1

331 31 0
                                    


"Nyampenya masih lama ci?ha ha gue cape buanget" Perotes seorang gadis, ia merasa perjalanannya munuju puncak gunung sangat amat lama, sudah sekitar sejam mereka menanjak, belum sampai juga.

"Kita semua juga cape cal" jawab gadis yang di panggil ci

Callista aurora, kerab dipanggil callie. Anaknya kaya bocil banget, cengeng, ngeluhan, tapi di balik itu semua dia punya sifat ceria membuat teman temannya selalu bahagia walaupun kadang ngeselin.

Aurelia, Kerab dipanggil ci lia dia adalah orang yang paling tua dia antara 3 kawannya, dia menjadi sosok penengah saat terjadi perdebatan antar teman temannya. Dia itu paling bawel, tapi bawelnya dia itu bentuk kasih sayangnya kepada teman temannya.

"Siapa si yang punya ide hiking ke gunung tinggi ini" tanya callie, sumpah callie merasa kakinya akan copot tak lama lagi.

"Lo goblok, kaga inget lo? yang minta hikang hiking hikang hiking"

Gisella Natasya, kerab dipanggil gisell, sebelas dua belas lah kaya callie bedanya dia ga cengeng, orangnya ngegas mulu kalo ngomong. Ga mau disalahain dia selalu menganggap dirinya benar. Tapi dia anaknya royal banget,engga pelit sama temennya. selalu berbagi apa yang dia punya.

"Hehe ya maap" callie teringat memang dirinya yang meminta hiking tapi tidak dengan gunung yang tinggi ini, tapi gimana lagi mereka sudah dipertengahan jalan. Bahkan akan segera sampai.

Akhirnya mereka sampai di puncak gunung yang diidam idamkan, semua perjuangan mereka tak sia sia pemandangan disini sungguh indah.

Tak disangka sangka disana mereka bertemu beberapa teman sekelasnya, kecuali lia karna ia beda sekolah dan juga angkatan dengan mereka

Cahaya rembulan menyinari puncak gunung itu. Selain senja sinar bulan juga tak kalah menariknya.

Seorang gadis sedang menikmati sinar rembulan yang sangat terang, ia berpikir apakah hidupnya yang gelap ini akan menemukan sinar seperti langit yang ia pandang, atau tidak. Ia memohon agar bisa mendapatkan sinar dalam hidupnya ntah dari siapapun itu.

"Sendiri aja mba? ga takut diteminin setan?"

Lamunannya buyar ketika seseorang mengganggu ketenangannya, sangat mengganggu. Ia menoleh mendapati seorang gadis duduk di sebelahnya, gadis itu menyodorkan cup berisi kopi susu. Namun ntah mengapa ia enggan menerimanya, bagaimana jika yang ada didepan matanya itu setan dan cairan yang ada di cup itu bukan kopi melainkan darah.

"Saya bukan setan kok mba, ambil aja ini kopi beneran"

Ia semakin ketakutan, bagaimana bisa gadis itu mengetahui isi pikirannya.

"Kalo mba ga percaya boleh kok tampar saya"

Plakkk

"Eh" ia kaget, tamparanya tidak tembus pertanda jika gadis itu bukan hantu.

"Aduh mba kirain ga ditampar beneran" gadis itu mengusap ngusap pipinya yang merah akibat tamparan yang keras itu.

"Eh iya maaf" ia menjadi malu, bagaimana tidak ia menyapa orang asing dengan sebuah tamparan.

"Engga bakalan di maafin kalo mbanya belum nerima kopi ini" gadis itu tetep kekeh memberikan cup berisi kopi.

"Y-ya makasi" ia hanya memandang kopinya, memastikan bahwa itu beneran kopi.

"Hahaha mba ini lucu ya tadi saya cuman mau nakut nakutin doang kaga beneran" gadis itu tertawa keras menepuk nepuk pahanya sendiri.

Merasa malu ia langsung menegguk kopi itu, benar itu memang kopi sungguhan.

"Mbanya kenapa sendirian ga gabung sama temennya?"

"Kamu sendiri gimana?ga sama temen kamu?" ia malah bertanya balik, gadis itu meringis benar juga yang dia katakan.

Perayaan Mati RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang