PROLOG

26 1 0
                                    

Bugh

"KALO LO GAK BISA BAYAR BESOK, ANGKAT KAKI LO DARI SINI!"

Suasana malam hari yang disertai gemericik hujan terasa mencekamkan. Hal ini disebabkan oleh para penguasa tempat yang sedang menagih hak mereka.

Seorang pemuda yang menjadi korban kekerasan meringis memegangi sudut bibirnya, rasa amis dari darah pun bisa ia rasakan. Pandangannya mulai kabur karena wajah serta tubuhnya sudah berapa kali terkena pukulan kencang.

Tidak diberi kesempatan bernafas, kerahnya ditarik oleh salah satu preman dengan tubuh yang paling besar diantara yang lainnya.

"Denger ini baik baik, besok siang gua dateng kesini lagi dan lo harus bayar uang sewaan. Kalo sampe lo berani kabur dari sini—gua jamin lo gak akan pernah selamat." Ancamnya tidak main-main.

Tangan besar itu masih saja menarik kerah bocah ingusan dihadapannya. Ia tidak peduli jika anak tersebut masih berada di bawah umur. Yang terpenting adalah uang yang seharusnya ia terima itu sudah ada.

Sang korban pun hanya mengangguk lemas. Nafasnya sudah melemah karena lehernya terasa dicekik. Kakinya pun meronta-ronta saat sudah tidak menapaki tanah.

"Bang!"

Suara seorang gadis kecil membuat perhatian semuanya teralih. Terlihat tak jauh dari tempatnya, gadis itu berdiri diambang pintu seraya menyenderkan tubuhnya santai.

"Udah lah, ntar dia mati gimana? Yang ada Abang masuk penjara lagi."

Salah satu anak buah preman mendengus, "Kamu enggak usah ikut campur, Cil."

Gadis yang disebut 'bocil' itupun memutar bola matanya malas. Ia bersedekap dada seakan akan tidak terganggu dengan tegasan itu.

"Ini udah malem, dan Abang-abang semua ganggu tidur aku! Makanya aku suruh berhenti." Jelasnya dengan wajah yang menahan kantuk itu.

Ah, lihatlah! Saat ini sudah menunjukkan pukul 12 malam hari. Waktu yang seharusnya ia gunakan untuk tidur santai terusik hanya karena suara dari preman-preman sialan itu.

Si Bos preman pun melepas kasar cengkraman membuat laki-laki di depannya langsung duduk terjatuh. Tangannya mengambil rokok dan mematiknya, diselipkan rokok itu ke dalam lipatan bibir seraya berkata, "Inget kata-kata gua tadi!" Tegasnya lalu pergi bersama anak buahnya.

Pemuda berusia 13 tahun itu memejamkan matanya menahan sakit yang dilanda. Sebelah tangannya memegang dada yang terasa sangat sesak. Sungguh, rasanya sangat menyakitkan. Tulang-tulang seakan remuk, sel-sel di dalam tubuh seakan tidak berjalan.

Bahkan bergerak pun sangat susah, karena ia merasa tidak ada tenaga sedikitpun. Disaat tubuhnya penuh luka, pikirannya sibuk berpikir bagaimana cara mendapatkan uang dengan cepat. Ia harus buru-buru membayar uang sewa tempat tinggalnya.

Suara derap langkah kaki mendekat membuat ia mau tak mau harus membuka mata. Terlihatlah seorang gadis seumurannya yang berjalan dengan tangan bersedekap dada.

"Telat bayar lagi, lo?" Tanya gadis yang ia kenal dengan nama Archiel. Sebuah keterdiaman membuat El mengangguk paham. Sudah tak jarang lelaki dihadapannya ini telat membayar uang sewa.

El menghela napas lalu berniat membantu lelaki itu untuk bangkit. "Duh, berat banget badan lo!" Keluhnya saat lelaki tersebut tidak ada pergerakan. Padahal dirinya sudah menarik sekuat tenaga.

Dengan kekuatan penuh, ia menyelipkan kedua tangannya dimasing masing bawah ketiak pemuda tersebut, menggeretnya menuju pintu secara tak berperasaan.

Sang pemuda itupun hanya terdiam lemas, bahkan tubuhnya pun seakan mati rasa. Ia hanya bisa diam tanpa tenaga.

LENGKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang