Bab 7

5 4 0
                                    

Di saat mereka makan, suara deruman motor berhenti, Melvi yang lagi makan pisang goreng mendongak dan meninggalkan semua makanan yang ada. Dia menghampiri pengendara motor itu dengan senyuman yang sangat manis.

  “Vi, pisang gorengnya buat gue, ya.” Cahya menoleh ke samping, tidak ada orang. Cahya berbalik dan terpana dengan interasksi kedua insan yang terjalin erat. “Woy Vi! Ada pacar, temen ditinggal. Parah lo!”

  Melvi mengeluarkan lidahnya, dia sibuk mengobrol dengan sang pujangga. Cahya melihat dari kejauhan, dia menyeruput es teh yang masih segar sambil memperhatikan pria itu. Helm yang dipakai tidak dilepas, kedua alisnya mengerut.

   “Sok cool banget tuh cowok, seberapa tampannya si dia sampai-sampai Melvi sebucin itu.”

    Tatapan Melvi ke pemuda itu sangat lembut dan penuh kasih sayang. Entah apa yang mereka obrolkan yang jelas Cahya hanya menangkap ekspresi Melvi saja, sedangkan pria di balik helm itu tak ada, kecuali tindakan seperti menepuk, membetulkan helaian rambut yang terhempas oleh angin.

   Tindakan sekecil itu bisa membuat orang terpesona. Salah tingkah, mabuk asmara dan banyak hal lainnya yang tak perlu diungkapkan dengan kata-kata. Cahya jadi iri dengan kedekatan mereka.

  “Fix no debat, gue yakin bisa dapat cowok yang bisa menghargai ceweknya.”

  Interaksi mereka tak terlalu lama, tetapi bagi Cahya yang menonton dari awal sampai akhir itu sangat lama sekali. Melvi menatap kepergian kekasihnya dengan ekspresi cemberut.

  Cahya menggodanya, “Kusut amat tuh muka. Udah pacarannya? Kok cepat?”

   “Dia ada urusan,” ujar Melvi lirih.

   “Ah, sayang sekali,” ledek Cahya.

   “Udah belom makannya? Yuk pulang!”

   “Bentar gue bayar dulu, hehe.”

   Pada akhirnya mereka berjalan kaki ke rumah sampai-sampai tak merasa lelah sedikit pun, mungkin karena berdua, di sepenjang jalan mereka bercanda dan melupakan beban yang ada. Sesampainya di gerbang taman. Melvi dan Cahya bisa bernapas dengan lega.

  “Mau masuk apa langsung pulang?”

  “Nginep!”

Cahya membuka pagar dan duduk di teras depan sambil merebahkan diri. Melvi tertawa, dia memutar jalan dan kala melewati garasi tampak sebuah sepeda motor yang amat sangat dikenalnya.

***

   Melvi masuk ke dapur, mengambil dua botol minuman yang dingin, kemudian berjalan ke pintu depan.

Ceklek!

  Cahya menoleh dan melihat temannya berinisiatif menjamu tamu. “Makasih.”

   “Yo, gue ke kamar dulu, ya. Mau ganti baju. Lo kalo mau istirahat di dalam. Anggap aja rumah sendiri.”

  “Ok siap! Ntar gue ngadem dulu.” Cahya meneguk sebotol air sampai tandas.

Melvi berlalu pergi, saat dia melewati beberapa ruangan, dia melihat sosok pemuda yang sangat dikenalnya tengah tertidur lelap di sofa. Melvi mendekat dan merasakan napasnya masih ada.

   Pemuda bersurai hitam itu menggerakkan bulu matanya. Pergerakan sekaligus pendekatan yang dilakukan orang lain membuatnya tersadar, dia membuka mata.

   “Lo dari mana aja sih? Kek gembel gue di sini, mana gak ada makanan.”

  “Baru balik sekolahlah, emangnya elo. Bolos!” Melvi memicingkan matanya.

Dangerous Boy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang