen terhadap kesepakatan kita. Jika salah satu dari kalian melanggar peraturan yang telah disepakati, kalian harus mengganti 10 miliar dalam waktu satu hari. Jika gagal, kalian akan dilaporkan ke pihak kepolisian."

Dimas menatap dokumen itu dengan pandangan serius, lalu beralih menatap Seanna. "Kita tidak punya pilihan, Seanna. Ini demi kelangsungan hidup kita."

Seanna mengangguk pelan, hatinya terasa berat. Ia mengambil pena dari tangan Liam dan dengan tangan gemetar, ia mulai menandatangani dokumen itu. Setelahnya, Dimas melakukan hal yang sama, menandatangani dengan tegas.

Liam mengamati mereka dengan penuh kepuasan. "Bagus. Sekarang semuanya resmi."

Setelah dokumen itu ditandatangani, Liam menyimpannya kembali dalam tas kulitnya. "Sekarang, kita bisa berangkat ke sekolah. Ayo, Seanna," ajaknya dengan senyum yang tampak tulus namun penuh arti.

Seanna mengangguk dan mengucapkan selamat tinggal kepada papanya sebelum mengikuti Liam keluar. Di luar, sebuah mobil mewah sudah menunggu, siap mengantar mereka ke sekolah. Saat mereka berdua masuk ke dalam mobil, Seanna tidak bisa menahan perasaan cemas yang terus menghantuinya.

Di perjalanan, Liam mencoba mencairkan suasana. "Aku tahu ini sulit bagimu, Seanna. Tapi percayalah, aku hanya ingin yang terbaik untuk kita semua. Aku tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi padamu."

Seanna hanya terdiam, menatap keluar jendela. Ia tahu bahwa hidupnya kini berada dalam genggaman Liam, dan ia tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Namun, di dalam hatinya, ia berjanji untuk tetap kuat dan mencari jalan keluar dari situasi ini.

Mereka tiba di sekolah, menjadi pusat perhatian saat keluar dari mobil mewah itu. Para siswa berbisik-bisik, terkejut melihat Seanna yang terkenal anti sosial kini kembali berjalan berdampingan dengan Liam, pewaris keluarga konglomerat.

"Seanna, waktu istirahat nanti aku akan menemuimu kembali," bisik Liam sebelum mereka berpisah menuju kelas yang berbeda.

Seanna mengangguk, meski hatinya penuh dengan kebimbangan. Ia tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai, dan ia harus bersiap menghadapi segala rintangan yang akan datang. Dengan tekad yang kuat, ia berusaha untuk tidak menunjukkan kelemahannya, meski di dalam hatinya, ia merasa seperti terjebak dalam sebuah permainan yang tidak ia inginkan.

***

Seanna duduk di bangku paling depan, mencoba berkonsentrasi pada buku pelajaran yang terbuka di hadapannya. Namun, bisikan-bisikan di sekitar kelas tak bisa diabaikannya begitu saja. Ia tahu bahwa teman-teman sekelasnya sedang membicarakannya, menilai dan menghakiminya tanpa benar-benar mengetahui kebenaran yang terjadi.

Jerat Cinta si Cowok Red FlagTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang