14.

525 45 7
                                    

Donghyuck duduk sambil memeluk lututnya diatas lantai marmer yang dingin, sejak pulang dari pemakaman gadis itu mengunci dirinya sendiri di dalam kamar. Dia tidak menangis lagi. Tetapi hanya diam melamun dengan tatapan kosong.

Ibunya menelpon beberapa kali, tapi panggilan-panggilan itu sengaja dia abaikan. Seolah dia tidak memiliki energi lagi bahkan hanya untuk mengetik pesan.

Bibi Kwon dengan perhatian mengetuk pintunya selang beberapa waktu untuk memastikan apa nona mudanya baik-baik saja. Wanita itu menawarinya cemilan dan makan. Namun, Donghyuck juga enggan menjawabnya, tetapi ia tetap memasakkan diri tetap bicara. Dia terlalu lemas, dan kosong.

Andai dia memberikan kesempatan dan bisa berbicara lebih baik lagi dengan Mark malam itu, mungkin ceritanya akan sedikit berbeda, dia tak tahu jika malam itu adalah kali terakhirnya bertemu dan melihat Mark.

Mark yang malang, tatapannya yang selalu terasa teduh, menenangkan hati tidak bisa ia lihat kembali dengan nyata.

Sudah di selingkuhi, dia di tinggal pergi begitu saja. Donghyuck merasa tidak adil. Seharusnya dia terus mendengar bahwa Mark menyesali perbuatannya. Dia bersedia jika pada akhirnya memberikan pria itu kesempatan. Itu lebih baik daripada harus di tinggal pergi yang jauh sekali.

Tetapi sungguh, rasa cinta Donghyuck jauh terasa lebih besar di bandingkan rasa sakit dari di khianati pria itu. Dia masih ingin melihat Mark ada di sekitarnya. Dia akan berjanji memaafkan Mark dan mendoakan yang terbaik untuk pria itu.
Donghyuck melirik kalung yang ada di sebelahnya. Itu adalah kalung yang Mark pakai terakhir kalinya. Ibu pria itu menitipkannya pada Donghyuck untuk disimpan. Berpikir bahwa Donghyuck memang lebih membutuhkannya.

Donghyuck menggenggamnya dan meletakkan kalung itu diatas dadanya. Dengan pelan dia bangkit dari posisinya, kemudian menyimpan kalung berharga itu di dalam laci riasnya.

Saat melihat cermin rias, Donghyuck terperanjat kaget karena melihat bayangan Jeno di belakangnya. Dia tidak menyadari kehadiran pria itu. sejak kapan? dan bagaimana ia masuk? Karena Donghyuck merasa sudah mengunci pintunya. Wajahnya semakin pucat dengan jantung yang berdegup lebih kencang dari sebelumnya karena terkejut.

"Aku memanggilmu berkali-kali dan mengetuk pintunya tetapi kau tidak menjawab. Jadi aku terpaksa menggunakan kunci lainnya untuk membuka pintu. Aku khawatir".Jelas Jeno seolah mengerti dengan isi pikiran Donghyuck saat ini.

"Maaf aku tidak mendengarnya, mungkin karena aku melamun". Jawab Donghyuck pelan.

Jeno merangkul tubuh Donghyuck dan memeluknya sayang. "Aku tau, kau pasti sedih sekali" dia memberikan usapan-usapan lembut pada punggung sempit Donghyuck sambil tersenyum tipis.
Donghyuck balas memeluk Jeno dengan erat. Dia merasa bersyukur selalu ada Jeno disisnya, pria itu selalu menguatkan dirinya dalam berbagai situasi. Menjadi pelindungnya, dan menjadi tempat ia bersandar. Dia tidak bisa membayangkan jika tidak memiliki Jeno dalam hidupnya. Jeno adalah adik yang sangat baik. Seperti tuhan memberikan malaikat penjaganya dalam bentuk adik yang dia sayangi. Meskipun mereka tidak sedarah, tetapi Donghyuck rela jika harus menukarkan hidupnya demi kebahagian Jeno jika memang harus. 

Anak itu telah membolos dalam sesi belajar hari ini demi menemani Donghyuck ke pemakaman, mendampinginya selalu. Donghyuck bersyukur. Benar-benar bersyukur.

"Kau belum makan, kita makan dulu ya?" Kata Jeno sedikit memaksa. Dia sangat khawatir pada Donghyuck.

Donghyuck menggeleng pelan. "Bagaimana aku bisa makan dalam situasi seperti ini?".

"Tapi kau harus, meskipun berduka tubuhmu tetap membutuhkan energi Donghyuck"

Donghyuck tidak menjawab, dia mengeratkan pelukannya pada Jeno.

Secret Obsession Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang