Melody percaya pada peribahasa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Sebab, sekarang, ia sedang dihadapkan contoh nyata dari peribahasa itu. Jafi benar-benar sangat mirip dengan papanya. Dari mata, hidung, bibir, hingga garis rahang benar-benar sangat duplikat dengan wajah papanya. Bahkan dari senyumannya pun sama.
"Enggak usah malu-malu sama Papa, Jaf. Udah kuliah juga."
Jafi terlihat menyerah meyakinkan sang papa. Ingin mengatakan alasan apa pun, papanya tetap percaya pada anggapannya bahwa Melody adalah kekasih Jafi.
"Terserah, Pa."
Jafi menyandarkan punggungnya di kursi sebelah kanan Melody. Laki-laki itu berpindah posisi, menyerahkan tempat sebelumnya kepada Nagarjuna—nama Papa Jafi yang biasa dipanggil oleh rekan bisnisnya dengan sebutan Pak Nagar.
"Malah nyebutin nama kafe sendiri," kelakar Pak Nagar.
Jafi sama sekali tidak menemukan letak kelucuan dari kalimat papanya itu. Dasar bapak-bapak, batinnya mencibir.
"Gimana kafe?" tanya Pak Nagar pada Jafi.
"Baik. Enggak ada masalah." Jafi menjawab dengan pandangan menyusuri kafe.
"Bagus."
Perhatian Pak Nagar beralih pada Melody. "Nak Melody, ya, tadi namanya?" tanyanya.
"Iya, Om." Melody menjawab dengan sopan pria setengah baya di hadapannya itu.
"Satu jurusan dengan Jafi?" Pak Nagar meletakkan salah satu tangannya di sisi kursi.
"Enggak, Om. Saya jurusan seni rupa."
"Oh, seni rupa. Melukis, ya. Bagus pasti gambar-gambarnya. Kalau dijual mahal itu. Seni, kan, nilai jualnya tinggi." Seorang pengusaha memang selalu bisa melihat peluang bisnis.
Melody tersenyum. "Iya, Om."
"Jual lukisan-lukisannya?" tanya Nagarjuna tertarik.
Melody mengangguk. "Ya, walaupun baru merintis juga, Om."
"Keren. Bagus, tuh, Jaf. Punya relasi dimanfaatkan. Beli lukisan-lukisan Melody. Pajang di kafe. Ganti gambar-gambar enggak jelas kamu ini."
Melody sedikit tertegun. Ia menatap gambar-gambar yang terpajang di setiap dinding kafe. Tema-tema musik yang diangkat cukup menarik dan cocok dengan diri Jafi sebagai anak band. Namun, pria berkemeja biru itu sepertinya tidak menyukainya.
"Lukisan Melody mahal, Pa. Enggak mungkin cuma beli satu doang," ucap Jafi.
Nagarjuna mencicip coffe yang sengaja dihidangkan untuknya. "Papa kasih modal lagi, deh," katanya kemudian.
"Enggak perlu." Jafi menolak. "Udah cukup Papa bantuin Jafi di awal. Jafi bisa sendiri. Lagian, ini udah masuk sama konsep kafe seperti rencana awal."
Nagarjuna menyedekapkan tangannya di dada. "Papa usul konsepnya diubah. Enggak menarik sama sekali," ucapnya blak-blakan membuat Melody lagi-lagi tertegun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lingkaran Kos Ong
Fanfic[ WHITORY ] Melody merupakan mahasiswi Seni Rupa semester lima. Gadis dengan ciri khas celemek penuh cat itu memutuskan untuk pindah kos karena alasan kenyamanan. Akhirnya, pilihannya jatuh pada salah satu kos elit bernama Kos Ong. Kedatangannya dis...