11

3 1 0
                                    

"Kamu sudah berkeluarga?" tanya Evelyn setelah menjelaskan pekerjaan yang akan dilakukan Talia.

"Ya tapi sudah bercerai," jelas Talia. "Oh, tapi nyonya tidak perlu khawatir. Motivasi saya bekerja adalah anak saya. Saya tidak akan melakukan hal yang tidak nyonya sukai," ujarnya dengan nada memelas.

Evelyn menyeruput tehnya seraya menatap Talia dengan satu alis terangkat. Kemudian ia menaruh cangkirnya diatas meja.

Tanpa diminta Talia menjelaskan maksudnya. "Maaf nyonya. Saya sering disalahpahami karena penampilan saya dan juga status saya sebagai janda."

Evelyn mengangguk paham. Meskipun sebenarnya dia memang memiliki maksud lain saat memilih Talia. Sebenarnya dia juga salah satu orang yang berpikir Talia seperti wanita penggoda. Dia merasa bersalah ketika memikirkannya.

"Kalau begitu, bagaimana dengan anak kamu?" Evelyn memilih mengalihkan topik pembicaraan.

"Oh, iya. Kalau boleh saya minta pada nyonya, saya ingin tidak menginap. Jadi saya masih bisa bertemu dengan anak saya setiap hari," pinta Talia memelas.

Evelyn mengangguk. Dia juga tidak tega membuat seorang ibu harus berpisah dengan anaknya. Meskipun tak ada satu pun anaknya yang bertahan hidup, ia tak bisa membayangkan bagaimana rasanya terpisah dari darah dagingnya sendiri.

"Baiklah," ucapnya seraya menghela napas. "Kalau begitu kapan kamu bisa mulai bekerja?"

Talia tampak gembira. Bola matanya berbinar senang. "Besok nyonya. Saya bisa mulai bekerja besok."

Evelyn mengangguk setuju.


***

Setelah Talia pamit, Evelyn menyusul Hugo ke lantai atas. Suaminya itu tampak tengah duduk diatas kasur dengan kaki menjulur. Tangannya memegang i-pad dan matanya sibuk membaca sesuatu disana. Ketika Evelyn datang ia menghentikan pekerjaannya dan menatap istrinya itu penuh curiga.

"Apa?" Evelyn berpura-pura tidak tahu alasan suaminya menatapnya seperti itu.

"Kamu pikir aku akan tertarik pada wanita itu kan?" tuduh Hugo tanpa tedeng aling-aling.

"Tertarik gimana? Kamu kenapa curiga gitu sama aku sih?" Evelyn masih berusaha mengelak.

"Karna kamu patut dicurigai," Hugo bangkit berdiri untuk berhadapan langsung dengan Evelyn.

Evelyn menghembuskan napas tidak percaya. "Jadi menurut kamu dia menarik?" Ia mengubah taktiknya dengan balas menyerang Hugo.

Hugo tampak kelabakan. "Jangan coba mengalihkan topik Eve. Ini tentang kamu yang mencoba segala cara untuk bercerai dari aku. Kamu lupa soal Melani yang kamu taruh kembali sebagai sekretaris aku? Sama halnya dengan ini. Tapi asal kamu tahu, semua ini percuma. Aku, gak akan, bercerai dari kamu," ujar Hugo dengan penuh penekanan disetiap katanya.

Evelyn mengangguk-angguk. "Bagaimana kalau aku yang selingkuh?"

Pertanyaan itu dada Hugo mendidih. "Eve, kamu jangan terus-terusan menguji aku. Aku juga punya batas kesabaran."

Evelyn tersenyum tanpa rasa takut. "Aku hanya bertanya."

Hugo mendekat hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. "Kamu mau tau?" tanyanya dengan nada berbahaya.

Evelyn balas menatap Hugo meskipun didalam hati dia merasa takut.

Hugo membersitkan tawa. Ia tersenyum. "Aku bisa menghilangkan nyawa orang tanpa jejak. Tentu bukan kamu orang yang aku lenyapkan. Tapi aku bisa jadi sangat kejam pada kamu. Jadi jangan mengujiku lagi!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ways To Let GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang