7

9 3 0
                                    

Sejak kecil hidup Pamela terasa tidak mudah, walau tidak semenderita anak-anak yang terpaksa harus hidup di panti asuhan atau di jalanan. Namun tetap saja bagi Pamela hidupnya terasa berat.

Terbiasa mendapat perlakuan yang berbeda dari saudaranya sejak kecil membuat Pamela sering merasa sakit hati. Walaupun ingin rasanya Pamela memberontak, namun hal itu tak pernah benar-benar ia lakukan.

Terbiasa disalahkan dan diminta untuk bertanggung jawab akan hal-hal berat yang tidak sesuai umurnya sudah biasa Pamela rasakan. Membuat ia merasa hatinya sudah mati rasa sejak lama. Ia terlalu lelah.

Bukan Pamela tidak ingin melawan untuk membela dirinya. Tapi aturan agamanya melarang ia berbuat durhaka pada orang tuanya.

Setiap kali ia merasa bersedih dan sakit hati lalu menangis, selalu Pamela usahakan rasa sakitnya itu terlampiaskan dengan doa doa baik yang ia panjatkan untuk dirinya sendiri.

Suatu hari saat Pamela masih duduk di sekolah dasar ia sering mendengar cerita mengenai dirinya baik dari ibunya atau orang-orang disekitarnya bahwa sebenarnya Pamela bukanlah anak yang diinginkan. Ia hadir saat kakaknya belum genap berusia dua tahun, lantas ibunya tidak bisa menerima kehamilanya dan berupaya menggugurkan janin tersebut padahal bukan salah Pamela ia hadir, salahkan saja orang tuanya yang terlalu bodoh hingga bisa kebobolan dan mengadirkan dirinya. Namun dengan cara apapun ibunya berusaha menghilangkannya ternyata Pamela masih saja kuat dan bertahan hingga saat ini.

Lantas sekarang agaknya Pamela menyesali keputusannya dahulu. Mengapa ia dulu lebih memilih bertahan padahal orang tuanya saja tidak mengharapkan kehadirannya, andai saja dulu Pamela tidak sekuat itu mungkin sekarang ia sudah ada di surga dan sedang bermain-main disana.

Ia ingin hidup santai dan kaya raya. Ia ingin dicintai dengan tulus. Ia ingin dihargai dan divalidasi perasaanya. Ia ingin diterima sebagaimana mestinya. Entah kapan doa doa baiknya akan terkabul namun yang Pamela tahu katanya doa orang terdzolimi akan diijabah. Jadi dari pada ia berkata atau berbuat hal buruk maka berdoa hal hal baik untuk diri sendiri adalah pelampiasan rasa sedih dan marahnya.

Malam itu sehabis salat magrib Pamela berniat untuk bersantai di kamarnya, dan tidak sengaja ia mendengar ibunya sedang bertelepon dengan saudaranya yang tinggal di luar kota. Dari pembicaraan mereka Pamela mendengar bahwa saudaranya itu menyuruh Pamela pergi ketempatnya untuk dicarikan pekerjaan yang langsung disetujui ibunya setelah menjelekan berbagai kelakuan Pamela. Dan pagi ini kembali ibu mengungkit hal tersebut.

"Mbak Wina kemarin ngomong katanya kamu disuruh pergi ke tempatnya nanti disana dicariin kerjaan, mau nggak kamu?" Ucap ibunya.

"Nggak." Jawab Pamela tegas. Ia sudah memikirkan ini sejak semalam. Banyak alasan yang melatarbelakangi keputusannya.

"Emang kamu tuh pemalas, penakut. Dicariin kerjaan malah nggak mau, maunya nanggur mulu. Buat apa sekolah tinggi-tinggi tapi nggak kerja. Malu-maluin aja."

Ingin Pamela jelaskan alasannya, namun semua akan percuma ia tak akan didengar. Jadi ia lebih memilih diam sambil menahan tangisnya. Bohong jika ia bilang tidak sakit hati dengan ucapan ibunya.

Lalu sore ini saat orang tuanya kedatangan saudara jauhnya untuk bertamu ayah dan ibunya kembali mengungkit hal tersebut.

"Pokoknya entah kapan mungkin akhir bulan ini si Pamela bakalan gue suruh berangkat ke tempat si Wina, mau nggak mau." Ucap Ayah Pamela.

Ia sedang berjalan ke ruang makan untuk mengambil makan malamnya saat itu, mendengar hal tersebut kembali hatinya mencelos.

"Iya katanya si Wina mau nyariin kerja, eh si Pamela disuruh kesana malah nggak mau. Entah mau ngapain juga di rumah orang udah mau setahun lulus masih aja nganggur." Ucap Ibunya.

Padahal Pamela menolak karena tahu bagaimana kehidupan yang dijalani oleh Mbak Wina disana. Semua tidak seindah anggapan orang tuanya. Ia tahu Mbak Wina sering melakukan praktik korupsi di kantornya, ia tahu Mbak Wina begitu akrab dengan dunia malam dan pergaulan bebas, ia juga tahu bahwa Wina sedang dicari-cari orang karena kasus penipuan yang dilakukannya. Dari mana Pamela tahu? Ia tahu dari Wina sendiri, Wina dengan mudah dan bangganya sering menceritakan hal-hal tersebut pada Pamela. Itulah alasan Pamela tidak ingin kesana, ia takut jika ia tergoda dan terjerumus ke dalam dunia hitam itu. Bukannya ia sok suci namun umur tidak ada yang tahu ia takut mati dan nanti masuk neraka.

"Nggak kayak anak lu katanya udah punya rumah dua ya sekarang."

"Iya, kemarin itu si Nina mau ngumrohin gue tapi gue nggak mau ya udah uangnya jadinya dibuat beli rumah lagi."

"Enak ya anak-anak lu udah sukses. Coba kalau gue yang ditawarin anak gue buat umroh. Ini boro-boro nawarin umroh cari kerja aja nggak bisa."

Ya Allah.... Sambil menahan tangis kembali Pamela masuk ke dalam kamar. Ingin rasanya ia kabur dari rumahnya namun kemana kah ia harus pergi? Kepada siapa ia meminta tolong.

Bukan inginya juga ia menganggur. Ia sudah berusaha namun mengapa tak pernah terlihat di mata mereka. Demi Tuhan ia sudah berusaha bahkan sampai ia merasa sudah tak mampu mengapa masih saja ia dianggap tidak berusaha.

Mengapa di kehidupan yang hanya satu kali ini ia ditakdirkan harus menjadi anak perempuan di keluarga ini? Mengapa di kehidupan yang hanya satu kali ini ia harus ditakdirkan menjadi anak perempuan yang harus mengupayakan apapun sendirian? Mengapa ia memiliki keluarga yang bahkan tidak layak ia sebut sebagai keluarga? Mengapa ia selalu sendirian?

Ya Allah... Tolong hambah ucap Pamela dalam hati diselah-selah tangisnya. Ia hanya bisa meminta tolong pada Tuhannya karena hanya itulah yang ia punya.

Pamela tidak ingin membeci keluarganya terutama orang tua namun mengapa selalu saja mereka melakukan hal-hal yang menyakiti hati Pamela. Tidak pantaskah ia ada di dunia ini? Ia hanyalah seorang anak perempuan yang terbiasa menyimpan lukanya sendiri. Berderai air mata di malam hari adalah hal lumrah untuknya.

Ya Allah tolong... Tolong aku telah sempit jalanku telah buntu jalanku.... Bantu aku Ya Allah... Kembali Pamela berdoa di dalam hati.

Jika memang ia harus merantau dan pergi dari rumah ini maka Pamela akan menerimanya. Biarlah ia pergi ia tak akan pulang... Biarlah orang tuanya menua ia tidak mau perduli.

Dahulu ia sering berkata mengapa ada anak yang tega meninggalkan orang tuanya sendirian di rumah atau menitipkan di panti jompo dan terkadang ada yang lebih tega membuang orang tuanya. Sekarang ia tahu alasannya, mungkin saja mungkin.. Di kehidupan terdahulu para orang tua ini dzolim terhadap anak-anaknya hingga anaknya tega memperlakukan mereka seperti itu di masa tua.

Pamela tidak ingin seperti itu namun mengapa orang tuanya selalu jahat kepadanya. Ia bukan malaikat yang berhati suci. Ia hanya manusia biasa ia akui ia benci pada orang tuanya. Jika suatu saat ia ditakdirkan harus pergi merantau entah karena pekerjaan atau pernikahan maka ia lebih memilih merantau saja dari pada hidup bersama orang tuanya. Biarlah orang tuanya diurus oleh saudaranya entah kakak atau adiknya yang merupakan anak-anak kesayangan orang tuanya.

Tolong ampuni Pamela Ya Allah namun sungguh ia lelah, ia sakit hati, ia benci.

Atau jika memang ia tidak ditakdirkan berumur panjang semoga saja ia diberi kematian yang baik dan ditakdirkan masuk surga.

Entah mana yang akan datang terlebih dahulu untuk saat ini ia hanya mampu berdoa dan meminta pertolongan pada Tuhannya. Apapun yang akan terjadi semoga Pamela masih bisa menjalani hidupnya dengan baik hingga akhir, hingga dia dipanggil pulang kepada PenciptaNya.

It's Okay, PamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang