Bab 17

2 1 0
                                    

Cahya mengembuskan napasnya, jika Bara terlalu lama berada di ruangan yang sama dengannya. Dirinya tak akan bisa mengendalikan emosinya. Melihatnya saja sudah membuat Cahya muak, apalagi harus berdebat dengan lelaki tak tahu aturan itu.

     Cahya merasa dia akan senam jantung setiap harinya jika berhadapan langsung dengan Bara. Sekejam apa pun perlakuan Cahya padanya, pemuda itu tidak pernah membalas dendam. Beda sekali dengan awal pertemuan mereka yang luar biasa.

    Setelah cintanya diterima, Bara semakin gila, dan penghalang apa pun bisa dia tembus. Cahya tak bisa membiarkan Bara membuat kegaduhan. Cahya merasa tak enak dengan karyawan rumah sakit. Karena dia jatuh sakit, semua orang kena imbasnya. Cahya lebih baik dipulangkan, tetapi Bara malah mengancam mereka. Sungguh terlalu.

     Di waktu yang sama, tetapi beda keadaan. Reno yang masih menginap di rumah Alvin tengah bermain dengan ponselnya. Dia tak masuk ke sekolah, lagipula sudah telat juga, daripada bolos, lebih baik izin. Alvin juga membantunya menulis tangan. Reno akui tulisan Alvin sangat rapi, beda sekali dengannya yang berantakan.

    Kala Reno membuka grup kelas, mereka membahas banyak topik dan alisnya mengerut saat melihat salah teman kelasnya mengirim sebuah video. Member grup berlomba-lomba menonton, dan ada banyak pembahasan di sana.

    Topik yang paling ramai ialah tentang Seorang Pemuda yang mengamuk di Rumah Sakit Perdana, kemungkinan orang gila baru.

    Reno sampai tertawa membaca serangkaian kata yang mereka tulis. Alvin yang sudah selesai memandikan motornya, beristirahat sejenak, dan tak sengaja di melihat Reno yang tersenyum sendiri. Dia pun penasaran, dia berjalan ke arahnya dengan langkah ringan.

     “Liat apa sih? Serius amat.”

    Reno terperanjat, dan ponselnya hampir terlempar. Beruntung dia memegang telepon genggamnya dengan erat coba kalau tidak Reno akan kehilangan semua data pentingnya. Dia melototi sang pelaku.

    “Lo kayak jelangkung tau gak.”

    “Pergi tak diantar, pulang tak dijemput?”

    “Ya, eh tapi jangan lo baca juga mantranya.”

    “Lo tenang aja, rumah gue aman dari hantu, penjahat, ataupun maling.”

   “Kok bisa gitu?”

   “Udah gue pagerin pake besi.”

   Reno menepuk jidatnya. “Astaga, gue pikir udah lo kasih jampi-jampi. Susah ngobrol sama orang stres kayak lo!”

    “Harusnya lo bersyukur, karena adanya gue. Lo ketawa terus, jadi lo gak beruban.”

   “Serah lo Vin, gak denger gue, pake headset.” Reno sudah lelah menghadapi Alvin.

   “Oh yang dipakai di tangan itu ya?”

   “Itu manset! Gue bakar lo ya jadi abu!”

    Reno mengejar Alvin yang sudah melarikan diri. Pemuda rese itu sangat pandai mengecoh lawannya. Reno sampai kehabisan napas. Dia berhenti di dekat tangga. Ponselnya kembali bergetar. Saat dilihat nama Melvi terpampang jelas di layar ponselnya.

    Sebelum Reno menjawab, Melvi mengomelinya dengan pedas, "Bagus lo berdua, bolos gak ngajak gue!"

   "Hah? Siapa yang bolos? Gue Izin ya."

   "Gak percaya gue sama lo. Di sekolah gue kek orang oneng tau gak. Setiap gue lewat, pasti ada aja gangguannya," keluh Melvi.

   "Cahya gak masuk tah?" tanya Reno. Sebuah Kaleng soda terulur di depannya. Reno tak perlu melihat, karena dia tau pemilik tangan itu adalah Alvin.

Dangerous Boy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang