Bab 20

8 2 0
                                    

Sekali lagi Cahya merasa sedih. Harusnya dia senang, pembuat masalah itu tak lagi mengusiknya, tetapi Cahya tak menyukai perubahan drastis ini. Cahya berlari ke luar ruangan, Melvi dan Reno sampai terkejut.

“Ya, mau kemana lo?” tanya mereka berdua, tetapi Cahya tak lagi mendengar karena dia sudah menghilang dari pandangannya.

    Cahya keluar tanpa alas kaki, dan dia tak menemukan Bara dimanapun. Cahya panik dan gelisah, dia berharap bisa bertemu dengan Bara meski sebentar, ada pesan yang ingin Cahya sampaikan. Saat dia kebingungan sosok pemuda tak dikenal muncul di depannya.

   “Eh, lo temennya Reno kan? Ngapain disini? Bukannya istirahat malah berkeliaran tak jelas, “ sindir Alvin.

Setelah Alvin membersihkan kekacauan, dia langsung mencari Reno, kala dia hendak bergerak, tangannya ditahan.

   “Bantu gue cari Bara!” pinta Cahya.

   “Kenapa? Bukannya lo senang dia gak ada.” Balas Alvin dengan cuek.

  Cahya terpaku, sejenak dia tak mengeluarkan suaran. Alvin menyentak tangan gadis itu, dia sangat sibuk hari ini.

   “Tunggu, gue mohon sama lo untuk sekali ini aja. Bantu gue temui Bara!” Mata Cahya yang sendu berubah dengan tekad yang membara.

  Alvin tertegun, dia sangat tidak senang terlalu lama bersama dengan orang lain. Dia takut Reno akan memberinya pelajaran, cukup sekali telinganya tuli.

Alvin tak ingin mendekati zona merah. Gadis itu tidak menyerah meski sudah ditolak, Makhluk yang paling mengerikan itu adalah wanita. Sekalinya terjebak, bakal susah keluarnya, kecuali mereka sendiri yang memutuskannya.

  “Lo cari orang lain aja!” Alvin mengakhiri obrolan mereka. Cahya yang putus asa pun tertunduk dan mengeluarkan jeritan pilunya. Berharap Bara bisa mendengarnya dan menenangkannya seperti biasa pemuda itu lakukan.

    Alvin merasakan aura kegelapan yang terpancar dari orang yang mengawasinya, dan benar saja suara menggelegar tiba-tiba datang seperti kilat yang menyambar.

    Reno berkacak pinggang. “ALVIN, LO APAIN TEMEN GUE HAH?”

   Ekspresi Alvin yang galak berubah layu jika berhadapan dengan Reno. “Gak gue apa-apain!”

   “Trus kenapa temen gue nangis kejer kek gini. Pasti lo bully dia kan?” Mata Reno melotot.

   “Mana ada. Dia aja yang lebay,” Alvin mengelak.

   Melvi yang mengikuti Reno dari belakang, mendengar peserteruan mereka membuatnya tertawa terbahak-bahak. Reno yang dia kira lemah ternyata bisa sekuat itu, dia melempar makian ke pemuda yang kelakuannya lebih gila dari Bara.

   “Masa lo gak percaya sama gue sih?” Tatapan Alvin yang sendu tak membuat Reno luluh. Dia selalu menjaga wajahnya.

   “Ya, lo kenapa? Apa Alvin bully lo?” tanya Reno padanya.

   Cahya menggeleng, Reno menghela napas lega. Alvin tak membuatnya malu. Cahya mendongak, airmatanya keluar tanpa jeda. “Tapi dia gak mau bantuin gue!” tangisan Cahya semakin keras.

  Mata Reno meredup, dia beralih ke Alvin yang terbujur kaku. “Dia minta apa, Jawab?” Reno mendesaknya.

  “Cari Bara,” balas Alvin.

   Melvi dan Reno tertegun, keduanya melirik Cahya dengan bingung. Bukankah Cahya tak ingin berurusan dengan Bara lagi, tetapi kenapa akhirnya begini?

   “Gue gak bisa bohong kalau gue cinta banget sama dia. Gue pengen Bara selalu ada di sisi gue, lo semua harus bantuin gue cari dia!” Cahya bangkit dan melemparkan dirinya ke pelukan Melvi dan Reno.

   “Oke-oke, kita bantu.” Kedua sahabatnya memberi Cahya pelukan dan usapan yang menenangkan.

***

   Melvi menarik kembali kata yang pernah dia lontarkan ke Bara saat mereka bertengkar terakhir kali. Dia mengira Cahya tidak akan menerima sisi gelap pemuda liar itu, tetapi sekarang Melvi yakin kalau Bara bisa berubah lebih baik dalam pengawasan Cahya.

  Alvin tersenyum kecut, kehadirannya  tak dianggap, tetapi dia senang karena Reno tidak mengabaikannya terlalu lama. Mereka berempat bekerja sama mencari keberadaan Bara dan Berharap sepasang kekasih itu bisa bersatu kembali.

    Kepergian Bara yang tiba-tiba tak mempengaruhi banyak orang. Jelas atensinya tak terlalu berharga. Dia datang seperti badai dan pergi secepat angin.

    Bara memandang keluar jendela. Ponsel yang sengaja dia matikan berbunyi terus-menerus. Bara mengecek panggilan tak terjawab itu. Kedua jarinya membeku. Cahya memanggilnya berulang kali.

   Bara berpikir sejenak, mungkinkah ada harapan untuknya tinggal? Bara menggeleng. Dia sudah tak punya harapan lagi. Baginya Cahya hanya ilusinya saja.

    Bara yang termenung di bandara, dikagetkan dengan kehadiran Cahya. Keduanya bertatap muka dan tebar pesona. Cahya berlari ke arahnya, memeluknya dengan erat, dan mengomelinya, ”Atas perintah siapa lo pergi? Tanpa seizin gue, lo gak boleh tinggalkan tempat ini!”

   Bara tertegun, dia membalas pelukan Cahya dengan erat. “Ya, gue gak mau nyakitin lo lebih dalam.”

   “Gak, lo gak salah. Gue suka cara lo milikin gue sepenuhnya. Bar. Jangan pergi ok?” Cahya menatapnya sendu.

   Bara mengusap jejak airmata kekasihnya. “Bolehkah gue di sisi lo selamanya?”

   Cahya mengangguk. “Hm.”

  “Bolehkah gue cium lo di sini?” Bara mengusap bibir ranum milik Cahya.

   “Gak boleh!” Cahya menggeleng.
    Sayang sekali, hipnotis Bara tak lagi mempan. Cahya mendongak. “Kalau disini boleh,” ucap Cahya malu-malu, dia menunjuk kedua pipinya yang merah.

   Bara tertawa, di berkata, “Makasih telah mencintai gue apa adanya.”

  Cahya menatap Bara penuh cinta. “Makasih juga karena lo gak berpaling dari gue setelah semua yang terjadi.”

   “Gue akan tetap setia sama lo, Ya. Meski lo tolak gue berulang kali.” Cahya tersenyum lebar, dia senang Bara kembali padanya, begitupun sebaliknya. Akhirnya mereka ditakdirkan untuk bersama.

.
.
.

- S E L E S A I-

The Final: Kamis, 04/07/24

Alhamdulillah Wa Syukurilah
15 Hari bukanlah waktu yang mudah, ada banyak kesulitan,  tetapi saya berhasil mengatasinya.


Salam Hangat, Salam Literasi

Tertanda,
PEN RI, 2024

Dangerous Boy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang