Elise membuka matanya secara perlahan. Pemandangan pertama yang disaksikan adalah wajah damai Oliver yang terlelap bak sebuah lukisan. Pun manik Elise beralih menuju jemarinya yang saling bertaut dengan milik Oliver seakan tempatnya memang berada disana.
Ia terdiam. Memperhatikan bagaimana bulu mata Oliver begitu lentik. Rahang tegasnya nampak serasi dengan hidung mancungnya. Elise bermain dengan jemari Oliver yang menggenggamnya erat bak sebuah bejana. Tangannya nampak seperti milik balita saat berada dalam genggaman lelaki itu. Jari-jari Oliver panjang dan besar, mungkin bisa menutupi semua wajah Elise jika disandingkan.
"Tuan. Sudah saatnya anda bangun." Ucap Elise yang sudah menarik tangannya. Dan sebab gerakan itu, pun Oliver mengernyit sebelum membuka mata. Elise telah turun dari ranjang. sementara Oliver merasa silau dengan tirai yang baru saja disingkap gadis itu hingga membiarkan cahaya mentari menyilaukan matanya, "Saya akan segera pulang."
"Bukankah ini hari Minggu?"
"Iya."
"Kenapa terburu-buru?" Ucap Oliver sembari duduk di bahu ranjang.
"Saya akan ke toko buah dan mengunjungi nenek."
Pun lelaki itu mengangguk paham, "Kau bisa membawa kartuku."
Seperti kaset kusut, Elise menoleh ke arah Oliver yang kini sudah bangkit dan berjalan menuju kamar mandinya, "Kartu?"
"ATMku, bawalah dan beli apapun yang kau butuhkan."
Tentu saja Elise mengerjap beberapa kali sebelum menjawab, "Oh, tidak perlu. Bahkan bayaran yang anda berikan sudah lebih dari cukup. Terima kasih." Tangannya disilangkan saat ia berjalan meninggalkan Oliver di kamarnya tanpa salam perpisahan.
Pun kini, sosoknya nampak tengah menuruni tangga. Tak terburu-buru, sebab ia tahu Oliver takkan mengejarnya hanya karena ia tinggalkan dengan tidak sopan. sesampainya Elise di lantai dua, betapa terkejutnya ia ketika hampir menabrak sosok Jake yang masih mengantuk dan hendak turut menuruni tangga.
"ASTAGA!!" Pekik Elise. Ia begitu terkejut melihat lelaki nyentrik itu tak menggunakan atasan. Meski jujur saja, tattoo Jake yang membalut hampir seluruh tubuhnya sudah menyerupai kaus oblong. Hanya saja, bukan itu yang membuat Elise berteriak. Melainkan bagaimana penampakan wajah Jake pagi ini, ia babak belur. Sangat babak belur, malah, "A-apa yang terjadi?"
Lelaki itu menghela nafasnya, "Apa?"
"Wajah anda. Anda baik-baik saja?"
Jake terkekeh, "Wajahku? Oliver memang menyebalkan. Untung saja aku berhasil menang satu kali dan membalasnya dengan seluruh kekuatanku."
Pupil Elise membesar, "Kalian benar-benar melakukan hal ini hanya karena bermain kartu?"
"Hei," Jake, lelaki itu sudah berkacak pinggang di hadapannya, "Itu bukan hanya sekedar kartu. Itu martabatku."
Elise menghela nafasnya dengan berat. Meski ia berusaha mengabaikan apa yang ada di depan mata, meski ia masih merasa ngeri dengan keberadaan Jake, hanya saja ia tak bisa membiarkan ini terjadi. Dengan kesal gadis itupun menarik lengan Jake sembari berkata, "Ikut saya."
-
Oliver baru saja menginjakkan kaki pada lantai dasar. Setelah membersihkan diri, dengan T-shirt hitam, celana kargo, serta topi yang menempel pada tubuh sempurnanya, ia nampak sangat siap untuk berkebun pagi ini.
Namun baru saja ia hendak mengambil peralatan berkebun yang terletak pada gudang di belakang dapur, matanya menangkap sosok gadis yang beberapa saat lalu meninggalkannya tanpa permisi setelah menolak kemurahan hatinya. Hanya saja sosok itu tak sendiri. Ia bersama dengan lelaki bertubuh dempal yang sedang tak mengenakan pakaian selain celana panjangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flowers & Cigarettes
FanfictionShe was sunshine. He was midnight. Aiming for the destination, the purpose to be tangled together.