2

310 40 1
                                    

Siang hari yang cerah serta memberikan kontraks yang terlihat panas, indira sedang terududuk di bawah pohon yang rindang menunggu kedatangan ella sembari memainkan kakinya yang bergelantung.

"Ini minum, biar bisa nangis lagi" Ella mulai merendahkan badannya dan terduduk disamping gadis itu.

"Udah deh ga usah ngejek lo ga tau rasanya jadi gue" Indira memutarkan telapak tangannya pada tutup botol hendak membukanya, namun ternyata tutup itu sudah terbuka. Ia mengarahkan lubang botol tersebut pada bibirnya dan mulai menegguk air yang terasa sangat segar.

Arah mata ella sedari tadi tidak berubah, tetap memandang wajah samping sang kakak kelasnya. Angin sepoi sepoi membuat rambutnya sedikit berkibar, pantulan sinar matahari membuat wajahnya sedikit bersinar. Indira menurunkan kepalanya yang tadi sedikit mendongak saat minum, tanganya mulai menutup kembali botol itu.

Kini ekspersi indira seperti akan menerkam sesuatu, bibirnya yang ia cemberutkan, dan alis yang di tautkan hingga tercipta kerutan didahinya. Ntah mengapa ekspersi itu mengundang gelak tawa ella, mendengar suara tertawa, indira menoleh kearah sumber, ia mengangkat satu alisnya, kebingungan itu lah yang terlukis di wajahnya

"Napa ih"

"Muka kamu tuh jelek banget, kenapa masih cemberut gitu hahaha" Ella masih saja tertawa sembari menepuk nepuk pahanya.

"Ih udah sana lo balik kekelas"tangan indira memegang badan bagian samping ella dan mulai mendorongnya hingga ujung bangku panjang yang mereka tempati.

"Engga, tadi aku di usir dari kelas" Suara tertawa itu menghilang, kini ella menampakan wajah yang sangat melas, ia memeperbaiki posisi duduknya kembali mendekat pada indira, hampir saja ia terjungkal akibat dorongan gadis itu.

"Hah kok bisa?"

Ella mulai berdiri menghadap indira, ia mulai menceritakan serangkai kejadiannya dari ujung akar hingga ujung tunas, tak lupa ia juga memeperagakan gerak gerik yang ada dalam cerita. Saking asiknya menyimak cerita ella, ia menyilangkan kedua kakinya, dagunya bertumpuh pada tangan yang ia tegakkan diatas pahanya. Perlahan lahan sebuah senyuman mulai terbentuk pada bibir yang berwarna pink muda itu. Akhir dari cerita ella menjadi awal suara tertawa milik indira terlepas, wajahnya sedikit memerah dan ada setetes air mata yang keluar dari unjung kelopak matanya.

Melihat sang punjaga hatinya tertawa lepas membuat sebuah senyuman tercipta pada wajahnya, pemandangan ini lah yang selalu ingin ia lihat. Tidak peduli jika yang sedang ditertawakan itu dirinya, bagi ella tidak ada yang lebih penting dari kebahagiaan gadis ini.

Merasa sudah lelah indira menghentikan tawanya, ia mulai menarik nafas dan membuangnya bertujuan menetralkan nafas yang menderu akibat terlalu lama tertawa. Ella kembali menduduki bangku kayu yang berada di depannya.

"Eh tadi sebelum aku nyamperin kamu, aku lihat ada dua cewe keluar dari toilet sambil ketawa ketawa" Ella mulai membuka obrolan yang bersumber dari unek uneknya, ia berpikir bahwa mereka lah dalang di balik ini semua.

"Siapa?"

"Aku ga tau namanya, tapi aku ingat ciri cirinya"

Indira merapatkan posisinya pada ella dan menatap lekat kedua mata yang berwarna hitam pekat itu.

"Coba jelasin ciri cirinya"

"Ciri ciri orang yang pertama itu... kayanya seangkatan sama kamu terus cantik, tinggi, hidungnya mancung, rambutnya panjang lurus, dan hmm badanya se--"

"Lo lagi muji dia?" Indira memberi tatapan kesal kepada ella, ntah mengapa ia menjadi tidak suka jika ella memuji orang lain selain dirinya.

"Engga, aku nyebutin ciri cirnya ya cuman karna orangnya emang cantik kedengarannya kaya lagi muji" Ella menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sembari tersenyum hingga menampakkan giginya.

Perayaan Mati RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang