"Selamat pagi Jen, ayo kita sarapan!" Sapa nyonya Lee hangat begitu melihat Jeno turun dengan penampilannya yang sudah rapih, siap berangkat ke sekolah.
"Pagi Bu, aku sarapan di mobil saja" Ucapnya singkat.
"Baiklah, pasti kau buru-buru ya, ibu sudah menyiapkan bekal mu, dan sudah di ambil Doyoung. Hati-hati ya sayang, semangat!!" Kata Nyonya Lee.
Jeno mengangguk dan tersenyum pada ibunya, dia ke ruang makan memang hanya berniat menyapa sang ibu sebelum berangkat ke sekolah.
Kemudian dia melirik Donghyuck yang sudah duduk di kursinya sekilas, mengabaikan gadis itu dan memasang wajah dingin. Donghyuck yang melambaikan tangannya pada Jeno dengan riang langsung melunturkan senyumnya begitu melihat raut wajah Jeno yang tidak bersahabat.
Donghyuck mendadak merasa kenyang dan tidak bernafsu lagi untuk melanjutkan sarapannya, meskipun di depannya adalah menu sarapan kesukaannya bersama nyonya Lee.
Hal seperti itu terus berlangsung, Jeno menunjukkan raut dan sikap seolah benci kepadanya, wajahnya dingin, dan meskipun hari-hari berjalan normal, tapi tidak bagi Donghyuck. Awalnya Donghyuck hanya merasa sedikit terganggu, tetapi dia mulai merasa sangat terganggu karena hampir dua minggu ia tidak bertegur sapa bersama Jeno. Adiknya disibukan dengan persiapan ujian, dia tidak akan menemukan Jeno di meja sarapan ketika pagi hari karena pria itu berangkat lebih awal.
Dia juga tidak bertemu pada malam hari karena Jeno pulang terlalu larut. Atau ketika ada kesempatan Jeno hanya berbicara pada nyonya Lee, mengabaikan pertanyaan dan sapaan Donghyuck.Donghyuck menimbang pilihan, haruskah ia mencoba berbicara bersama Jeno mengenai apa yang menganggu pikirannya? Karena Donghyuck merasa tidak senang dalam situasi aneh ini. Donghyuck masih berpikir dengan polos bahwa Jeno jijik kepadanya sehingga Jeno menghindarinya. Dia gagal menjadi sosok kakak yang baik untuknya.
Tapi Donghyuck merasa takut untuk berbicara kepada Jeno? Apa yang harus dia katakan?
"Aku harus meminta maaf kan ya?" Gumamnya.
Tampak jelas baginya bahwa Jeno memang sengaja menghindarinya. Donghyuck merasa sedih tentu saja. Bukan ini yang dia harapkan. Dia paling tidak bisa didiamkan begitu saja oleh orang terdekatnya, tidak tenang. Apalagi ini Jeno, sudah seperti bagian paling penting tak pernah terpisahkan.
Untuk malam ini Donghyuck memutuskan menunggu Jeno pulang di ruang depan, sambil menonton film pada Ipad-nya. Dia berusaha untuk tetap terjaga, tetapi rasa kantuk berhasil mengalahkannya membuatnya jatuh tertidur di pertengahan film yang dia tonton. Donghyuck tertidur dengan tubuh yang berbaring miring di sofa, sedang Ipad-nya dia taruh di meja. Selimut hangat menutupi bagian perut sampai kakinya.
Ketika Jeno pulang, dia menghela nafas melihat Donghyuck tertidur di ruang depan bukan di kamarnya sendiri. Gadis itu tampak pulas dalam tidurnya.
Jeno hanya berjalan melewati gadis itu, tetapi setelah hampir menaiki anak tangga untuk naik ke lantai atas, dia berubah pikiran, berbalik kembali untuk memperhatikan wajah tenang Donghyuck dengan sayang dengan perasaan mendamba. Pria itu bahkan berjongkok dan berjarak terlalu dekat dari Donghyuck. Dia sangat merindukannya, namun egonya sedang bekerja lebih keras. Dia lebih tersiksa mengabaikan eksistensi paling penting untuk hidupnya jika di bandingkan dengan perasaan tidak tenang yang dialami Donghyuck.
Tangannya hampir saja, terulur untuk menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajahnya.Namun dia urungkan karena takut gadis itu terbangun.
Jeno menghabiskan waktu cukup lama dengan hanya dia memperhatikan Donghyuck yang sedang tidur, tetapi dia tak mungkin tega membiarkan Donghyuck tidur di atas sofa sampai pagi. Jadi dia memutuskan untuk membangunkanya supaya pindah. Dalam situasi biasa Jeno pasti lebih memilih langsung mengangkat tubuh kecil Donghyuck yang ringan itu ke kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Obsession
RomanceYang Jeno tahu dia sangat menyukai Donghyuck. Bagi dirinya hal itu bukanlah kesalahan, karena mereka tidak memiliki ikatan darah.