Pagi ini setelah mengerjakan pekerjaan rumah, Pamela berdandan rapih dan sedang bersiap-siap di depan laptopnya. Kemarin Pamela mendapat panggilan interview secara online dari sebuah perusahaan yang telah ia lamar dari satu bulan yang lalu. Dan setengah jam lagi merupakan waktu yang telah dijadwalkan untuk interviewnya.
Setelah menunggu yang ternyata lebih dari setengah jam akhirnya Pamela telah berhasil memasuki link interview online yang diberikan perusahaan. Disini hanya ada Pamela dan satu perempuan cantik yang Pamela tebak sebagai HRD perusahaan ini.
"Pagi Pamela." Sapa perempuan cantik yang dari usernamenya bernama Dira.
"Pagi Bu Dira."
"Maaf ya atas keterlambatan saya. Baik sepertinya bisa langsung kita mulai saja ya?"
"Iya Bu."
***
Interview berjalan cukup cepat hanya sekitar dua puluh menitan. Pamela merasa semuanya lancar dan ia bisa memberi jawaban yang sesuai dengan yang ditanyakan tadi. Dan untuk hasilnya nanti akan diberikan info lebih lanjut. Namun Pamela sudah tidak berharap lebih. Ia sudah kenyang dengan harapan-harapan palsu yang ia buat sendiri.
Interview ini bukan yang pertama kali, dari semenjak ia lulus ia sudah sering dipanggil untuk interview. Bahkan sudah sampai tahapan interview user pun sudah Pamela lakukan dan seperti yang sudah-sudah ia dijanjikan nanti akan diberitahu untuk kelanjutan dari tesnya dan jika ia tidak diberi informasi lebih dari seminggu maka ia disuruh menghubungi. Namun setelah dihubungi pun mereka tidak memberikan jawaban apapun.
Mengapa rata-rata para HRD perusahaan disini begitu sih? Mereka yang menyuruh untuk menghubungi dan mengingatkan namun malah tidak memberi jawaban kembali. Jika pun tidak lolos harusnya diberitahukan bukan malah diam saja. Huft...
"Tadi gimana Mbak interviewnya?" Tanya Ayah.
Kebetulan Pamela masih di rumah. Ia masih butuh waktu untuk menenangkan diri dari interview tadi.
"Lancar Yah."
"Semoga yang kali ini dapat kabar yang membahagiakan ya Mbak."
"Aaamiiin... Ayah nggak kerja?"
"Kerja. Ini habis ini balik lagi tadi ambil file ketinggalan."
"Oh gitu.. Ya sudah Ayah hati-hati ke kantornya. Pamela mau ganti baju dulu."
"Iya.."
Kebetulan hari ini ia sendirian di rumah. Ayah bekerja, Ibu ke warung, dan adiknya bersekolah.
Usai berganti baju Pamela memilih merebahkan tubuhnya sebentar ke atas kasur. Rasanya ia malas sekali kalau harus ke warung. Namun jika tidak berangkat maka ia akan diamuk oleh Ibunya.
Setelah merasa sedikit lebih baik, Pamela bersiap-siap berangkat ke warung dan sepertinya Ayahnya telah berangkat bekerja karena sepeda motornya sudah tiada dan hanya tersisa sepeda motor Pamela. Mengunci semua pintu dan memastikan rumahnya telah aman Pamela segera melaju ke jalan raya bersama motornya untuk pergi ke warungnya.
Sesampai di warung ternyata warung sedang ramai, segera memarkirkan motornya Pamela berajak masuk ke dalam untuk membantu Ibunya.
"Mbak Pam tumbenan pake make up. Duh cantiknya..." Ucap Ibu-ibu langganan warung Pamela.
"Aduh Ibu bisa aja nih. Kebetulan tadi ada acara."
"Tapi beneran cantik loh, harusnya tiap hari pake make up gitu siapa tahu sambil jaga warung eh ketemu jodoh."
"Tuh dengerin.. Dia mah males orangnya." Ucap Ibunya ikut menimbrung.
"Hehehe..." Pamela hanya bisa cengengasan menjawab omongan dua ibu-ibu tersebut.
Obrolan pun terhenti karena fokus kedua ibu tersebut kembali pada barang yang ini dibeli.
"Berapa?"
Pamela sedikit tersentak kaget mendengar suara bariton laki-laki. Tadi sepertinya tidak ada pembeli laki-laki ataukah ia yang tidak fokus. Dan memang tadi ia sedang menunduk untuk mengambil pulpennya yang jatuh.
"Eh Mas Abi... Beli apa Mas?"
Ya suara tadi merupakan suara Mas Abi.
"Ini." Ucap Mas Abi sambil menunjuk jajanan yang sudah diletakan di depan Pamela. Astaga ada apa dengan Pamela hari ini mengapa ia tidak fokus.
"Oh ini... Totalnya 10 ribu Mas. Kemarin kan uang Mas Abi masih ada disini, sekalian aku potongin itu aja ya?"
"Nggak usah, ini uangnya. Yang kemarin buat kamu aja, buat tambahan beli lipstik baru. Kamu nggak cocok pake shade warna ini kelihatan aneh banget kayak orang sakit."
Ba..... Ingin rasanya Pamela mengumpat ke wajah Mas Abi. Sialan banget bisa-bisanya dia bilang begitu tepat di depan muka Pamela dan di tengah suasana warung yang sedang ramai. Ya Allah rasanya malu sekali....
Belum sempat Pamela menjawab laki-laki tersebut sudah keburu pergi. Asemmmm... Pamela benci sekali pada lelaki itu. Padahal Pamela merasa tidak ada yang aneh dengan lipstiknya. Hari ini ia menggunakan teknik ombre, memang sengaja biar tidak terlalu menor namun masih cantik tetapi ia malah dibilang seperti orang sakit oleh manusia seperti Mas Abi. Padahal ibu-ibu tadi bahkan memuji Pamela cantik.
Memang sialan si Abi. Tenang Pamela tenang, ia yakin wajahnya sudah menunjukkan emosi yang tersimpan di dadanya, namun karena masih harus melayani pembeli maka Pamela harus segera mengganti ekspresi wajah kalau tidak mau pembeli kabur dan ia akan diomeli ibunya. Lagian Pamela kan make up bukan buat dia jadi terserah Abi mau ngomong apa Pamela tidak perduli.
Dan satu lagi, dia pikir dengan uang sisa kembaliannya kemarin bisa buat beli lipstik? Huuu... Harusnya dia tahu lipstik zaman sekarang harganya mahal-mahal meskipun kalau dipakai menurutnya seperti orang sakit.
Memang kampret si Abi, awas saja kalau bertemu lagi akan Pamela beri pelajaran.
Walau dengan hati yang masih kesal namun Pamela tetap profesional melayani para pembeli selanjutnya.
***
"Gimana tadi interviewmu Mbak?" Tanya Ibu.
Ya siang ini Ibu belum kembali ke rumah, ia masih di warung bersama Pamela karena nanti katanya Ibu harus ke sekolah Bagas untuk rapat wali murid.
"Ya lancar sih Bu. Tapi nggak tahu juga bakalan lolos apa enggak."
"Semoga aja lolos. Kamu tuh jangan lupa berdoa juga dong."
Apalah Ibunya ini... Apakah ia pikir Pamela tidak pernah berdoa? Haruskah Pamela pamerkan pada Ibunya setiap kali ia berdoa dan haruskah ia sebutkan pada Ibunya doa apa saja yang Pamela panjatkan berkali-kali setiap hari?
"Pamela juga udah berdoa kali Bu."
"Berdoa apa orang Ibu lihat kamu tiap selesai sholat langsung pergi nggak berdoa dulu."
Sok tahu sekali Ibunya. Ingin sekali Pamela membantah tapi ia malas jika harus memperpanjang urusan ini karena Ibunya pasti tidak mau kalah dan akan lebih memojokkan Pamela hingga Pamela tidak bisa berkutik barulah Ibunya akan merasa puas.
Pamela pikir dari pada menjadi seorang pedagang, Ibunya lebih cocok menjadi seorang jaksa. Jadi dari pada nanti ia makin sakit hati dan pusing lebih baik Pamela diam saja dan tidak menjawab lagi omongan Ibunya. Ia lebih memilih melanjutkan pekerjaan yang sedang ia lakukan dari tadi yaitu menata barang yang baru datang untuk ditaruh di atas rak etalase.
"Pam... Ibu berangkat ke sekolah Bagas dulu, nanti Ibu langsung pulang ke rumah. Kamu hati-hati jangan tidur!"
"Iyaaa..."
Syukurlah jika Ibunya segera pergi, bukannya apa Pamela merasa tidak leluasa jika ada Ibunya. Bukan karena ia ingin melakukan hal negatif tapi karena jika ada Ibunya disini maka Ibunya itu akan mengomel dan terus menerus menyuruh Pamela ini itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay, Pam
ChickLitHidup Pamela sejak kecil tidaklah mudah, lalu sekarang saat ia beranjak dewasa kemudahan itu tetap tidak ada dalam hidupnya. Setelah lulus kuliah ia masih saja menganggur ditambah mendapat perlakuan kurang mengenakan dari orang tuanya membuat Pamela...