Satu Tahun, Laut.

337 56 8
                                    

"Mas, boleh tolong siapkan air hangat untuk Laut? Dia sudah selesai sarapan," pinta Senja sambil mengintip dari balik sekat antara dapur dan ruang tamu, tempat Jingga sedang sibuk dalam rapat virtual di depan layar laptopnya.

"E-ee, iya iya Bu, sebentar.." jawab Jingga gugup. Dengan langkah cepat, ia berlari ke kamar mandi, menyiapkan peralatan mandi untuk Laut, dan kembali bekerja dengan baju yang setengah basah.

Senja hanya bisa menggeleng sambil tersenyum melihat kelakuan suaminya. Padahal mereka sudah sepakat semalam bahwa Jingga akan membantu mengurus Laut karena hari itu adalah hari Minggu. Namun, panggilan mendadak di pagi hari membuat rencana mereka sedikit berantakan.

Kantung mata Jingga terlihat hitam karena kurang tidur, namun senyumnya tetap terpancar, berusaha agar Senja tidak merasa bersalah. Meskipun tidak tidur semalaman karena Laut terus merengek, Jingga tetap menjalankan tanggung jawabnya dengan sepenuh hati, menunjukkan betapa besar cintanya kepada keluarga kecil mereka.

"Sudah selesai, Bu? Sini biar aku yang pakaikan Laut baju." sambut Jingga dengan hangat saat melihat Senja menggendong Laut mungil itu dengan penuh kasih sayang.

"Memangnya kamu sudah selesai, Mas? Biar aku saja, selesaikan pekerjaanmu."

"Bisa aku lanjutkan nanti," jawab Jingga dengan senyum penuh perhatian. "Aku ada waktu break 30 menit. Kamu bisa sarapan atau mandi dulu. Laut biar bersamaku. Apa boleh aku berjemur dengannya sebentar?"

Senja mengangguk, matanya mengikuti langkah Jingga yang mulai menjauh ke arah halaman belakang rumah mereka untuk menikmati matahari pagi. Dengan alunan lagu kecil dari bibir Jingga, hati Senja berkaca-kaca. Setiap hal yang dilakukan Jingga selalu menyentuh hatinya, menghadirkan rasa syukur dan cinta yang tak terhingga.

*****
Kicauan burung dan desiran angin menjadi simfoni alam yang menemani Jingga dan Laut pagi itu. Cahaya matahari yang hangat, namun tidak terlalu menyengat, menyentuh lembut kulit mereka, seolah alam sedang memeluk mereka dalam kedamaian.

"Sttttt, sayangnya Ayah, ya? Bagaimana rasanya dua hari lagi kamu akan berusia satu tahun, sayang? Senangkah kamu menjadi putra dari Senja dan Jingga?" bisik Jingga lembut pada bayi mungilnya, Laut, yang hanya bisa membalas dengan senyuman dan tangisan polosnya.

"Kalau sudah besar, nanti tolong buatkan Ibumu sajak, ya? Selain suka Ayah, Ibu juga suka kumpulan sajak indah," lanjut Jingga, matanya bersinar dengan harapan.

"Apa iya? Hm?" tiba-tiba suara lembut Senja menyela. Ia menghampiri suami dan putranya yang sedang berjemur. Senyum di wajahnya tak pernah hilang mendengar obrolan Jingga yang tak terduga itu. Ia menggeleng perlahan, menyimpan rasa bahagia dalam hatinya.

"Hehehe, iya, kan?" sahut Jingga sambil tertawa. "Oiya, jika Laut sudah tertidur, aku ingin membicarakan hal yang semalam kita bahas. Apakah itu masalah untukmu, Senja?"

"Tidak, maaf ya kemarin aku tidak mendengarkanmu.. Mari kita bicarakan nanti, selesaikan pekerjaanmu dulu," jawab Senja dengan lembut. Ia mengambil Laut dari dekapan Jingga dan membawanya ke kamar. Jingga tersenyum, lega karena akhirnya Senja sudah tidak marah-marah tentang hal sensitif itu lagi.

Apa sebenarnya hal sensitif itu? Mengapa Jingga merasa perlu memastikan kenyamanan Senja sebelum membahasnya? Apa yang terjadi semalam? Mari kita kilas balik ke momen tersebut...

Laut, si kecil yang tak henti-hentinya menangis, seolah ada sesuatu yang tak bisa diungkapkannya dengan kata-kata. Suara tangisannya menggema, memecah keheningan malam, seperti ada kepedihan yang tak terucapkan. Susu hangat sudah disiapkan, tapi Laut tetap gelisah dalam pelukan Senja. Jam dinding menunjukkan pukul 10 malam, dan Senja, yang seharian menemani Laut, mulai merasa kelelahan. Hari itu terasa normal, namun malam ini berbeda, penuh dengan tangisan yang membuat hati Senja ikut terkoyak.

Laut Senja Jingga 2 - Soulmate (FreFlo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang