Oliver menutup mata ketika angin kencang menembus sapa sosoknya yang berjalan pelan.
Ia baru saja merampungkan jogging malam harinya yang dua hari terakhir selalu dikerjakan.
Peluh yang tidak sepenuhnya mengering itu masih menghiasi pori-pori. Surainya jatuh menutupi dahi. Dan dinginnya udara seakan tak membuatnya terganggu melakukan aktivitas ini.
Langkahnya melambat ketika mendekati hunian sang tetangga. Lampunya nampak belum menyala. Mungkin Elise belum kembali dari kesibukannya yang entah apa. Dan Oliver tak terlalu memikirkannya pula.
Seharusnya seperti itu.
Namun suatu kejanggalan berhasil membuat manik Oliver melirik sekilas. Langkahnya pun semakin lambat saat hendak melewati rumah Elise dan mendapati pintu depan sang tetangga terbuka separuh –yang tak seperti biasanya.
Oliver selalu mendapati pintu itu akan tertutup rapat disertai dengan lampu padamnya saat Elise belum pulang. Jika sudah di rumah, Elise akan segera menyalakan pencahayaan untuk membuatnya benderang.
Berbeda dengan hari biasanya, kali ini pintu depan Elise sudah terbuka namun pencahayaan tak kunjung menyala.
Apakah gadis itu lupa menutup pintunya? Tapi seingat Oliver saat dirinya berangkat jogging beberapa jam lalu pintu itu masih tertutup rapat. Apakah Elise mengalami masalah dengan listriknya?
Seharusnya Oliver tak perlu repot-repot untuk memikirkan masalah orang lain. Tapi ternyata kakinya sudah melangkah masuk menuju teras rumah Elise. Langkahnya pelan saat mengintip masuk ke dalam rumah itu.
Tas selempang Elise tergeletak di lantai dengan isi yang berserakan. Ponsel gadis itupun ada disana, terbengkalai.
Manik Oliver berkilat di kegelapan saat menatap tangga di ujung ruangan. Ia mengambil satu dari pena Elise yang tergelak seiring berjalan pelan seakan tubuh beratnya tak memiliki massa. Langkahnya cepat, namun ia tidak sedang berlari disana.
Matanya tertuju pada ruangan di sudut. Ruangan itu terbuka lebar namun Oliver bisa merasakan ada yang aneh disana. Insting Oliver selama menjadi pembunuh bayaran takkan pernah salah.
Ia menengok sedikit dengan menampilkan sosoknya. Namun ia tak terlihat mengendap-endap. Oliver begitu tenang seperti sebuah bayangan yang menyatu dengan kegelapan.
Disana ia melihat sosok Elise tengah disudutkan dengan wajah jelitanya yang diremas oleh lelaki berhoodie merah. Elise tak dapat berteriak sebab tangan lelaki itu menyumpal mulutnya. Dan lelaki itu tak sendirian. Ditemani dua pria lain yang memegangi tangan-tangan Elise, pun mereka sedang tertawa melihat apa yang tengah terjadi.
"Kau pikir kau spesial?! Kau harus tahu akibatnya!" Ucap lelaki berhoodie merah yang Oliver yakin adalah pria yang diusirnya beberapa hari lalu.
Lelaki itu menarik surai Elise yang memelototinya namun sang korban bahkan tak menangis. Elise terlihat sedang memaki Joey dengan mulutnya yang di sumpal.
Tiga lelaki itu terkekeh meremehkan. Di detik selanjutnya, ia terlihat hendak mencium Elise. Dengan perlawanan yang berani Elise menghantamkan dahinya pada hidung Joey hingga keluar sumpah serapah kesakitan.
Cengkeraman pada wajah Elise terlepas, namun hal itu tak berlangsung lama sebab dua kawan Joey segera menarik surai Elise hingga ia mengaduh perih. Pun Joey yang baru saja bangkit segera menghampiri Elise dan membalasnya dengan tamparan keras. Bunyinya sangat nyaring hingga Elise pikir kepalanya akan terlepas dari sana.
"Wah wah." Kehadiran Oliver yang tak disangka jelas membuat mereka terkejut. Manalagi ia terlihat tengah merekam kejadian yang baru saja berlangsung, "Tidakkah kalian berpikir akan menghabiskan masa muda di jeruji besi dengan kelakuan ini?" Ucapnya sembari memasukkan barang bukti ke dalam jaketnya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flowers & Cigarettes
FanficShe was sunshine. He was midnight. Aiming for the destination, the purpose to be tangled together.