Elise menatap lurus ke arah tombol lift yang ada dihadapannya. Kubikel logam dengan lebar tak sampai dua meter itu seakan memaksanya untuk tak leluasa bernafas.
Bagaimana tidak? Ini semua karena Oliver tiba-tiba masuk mengikutinya ke dalam sana. Setelah tertangkap basah sedang bergumul dengan aktris papan atas yang hampir tak berbusana?!
"Elise–"
"Saya tidak akan berkomentar apapun. Apa yang anda lakukan, bukan urusan saya." Ucapnya dengan yakin. Meski tentu saja gadis itu tak ada nyali untuk menatap langsung pada manik sang lawan bicara.
Maksud Elise adalah... kenapa Oliver harus mengikutinya ke dalam lift ini?? Oh tidak, semua adalah salahnya sebab menurut begitu saja ketika Oliver mentitahnya naik.
Apa yang dikatakan Elise benar adanya. Ia tak perduli dengan Oliver yang tengah bercumbu dengan Valerie. Hanya saja, kenapa lelaki itu tak menginfokannya lewat pesan?? Padahal ia jelas tahu jika Elise akan berkunjung ke rumahnya malam ini tuk menjalankan tugas.
Ting.
Pintu lift telah terbuka di lantai tiga. Membiarkan Elise berjalan lebih dulu seakan ia adalah sang pemilik rumah.
Gadis bersurai emas kecoklatan itu masuk ke dalam kamar Oliver dan diikuti oleh empunya. Ia terduduk di sudut ranjang, berusaha tak menatap Oliver yang kini tengah berjalan menuju kamar mandinya, "Aku akan membersihkan diri terlebih dahulu."
Elise tak menjawab. Ia ingin malam ini berlalu dengan cepat dan segera kembali ke rumahnya –ke tempat dimana tak ada Oliver berada.
Tak seberapa lama dari masuknya Oliver pada bilik kamar mandi, terdengar bunyi ketukan pintu dari luar kamar yang berhasil membuat Elise sedikit terperanjat.
Maniknya menatap pintu itu sebelum memutuskan untuk membukanya dan mendapati Valerie berdiri di hadapannya. Dengan pakaian yang sudah tertutup sempurna dan penampilan rapi seakan Oliver tak pernah menjamahnya.
Dua wanita itu saling menatap. Satu dengan pandangan menghakimi, dan lainnya terlihat gusar tak tahu harus memandang ke arah mana. Tentu saja bukan Elise yang menghakimi lewat matanya.
"Bukankah kau gadis yang menerobos masuk saat itu?" Ucap Valerie sembari melipat tangan di depan dada. Menyalurkan pandangan penuh intimidasi yang tentu saja berhasil membuat Elise semakin tak nyaman.
"...iya."
Tawa renyah mulai terdengar. Valerie tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, "Perasaanku memang sudah tak enak saat meminta Oliver menjagamu ketika kau tak sadarkan diri. Ternyata kau licik juga. Apa kau merasa bangga karena berhasil menjual wajah cantikmu ini?"
Elise mengerjap. Pandangan yang tadinya gusar itu mulai menatap lurus ke arah Valerie, "M–maksud anda?"
"Tak perlu berlagak polos. Jadi, apa yang kau lakukan hingga Oliver membiarkanmu masuk ke dalam kamarnya? Ia bahkan tak membiarkanku naik ke lantai ini dan hanya bermain di sofa ruang tengah. Tapi kau.." Valerie meletakkan telunjuknya pada pundak Elise, "Kenapa kau bisa sampai disini? Apa yang kau lakukan selain menggunakan wajah SOK polos ini untuk menggodanya?" Telunjuk Valerie beralih pada wajah Elise dan segera ditepis oleh sang empu.
"Maksud anda bagaimana??"
"Kubilang jangan berlagak polos!!" Manik Valerie mengilat, intonasinya meninggi, "Kau nampak begitu muda tapi sudah menjual diri. Pelacur sepertimu seharusnya tak bertindak melewati batas! Kau harus tahu, Oliver itu milikku!"
Jantung Elise seakan terhantam saat ini. Ia menunduk sembari bergumam tak jelas hingga Valerie harus memakinya untuk berbicara lebih jelas, "Apa yang kau–"
KAMU SEDANG MEMBACA
Flowers & Cigarettes
FanficShe was sunshine. He was midnight. Aiming for the destination, the purpose to be tangled together.