Bab 2

23 6 0
                                    

Ruangan yang luas itu berisikan banyak orang, dan ada lima berandal yang mengelilinginya seperti lebah. Hal itu membuatnya terkejut, dia duduk dengan tatapan kosong. Salah satu dari mereka bertepuk tangan.

  “Woy, woy dia bangun!”

  Mendapat seruan, semua orang mendekat. Pemuda itu berkeringat dingin, rasa mualnya masih ada, tetapi dia tahan. Pemuda bersurai hitam itu menatap sekumpulan orang yang berkumpul dengan serius.

   Kewaspadaannya pada sekitar jelas naik ke tahap paranoid. Baginya berada di tempat asing ini membuatnya aneh. Bagaimana bisa dirinya ada di sini? Apakah dirinya diculik? Oh tidak!

  “Kayak orang oneng, celingak-cilenguk. Sehat bro?” Pria berambut merah mencodongkan tubuhnya dan melambaikan tangannya.

Pemuda itu menghindari sentuhan tak biasa itu. Dia beranjak dari tempat duduknya, banyak pasang mata mengawasinya. Dirinya seperti mangsa yang empuk.

   Pemuda itu bersikap biasanya saja, tetapi aura tempat ini telah meciutkan nyalinya. Sebisa mungkin dia memberanikan diri untuk bertanya, “Kalian siapa?”

   “Ehhh, lo gak tau kami? Sungguh terlalu!” seru pria bertato, eksresinya yang galak tadi berubah melankolis.

  Ada banyak macam orang yang tinggal disini, warna rambutnya pun berwarna-warni seperti ayam. Jadi rada susah menjabarkannya. Pemuda itu hanya mengurutkan yang paling mudah saja.

   “Ini dimana?” tanya pemuda itu ke salah satu dari mereka.

  “Lo aman di sini,” jawab pria bertato tadi.

“Emang di luar berbahaya?” tanya pemuda itu dengan bingung.

  Pintu luar terbanting dengan debu berterbangan. Seorang pemuda dengan paras blasteran mengenakan kalung datang dengan wajah muram, dia membanting apa saja yang berada di dekatnya.

“Ah kesel gue, si joker nyari gara-gara!”

“Sabar bro, kenapa pula dia?” tanya pria berbaju hitam.

“Cewek yang gue taksir malah diembat, sialan tuh orang!”

“Kok bisa? Bukannya lo duluan yang pedekate. Kenapa mereka curi start?”

Pria blasteran itu menjawab dengan sinis, “Pasti ada yang lihat gue jalan sama gebetan baru. Makanya mereka iri.”

“Dahlah lo jauhin aja tuh cewek. Apa pun yang lo lakuin gue rasa gak bakal ada gunanya. Semua cewek sama aja.”

Pria blasteran masih kesal. “Gak bisa gitu dong, kalau gue mundur ntar Si Joker semakin jadi, yang ada mental gue kena.”

“Ya trus lo mau apa?”

Pria blasteran itu merendahkan matanya. “Gue mau tuh orang babak belur hari ini.”

“Caranya?”

“Saat dia lewat kita cegat dan keroyok!”

Pria berbaju merah, kuning, hijau, di langit yang biru menghela napas.

“Ah, kekanakan sekali. Dahlah!”

“Woy, woy, parah lo pada. Gak setia kawan!” keluh pria blasteran itu. Reaksi teman-temannya sungguh tak terduga.

Pemuda berseragam itu menyimak dari kejauhan. Perdebatan mereka sungguh keterlaluan. Jika dibahas memang tidak ada gunanya, tetapi melihat mereka berkumpul entah mengapa sangat akrab dan harominis.

Harusnya dia melarikan diri dari tempat aneh ini selagi mereka tak memperhatikan, tetapi dia tak bisa, dirinya sudah terpana dengan interaksi mereka yang seperti keluarga. Pemuda itu jadi merindukan orang tuanya. Dimanapun dia berada pasti akan selalu mengingat mereka.

Suasana yang sepi itu kembali ramai, emtah berapa lama dia di tempat ini. Tatapan pemuda itu beralih ke pintu, untuk sampai ke sana perlu waktu, gerakan yang lambat dan di saat mereka lengah. Menunggu itu membosankan. Ruangan yang berlubang mendapatkan cahaya.

Aura kelelahan melanda, padahal tak melakukan aktivitas berat, pemuda itu akhirnya tertinggal pelajaran, tak izin dianggap dibolos. Hari ini sangat sial. Semakin lama dan lama waktu berlalu, dia bangkit dan mencari tas ranselnya. Saat dia terbaring itu tasnya tak berada di dekatnya pasti telah disembunyikan oleh mereka.

***

Sekelompok orang yang tinggal di tempat antah berantah ini seperti gelandangan, mungkin mereka kabur dari rumah, tempatnya cukup layak untuk dihuni, hanya saja tak banyak perabotan. Setelah dicari ke sana-kemari akhirnya ketemu. Ada tumpukan barang yang sengaja berserakan di dekat tangga. Saat dia mendongak hanya terlihat atas saja.

Pemuda itu merapikan pakaiannya, rambut dan wajahnya yang berdebu. Di bagian luar ada keran satu dan ember yang sudah terisi air.

“Apakah mereka mandinya di sini?”

Dia mengangkat bahu, tak memedulikan lagi, dia berjalan di antara tong-tong kosong, kala menoleh ke belakang  bangunan itu seperti pabrik yang terbengakalai. Sesampainya dia di pinggir jalan. Hanya jalan yang lenggang.

Tak satu pun kendaraan yang lewat, motornya pun tak kelihatan. “Pasti mereka menjualnya, sungguh terlalu!”

Dengan kesal dia menendang kaleng kosong sampai-sampai membuat suara. Dia bersandar di tumpukan kayu. Memandang langit yang tak lagi cerah. Sepertinya sudah sore. Terpaksa dia berjalan kaki saja.

Melelehkan memang, dia seperti musafir yang kehilangan arah. Ingin berhenti, tetapi sudah separuh jalan. Dia memutuskan mempercepat langkahnya dan menemukan sebuah gubuk entah warung, duduk sejenak. Tas ransel dibuka dan beruntungnya dia selalu membawa bekal.

Jadi dia makan terlebih dahulu, mengecek ponselnya yang ternyata mati. Wah sudah tak beres ini. Apa mereka mengutak-atik ponselnya saat dia tak sadarkan diri?

Pemuda itu bersandar dengan tatapan nelangsa, uangnya pun menghilang, semua yang ada pada dirinya tak tersisa hanya jiwa dan raga saja yang masih utuh. Beruntung nyawanya tidak dihilangkan.

Masa iya sekumpulan orang itu pembunuh berantai berkedok anak jalanan. Bisa jadi mereka sedang melakukan penyamaran. Dia juga mengingat perkataan pria bertato itu, “Tempat ini aman” yang berati itu tempat persembunyian mereka gitu?

Ah, pikirannya semerawut, pemuda itu tak tahu harus apa. Harusnya sebelum ada kejadian aneh di jalanan, dia langsung pergi saja, tetapi ini sudah terlanjur dan dia sendiri yang mengalaminya. Ingin mengutuk, tetapi kepada siapa?
  
Pemuda itu menunduk dengan kedua kaki ditekuk. Matanya menutup dan napasnya naik turun. Dia sudah seperti anak hilang, yang terlupakan oleh sebagian orang. Kalaupun dia kembali tidak mungkin ke pemukiran tak jelas itu, bisa-bisa dia dimutulasi. Banyak berita di televisi tentang kasus penculikan, tetapi dia tak terlalu menanggapi dengan serius.

Baginya roda kehidupan akan selalu berputar, terkadang kita terlihat baik-baik saja. Akan tetapi, di balik layar menderita. Kehidupan sekolah yang harusnya menyenangkan jadi tidak bisa dipastikan.

Pemuda itu mulai melankolis, jalanan yang sepi itu semakin sunyi, angin saja enggan bertamu. Pepohonan berjauhan dan sosok manusia saja tak tampak sama sekali. Dia mengayunkan kedua kakinya sembari bersiul, mengalunkan lagu kematian.

Hanya dirinya di sana, tidak mungkin ada orang juga, tetapi yang dia tak tahu. Ada sepasang mata yang sangat gelap tengah memperhatikannya. Entah dia merasa atau tidak, percuma juga. Bisa jadi itu binatang buas yang tengah berburu. Wassalam ini, pemuda itu pasrah dengan keadaan yang memprihatinkan.

....

Dangerous Boy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang