Ibu Berpulang.

211 43 11
                                    

Laut terbangun karena suara riuh yang membahana dari luar. Tangannya masih menggenggam erat buku lusuh yang kemarin dia temukan, seolah mencari kenyamanan dalam halaman-halamannya yang usang. "Ketiduran?" bisiknya pelan pada dirinya sendiri, suaranya hampir tak terdengar di tengah kekacauan yang semakin mendekat.

Matanya yang masih berat mencoba fokus, tetapi seketika itu juga dia menyadari sesuatu yang mengganggu hatinya. Di sisinya, tak ada Ibunya. "Ibu!!" teriak Laut dengan suara yang pecah oleh kepanikan. Detik itu juga, kesadarannya sepenuhnya kembali dan dia berlari keluar dari kamar, meninggalkan jejak ketidakpastian dan ketakutan di setiap langkahnya.

Di luar kamar, pemandangan yang membingungkan dan memilukan menyambutnya. Orang-orang berpakaian serba hitam sibuk berlalu-lalang, dan sesekali terdengar isak tangis yang menggema, menambah berat suasana. Laut merasa seakan-akan terjebak dalam mimpi buruk yang tak berujung.

Di antara kerumunan, matanya menangkap sosok Cristy, bibinya, yang menangis tak berdaya di pelukan ibunya, Senja. Air mata mengalir deras di wajah bibinya, sementara Senja mencoba menenangkan dengan sentuhan lembutnya yang penuh kasih. "Ada apa?!" pikir Laut, hatinya penuh dengan pertanyaan dan kegelisahan. Namun, dia tak berani mengucapkannya, takut akan jawaban yang mungkin menghancurkan dunianya.

Di tengah kebingungannya, ketika dunia seakan hening dan pikiran Laut melayang tanpa arah, tiba-tiba sebuah dekapan lembut dari belakang memecah lamunannya. Sentuhan itu hangat dan menenangkan, seolah membawa secercah ketenangan di tengah badai.

"Laut," sebuah suara penuh kelembutan berbisik, "Tante Marsha?!" Laut terkejut, suaranya hampir tenggelam dalam kebingungan yang menyelimuti dirinya.

"Tante," kata Marsha dengan nada yang lembut namun tegas, "ikut tante ya. Kak Keenan ada di kamar. Bermainlah dengannya, tapi jangan keluar kamar sampai tante panggil, ya?"

Namun, rasa penasaran dan kecemasan dalam hati Laut tidak bisa dibendung. "Tapi ini ada apa, Tante?" Laut menuntut jawaban, matanya mencari-cari kebenaran dalam ekspresi Marsha.

Marsha hanya tersenyum, namun senyum itu terasa dingin, menyembunyikan sesuatu yang lebih dalam. "Tidak ada apa-apa, sayang," jawabnya dengan suara yang lembut namun tegas, menggiring Laut masuk ke dalam kamar, seolah berusaha melindunginya dari sesuatu yang tak terucapkan.

*****
Malam itu, di ruangan yang hening dan dipenuhi aroma antiseptik, Jingga menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca. Ia mendekat, memegang tangan ibunya yang mulai terasa dingin. "Ibu harus kuat, ya? Ayah sudah menunggu di rumah," ucapnya dengan suara yang bergetar, mencoba menahan tangis yang semakin mendesak.

"Maafkan aku baru pulang sekarang, Bu," lanjutnya, penyesalan terdengar jelas di setiap kata. "Laut dan Senja juga merindukan Ibu." tambahnya, berharap bisa memberi kekuatan pada ibunya yang terbaring lemah.

Cristy, yang berdiri di sisi lain ranjang, menggenggam tangan ibunya erat-erat. "Ibu harus sembuh, ya." desaknya, mencoba menyemangati dengan suara yang hampir patah. Malam itu terasa begitu panjang dan penuh dengan ketidakpastian.

Keduanya hanya bisa berdiam diri, membiarkan waktu berlalu dalam keheningan yang menyakitkan. Tatapan mereka terus tertuju pada mesin jantung yang naik turun dengan ritme yang tidak pasti. Setiap detik terasa seperti selamanya, dan kecemasan semakin mencekam hati mereka.

Hingga akhirnya, suara mesin itu berhenti. Semua menjadi sunyi, seolah dunia terhenti. Keduanya bertatapan, mata mereka penuh dengan kepanikan dan ketakutan. "Bu, Ibu! Jangan Bu!!" teriak Cristy, menggoyangkan tubuh ibunya dengan putus asa, berharap bisa membawa kembali kehidupan yang perlahan memudar.

Sementara itu, Jingga berlari keluar ruangan, mencari dokter dengan panik. Hatinya berdegup kencang, berharap ada keajaiban yang bisa menyelamatkan ibunya. Setiap langkahnya terasa berat, dan dunia seakan runtuh di sekelilingnya.

Laut Senja Jingga 2 - Soulmate (FreFlo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang