304. -2

8 0 0
                                        

𓍢ִ໋🌷͙֒₊˚*ੈ♡⸝⸝🪐༘⋆⋆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


𓍢ִ໋🌷͙֒₊˚*ੈ♡⸝⸝🪐༘⋆⋆.˚🦋༘⋆

Sentari menutup buku catatannya yang berisikan tentang kesehariannya, seneng, nangis, apapun yang ia jalani hari itu biasanya ia akan menuliskannya di buku berwarna biru muda ciri khas nya. Bukan cuma di buku ia menceritakan kegiatanny, di mana aja asalkan bisa dibaca ulang suatu saat nanti. Selain dirinya yang hobi menulis dan membaca novel, itu karena menurutnya bisa dibaca suatu saat. Selesai ia membereskan buku-buku nya lantas ia meloncat ke kasur tempat ternyaman sepanjang masa, membuka ponselnya yang tidak ada notif apapun. Tiap hari begitu, kasian sekali ya.

Sembari ia membuka sosmed nya, ia teringat kejadian todongan penggaris yang menurutnya agak aneh dari Anggara. Dia ini tau apa ngga si sebenarnya kalau yang DM waktu itu adalah dirinya. Penasaran iya, karena sampai hari ini pun tidak ada balasan apapun dari nya itu yang membuat Sentari malu sampai ubun-ubun.

Memutuskan bodoamat, aku lebih memilih untuk kembali melanjutkan drakor yang tinggal berapa episode. Selain hobi menulis aku juga hobi nonton, nonton drakor, dracin, film indosiar dan sebagai nya. Tergantung mood dan kegiatan, kalo makan aku lebih nonton nadia omara dan kartun.

Aku menghentikan aktivitas ku menonton drakor saat suara pintu kamar terbuka, ah ternyata ibuku yang menyuruhku makan. Keluarga ku bukan tipe keluarga yang makan harus tepat waktu pagi siang malam dan harus makan satu meja seperti acara formal. Yang penting makan saja

"Sekolah kamu gimana?" tanya ayah, bukannya makan malah liatin laptop

Aku meneguk segelas air terlebih dahulu, meletakkan piring itu ke wastafel.

"Dicuci sekalian kenapa si? Heran ibu anak cewe kok males." Sindir Ibu, aku memutar bola mata malas. Ibuku baik kok cuma dia lagi pms aja jadi agak moodswing.

Aku mencuci piring dan gelas yang sudah aku gunakan seperti yang diperintahkan ibuku.

Yang aku syukuri lahir dikeluarga ini adalah bentuk perhatian yang tidak semua anak dapatkan, walaupun setiap orang tua memiliki cara untuk menunjukkan rasa sayangnya pada anaknya. Yang aku syukuri juga lahir di keluarga ini, mereka tidak pernah menuntut apapun soal nilai sekolah ku, katanya yang penting ngga buat onar dan malu keluarga saja sudah cukup. Soal nilai itu tergantung dari diri sendiri saja mau diusahakan atau tidak.

"Udah kok yah, desa sebelah malahan anaknya pak kades." Jawabku sembari mengelap tangan

Ayahku mengangguk sembari tetap menatap laptop nya. Ntahlah ayahku sedang mengerjakan apa

"Mas Deva kok belum pulang bu?" Deva itu abangku, yang 25 tahun belum juga nikah itu. Abang satu-satunya yang kucintai dan ku banggakan, abang paling ganteng apalagi kalo ngasih duit.

"Katanya mampir ke rumah temen." jawab ibu di depan televisi, aku liat-liat dari kemaren ibuku demen sekali nonton sinetron yang lagi lumayan booming itu. Sinetron yang suami nya pelaut terus meninggal, istrinya nikah lagi, pas udah nikah suaminya masih hidup ternyata.

Aku mengangguk ikut duduk lesehan di depan tv, penasaran juga. "Ganti ah bu, sinetron mulu."

Ibuku bombastic. "Biarin sih, orang ibu suka. Sana kamu nonton drakor aja biasanya juga begitu." Sindir ibu, ya tau emang suka nya drakor tapi kan pengen nonton lainnya juga bu.

Memilih mengalah, aku malah jadi ikutan tertarik sama sinetron nya, kaya yang main ganteng aja sih menurutku.

"Assalamualaikum." suara pintu dan salam bebarengan. Aku yakin itu mas ku, motornya saja sudah terdengar brisik dari ujung jalan.

"Waalaikumsalam." jawab kami

"Baru pulang mas?" Ibuku tu kenapa si, sudah tau baru pulang masih aja nanya. Tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi.

"Hm, banyak kerjaan terus mampir ke rumah temen." Jawab mas ku seadanya. Lalu pandangan matanya beralih ke arahku, duh tiba-tiba firasatku ngga enak nih. Aku mencuri-curi pandang ke arah mas ku sembari berfikir 'salah apa ya aku?'

"Apa si mas liatin kaya gitu banget." gerutu ku sebal

Ibu yang awalnya tidak mau menoleh pun menoleh, ya karena iklan juga tu televisi. Matanya melirik ke arah aku lalu mas Deva

"Kamu punya pacar?" WHAT THE HELL

Ayah yang awalnya fokus pada laptop menoleh, ibu pun sama. Menatap garang ke arahku. "Sembarangan, jangan fitnah deh! Baru pulang juga sana mandi hus." Aku mengusirnya dengan mengibas-ngibaskan tangan

"Jujur aja."

"Ngga ada mas, kalo ada juga--"

"EKHEM." Ayahku berdehem. Alamak kalo pembahasannya kaya begini, udahlah aku mau ke korea aja

"Kalo ada juga lagi manggung itu di korea." lanjutku

"Awas ya kalo pacar-pacaran, masih kecil." Sarkas Mas Deva

Dia ini baru pulang nodong pertanyaan sembarangan, aneh pula.

"Mas masih kecil berarti? Kan ngga punya pacar." Ledekku sukses membuat bantal sofa melayang. Perbuatan Mas Deva lah yakali ayah si manusia cool itu

"Asem ya, Bu marahin ngga?!" aduku pada Ibu tapi dikacangin, atensinya kembali pada sinetron kesayangannya. Kan....

304 Days of Admiring YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang