"Awas saja jika kamu mengirimnya pada Evelyn!" seru Hugo berbahaya setelah kakak iparnya itu pergi meninggalkan kantornya.
Cath hanya mengacungkan ponselnya ke udara saat pergi seakan memberi peringatan pada Hugo. Detik itu juga Hugo segera memanggil departemen SDM untuk memindahkan Melani.
Sepanjang siang itu Hugo dibuat pusing karena megaproyek yang sedang dia kerjakan. Ada beberapa meeting dengan klien serta tim pengembangan. Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam saat ia baru akan pulang.
Hugo menghampiri mobilnya di parkiran basement. Disana supir pribadinya telah menunggu. Akan tetapi di luar perkiraannya ada satu orang lagi yang menunggunya disana. Wanita yang berusia kisaran 26 itu tampak menggenggam dua kantung kopi ditangannya.
"Semuanya baik-baik saja?" Hugo bertanya dengan satu alis terangkat.
"Ya, maksud saya tidak." Melani, wanita yang semula menjadi sekretarisnya, tetapi hari ini dengan terpaksa dipindahkan kebagian lain. "Saya hanya bertanya-tanya apa kesalahan saya. Kenapa hari ini saya harus dipindahkan ke departeman lain."
Hugo mengusap puncak hidungnya. Empat belas jam bekerja sangat melelahkan dan sekarang dia hanya ingin kembali ke dalam pelukan istrinya. Dia tidak punya banyak waktu untuk meladeni pegawai ini. "Tidak ada alasan khusus. Kerjamu bagus. Jika ada keluhan pergilah ke bagian HR. Mereka akan menanganinya."
Tanpa penjelasan lebih lanjut, Hugo masuk ke dalam mobilnya. Melani mengetuk-ngetuk jendela mobil hingga Hugo terpaksa menurunkan kacanya.
"Saya baru membelinya. Ini kopi tanpa kafein. Mungkin bapak bisa meminumnya diperjalanan pulang." Gadis itu tersenyum lembut hingga Hugo terpaksa menerima kopi yang dia berikan.
"Kalau begitu saya pamit." Melani pun berlalu meninggalkan Hugo.
Hugo memberi instruksi pada supirnya untuk segera jalan. Mobil itu pun berlalu meninggalkan lapangan parkir.
***
Hari itu hari sabtu. Hugo tertidur lebih lama dari pada hari biasa. Hugo memeriksa sebelahnya dengan satu tangan sementara matanya terpejam. Tidak ada Evelyn di sampingnya. Menyadari hal itu Hugo lekas membuka mata. Ia mencari keberadaan istrinya.
Hugo menemukan Evelyn sedang duduk di ruang tamu. Matanya menatap kosong pada pemandangan di depannya. Wanita itu masih mengenakan gaun tidur yang senada dengan kulit putihnya. Rambutnya terlihat berantakan.
Hugo mendekap Evelyn dari belakang. Ia menciumi leher jenjang istrinya namun tak pendapat reaksi apa pun. Hugo memutari sofa dan duduk disebelah Evelyn.
"Sayang?"
Tak ada reaksi apa pun dari Evelyn. Hanya ada hening yang mengisi untuk sesaat lamanya.
"Hugo," panggil Evelyn.
"Hm."
"Kamu bisa mencari gadis lain. Kamu kaya, tampan, hanya sifatmu saja yang bermasalah."
Hugo membersitkan tawa. "Evelyn, justru itu. Hanya kamu yang bisa menerima aku yang seperti ini."
"Saat pertemuan pertama kita, aku juga menyukaimu karna harta. Aku hanya memanfaatkanmu. Yang aku sukai, itu uangmu. Aku tidak sebaik yang kamu kira."
Hugo mendengkus. "Aku juga tidak berharap kamu baik. Apa pun alasanmu bersamaku yang terpenting kamu milikku. Kita akan terus bersama seperti ini."
Hugo mendekat ke arah Evelyn dan mencium bibir istrinya itu. Tangannya merengkuh leher Evelyn membawa wanita itu mendekat ke arahnya. Tangannya yang lain berada di pinggang Evelyn untuk menopang tubuh wanita itu.
Evelyn menjauhkan wajahnya. Air mata menetes di pipinya. "Aku tidak mau melakukannya."
"Kenapa?"
Evelyn bangkit berdiri, menjauh dari Hugo. Hugo menatapnya dengan menuntut.
"Eve, aku harus menunggu berapa lama lagi sampai kamu tenang?" ujar Hugo frustasi. Sudah tiga bulan lamanya mereka tidak melakukannya. Hugo merasa dia sudah sampai pada limitnya.
"Kamu boleh tidur dengan wanita lain," terang Evelyn.
"Kamu gila??!!" Hugo benar-benar tidak dapat mempercayai pendengarannya. Kemaren bercerai, sekarang ini. Istrinya itu benar-benar hendak membuatnya gila.
Evelyn menyilangkan tangannya di depan dada. Ia mengusap air mata yang ada dipipinya.
Hugo ikut bangkit. "Look, aku ngerti kamu belum sepenuhnya pulih dari kehilangan anak kita. Tapi kita tidak bisa berlarut-larut seperti ini Evelyn. Hidup terus berjalan. Kamu harus bangkit-"
"Gampang sekali," Evelyn mendecihkan tawa. Matanya berkaca-kaca. "Yang mengandung mereka itu aku, aku!! Aku yang paling ngerti rasanya kehilangan karena aku yang selalu bersama mereka selagi kamu sibuk dengan pekerjaan kamu. Aku gak mau melalui semua itu lagi! Lebih baik kamu ceraikan aku atau kamu cari wanita lain untuk memuaskan nafsumu Hugo!"
Hugo mengusap wajahnya. Pria itu kembali duduk di atas sofa karena merasa terguncang oleh ucapan Evelyn. Ia menatap Evelyn. "Eve, aku akan memakai pengaman."
Ucapannya menyulut emosi Evelyn. Wanita itu mencari benda terdekat yang bisa dijangkaunya dan itu adalah remot TV. Segera, remot itu melayang mengenai kepala Hugo hingga menimbulkan bunyi yang keras.
"AKU GA MAU LIAT KAMU! PERGI!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ways To Let Go
RomanceDari awal Evelyn tidak percaya pada yang disebut cinta. Alasan ia menikahi Hugo itu sederhana. Ia hanya ingin hartanya. Ia ingin hidup kaya raya dan kebetulan Hugo memiliki itu semua. Tapi ternyata kekayaan yang ia dambakan itu hanya kebahagiaan sem...