Hugo menarik napas dalam. Di tangannya kini terdapat sebuket besar bunga mawar. Di tangan satunya lagi ia menggenggam tali paper bag yang berisi tas Dior kesukaan istrinya. Hugo berdebar dengan rasa tidak nyaman. Apakah ini akan bisa meredakan kemarahan Evelyn?Jika tidak, dia bisa memberikan lebih banyak lagi, pikir Hugo menguatkan hatinya. Dia harus melakukan apa pun untuk menyelamatkan pernikahannya.
"Sayang? " Hugo menemui Evelyn di kamar.
Istrinya sedang menyisir rambutnya di depan cermin. Melihat kehadiran Hugo, ia pun bangkit berdiri.
"Surprise! " Hugo mengangkat kedua benda yang ada di tangannya. Senyum lebar menghiasi wajahnya. Ia mengharapkan reaksi positif dari Evelyn. Tapi yang terjadi justru sebaliknya.
Wanita itu melipat kedua tangannya di depan dada. "Kamu ngapain? " ujarnya dingin.
Hugo masih belum kehilangan senyumnya. "Aku bawain kamu sesuatu yang kamu suka?" Ia menghampiri Evelyn dan menjulurkan buket bunga yang ia pilih setelah menghabiskan waktu 30 menit mencari diinternet arti masing-masing bunga yang ada di toko itu.
"Seriously, Hugo? " Evelyn menatapnya dengan tidak percaya --bukan reaksi yang diharapkan Hugo.
"Kamu gak suka? " tanya Hugo dengan keheranan.
Evelyn mengambil buket bunga itu dari tangan Hugo dan melemparnya begitu saja. Yang dilihat Hugo adalah Evelyn sedang membuang perasaan dan ketulusannya. Hatinya pun terasa sakit dan ia ingin marah saat itu juga. Tapi ia menahan dirinya.
"Aku ingin cerai, kenapa kamu gak ngerti juga? "
Hugo menatap langit-langit kamarnya, kemudian menghembuskan napas berat. Jika ia ikut tersulut emosi sekarang, maka habislah sudah. Sepertinya memang itu yang diinginkan Evelyn saat melempar bunga pemberiannya. Hugo jadi semakin yakin, Evelyn benar-benar ingin bercerai darinya.
"Kamu ingat tas yang waktu itu kamu mau tapi udah sold out? Aku berhasil mendapatkannya. Ini!"
"Aku gak butuh tas itu, " Evelyn berujar dengan marah --menyingkirkan paperbag yang ada ditangan Hugo. "Aku mau cerai dari kamu, bagian mana dari ucapanku yang gak kamu ngerti? "
"Stop it, Evelyn! " Jika ia mendengar kata cerai satu kali lagi, Hugo pikir ia akan gila saat itu juga. Evelyn benar-benar telah menguji batas kesabarannya. "Aku gak mau cerai dari kamu, " akhirnya Hugo mengatakannya. "Sampai kapan pun aku ga akan cerai sama kamu!"
Evelyn mengusap kepalanya yang terasa berat. Ia mulai menangis. Ia menangis tersedu-sedu seolah yang baru saja dikatakan Hugo itu menyakitinya.
Tapi Hugo tak menemukan ada sesuatu yang salah dari ucapannya.
"Kamu emang gak bisa ngerti. Rasanya sakit banget dan aku kepengen lepas dari semua ini!"
Hati Hugo terenyuh melihat air mata dipipi istrinya. Semarah apa pun Hugo, ia tidak pernah tahan melihat istrinya menangis. "Eve..."
Evelyn menghentikan langkah Hugo sebelum pria itu mendekatinya dan memeluknya.
"Aku mau cerai, tolong. Aku udah ga tahan lagi ada disini, " ia mengucapkannya dengan putus asa. Berharap Hugo akan kasihan padanya.
Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Pria itu menatapnya dengan tatapan penuh amarah. Detik berikutnya Evelyn melihat Hugo meremas tangannya sendiri dengan kuat. Evelyn dipenuhi kecemasan. Apakah kali ini Hugo akhirnya akan memukulnya? Selama pernikahan mereka Hugo tidak pernah melakukannya. Apa sekarang Hugo akan begitu?
"Aku sudah bilang, hentikan Evelyn... " suaranya pelan penuh peringatan.
"Kalau aku ada salah aku minta maaf. Aku akan minta maaf sebanyak apa pun yang kamu mau. Tapi kita gak akan pernah bercerai Eve. Ga akan. "
Itu adalah kemurahan hati yang bisa diberikan Hugo pada Evelyn. Seumur hidupnya Hugo tidak pernah mengampuni siapa pun yang mengusiknya. Ia akan menghancurkan mereka. Tapi ia tidak akan melakukan itu pada istrinya. Hugo ingin memastikan itu tidak akan terjadi. Ia akan membujuk Evelyn dengan baik-baik.
Hugo meninggalkan ruangan itu tanpa berkata apa pun lagi. Meninggalkan Evelyn sendiri yang terjatuh di atas kursi riasnya dengan lemas. Wanita itu meraih ponselnya dan menelpon seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ways To Let Go
RomantizmDari awal Evelyn tidak percaya pada yang disebut cinta. Alasan ia menikahi Hugo itu sederhana. Ia hanya ingin hartanya. Ia ingin hidup kaya raya dan kebetulan Hugo memiliki itu semua. Tapi ternyata kekayaan yang ia dambakan itu hanya kebahagiaan sem...