9

10 4 2
                                    

Rasanya digantungkan ternyata memang semenyakitkan ini. Sejak kemarin perasaan Pamela sudah tidak karuan menunggu pengumuman apakah dia akan diterima atau tidak untuk bekerja di perusahaan yang telah ia lamar.

Sudah sekitar satu bulan berlalu sejak Pamela harus melakukan berbagai macam tes, dimulai dari interview hrd, psikotes, interview user, hingga minggu kemarin ia melakukan tes mcu (medical check up) dan dijanjikan akan diberi kabar mengenai lulus atau tidaknya ia tepat hari ini. Namun dari pagi hingga sekarang sudah siang lebih tepatnya sekarang sudah jam 12.00 tepat namun Pamela belum mendapat kabar apapun entah melalui email ataupun chat.

Ternyata memang kehidupan dewasa sesulit ini. Mencari pekerjaan juga sesusah ini. Selama ini ia hanya melamar sebagai staff biasa seperti jabatan staff admin, namun mengapa ia selalu saja gagal didetik-detik terakhir.

Lelah dengan isi pikiran serta hatinya dan untuk mengurangi rasa sesak di dada, kali ini ia memilih tidur siang saja, siapa tahu setelah bangun ia akan mendapat kabar baik. Walaupun firasat hatinya meragu sepertinya kali ini akan sama seperti sebelum-sebelumnya. Ia akan kembali dighosting tanpa kabar apapun yang artinya ia belum diterima untuk bekerja.

Pamela merasa sudah tertidur cukup lama, dan saat melihat jam benar ternyata ia sudah tertidur selama dua jam. Buru-buru bangun dan bersiap-siap, ia harus segera kembali ke tokonya atau kalau tidak ibu akan memarahinya.

Sesampainya di toko, ternyata toko sudah cukup ramai pembeli. Terlihat ayah dan ibu bergantian melayani pembeli. Huhft.. Pasti habis ini Pamela akan kena omelan ibu lagi.

"Assalamualaikum.."

"Wa'alaikumussalam."

"Pam, sini cepetan bantuin layanin pembeli ni." Ucap ibu.

"Iya."

Segera saja Pamela melayani satu per satu pembeli bersama ayahnya. Sedangkan ibu bagian menjadi kasir. Saat pembeli sudah sepi, ibu dan ayah bersiap-siap untuk pulang dan tinggalah Pamela sendirian.

"Hati-hati Pam, jangan teledor. Ibu dan Ayah pulang dulu. Nanti tutup kayak biasanya aja." Ucap ayah berpamitan sedangkan ibunya sudah pergi keluar duluan.

"Iya Ayah."

****
Tak terasa sudah terdengar adzan magrib, saatnya Pamela bersiap-siap untuk menutup toko dan pulang. Sebelum pulang ia sempatkan untuk mengecek handphonenya kembali siapa tahu saja ada pemberitahuan mengenai lamarannya. Namun sayangnya berkali-kali Pamela cek tetap saja tidak ada pemberitahuan apapun. Kalau begini sih sudah jelas bahwa ia kembali tidak diterima. Aaahhh.... Sialan sekali. Ternyata rasanya tetap saja menyakitkan walaupun sudah berulang kali Pamela rasakan kegagalan seperti ini.

Rasanya ia ingin menangis saja, tapi tak mungkin juga ia menangis disini, di atas motornya yang terparkir di depan tokonya.

"Kenapa tuh muka mau nangis begitu?"

Tiba-tiba saja terdengar suara laki-laki yang entah dari mana asalnya, Pamela tidak tahu karena ia dari tadi sibuk menunduk untuk menutupi wajahnya yang sudah ingin menangis.

Mengangkat kepala terlihat seorang laki-laki dengan wajah datar namun terlihat tengil telah berdiri di depan motornya. Laki-laki tersebut adalah Abi.  Sial sekali Pamela harus bertemu manusia satu ini disaat ia dalam kondisi begini.

"Apaan sih. Ngapain sih Mas Abi disini? Ganggu aja."

"Ganggu orang mau nangis."

"Emangnya nggak boleh orang mau nangis? Please deh, pergi sana!! Jangan ganggu aku sekarang."

"Dih pede banget, siapa juga yang mau gangguin situ."

"Ya kalau nggak mau gangguin ngapain Mas Abi kesini??"

"Tadi kebetulan lewat sini, terus ngelihat ada perempuan lagi duduk di atas motor sambil nangis, mana udah malam. Takutnya kan ada apa-apa. Nggak tahunya ada manusia galau disini."

"Siapa yang galau?! Aku nggak lagi galau ya!!"

"Iya deh percaya. Udah sana balik udah malam. Lagian lebih enak nangis di kasur dari pada nangis di atas motor pinggir jalan raya yang ada malah jadi tontonan orang."

"Ya udah awas sana, aku mau balik!"

Memundurkan posisi kemudian menghidupkan motornya, Pamela segera bergegas pergi tanpa melihat ke belakang lagi. Entahlah Mas Abi masih di sana atau tidak. Sepertinya memang benar omongan Mas Abi kali ini bahwa lebih baik nangis di atas kasur dari pada di atas motor. Menimbang hal itu maka Pamela tambah lagi kecepatan motornya. Ia ingin segera sampai rumah.

Namun apalah daya keinginan Pamela untuk segera sampai rumah dan menangis di atas kasur hanyalah tinggal rencana saat tiba-tiba saja ia oleng saat mengendarai motornya. Di belokkan masuk gang rumahnya tiba-tiba saja motornya terasa seperti semakin bertambah kencang dan Pamela yang sudah panik tidak dapat mengendalikan laju motornya. Dan berakhirlah ia yang jatuh dan terlempar dari motornya yang sudah ambruk di tengah jalan.

"Ya Allah... Ada kecelakaan."

"Tolongin, tolongin. Kasian perempuan."

"Mbak.. Mbak masih sadarkan?"

Terdengar suara orang-orang yang berusaha membantunya namun rasa nyeri ditangannya sekaligus matanya yang terasa berat membuat Pamela tidak dapat memberi respon apapun. Dan itulah hal terakhir yang Pamela ingat sebelum ia tidak sadarkan diri.

***
Saat membuka mata hal pertama yang Pamela lihat adalah tiang infus yang berarti sekarang ia sedang berada di rumah sakit. Syukurlah ia masih hidup walaupun badannya terasa nyeri sana sini.

Mengedarkan pandangan tidak terlihat seorang pun ada di samping Pamela. Apa jangan-jangan keluarganya masih belum tahu bahwa ia kecelakaan sehingga tidak ada satupun yang menemaninya.

Biarlah... Lebih baik sekarang ia berdiam diri saja dulu sambil menunggu ada suster yang datang baru nanti ia bisa menanyakan hal-hal lain, untuk sekarang ia tak mau berpikir lebih banyak karena merasakan tubuhnya yang nyeri saja rasanya Pamela ingin berteriak.

"Alhamdulillah sudah sadar kamu Pam." Ucap Ayah yang entah dari mana saja ia.

"Ayah baru datang?"

"Enggak, tadi Ayah baru selesai ngurusin administrasi."

"Oh.."

"Kamu gimana, apanya yang sakit?"

"Semua rasanya sakit Yah."

Setegar apapun Pamela tetap anak perempuan yang ada sisi manjanya.

"Iya jangan banyak gerak dulu, tangan sama kakimu luka semua. Untung aja enggak ada patah tulang."

Belum Pamela menjawab perkataan Ayahnya, pintu kamar rawat inap yang Pamela tempati tiba-tiba saja terbuka dan terlihat Ibu dan adiknya muncul dari sana.

"Mbak Pam udah sadar?" Itu suara adiknya.

"Alhamdulillah udah." Jawab Ayah.

Sedangkan Ibu hanya diam saja, lebih memilih menata barang-barang yang ia bawa tanpa ada niatan untuk bertanya keadaannya.

Kenapa ibunya seperti itu? Tidakkah ia khawatir dengan keadaan Pamela saat ini?

Atau Ibunya sedang marah padanya karena ia kecelakaan dan harus dirawat di rumah sakit yang artinya orang tuanya akan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk perawatannya. Oh jangan lupakan biaya perbaikan motornya. Dan pastinya nanti Pamela tidak akan bisa membantu pekerjaan rumah maupun menjaga toko.

Ya.. Yaa... Pamela sadar sekarang pasti Ibunya marah karena itu. Namun, dia Ibunya kan? Apakah begini reaksi seorang Ibu saat anaknya kecelakaan. Apakah yang ada dipikirannya hanya materi? Bukan kah kondisi anak jauh lebih penting? Ah... Tentu saja Pamela tidak penting. Selama ini ia kan hanya beban keluarga, saat sekarang kondisinya begini tentulah ia akan semakin menjadi beban. Namun... Walau ia hanya beban keluarga tidak pantaskah ia dikasihi dan diperdulikan oleh Ibunya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

It's Okay, PamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang