02: first sight

37 6 2
                                    

Tidak ada yang pernah memaksa Valdya untuk melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu, pernahnya ada yang menasehati perihal kehidupan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada yang pernah memaksa Valdya untuk melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu, pernahnya ada yang menasehati perihal kehidupan. Valdya masih minim pengalaman, belum banyak tahu tentang dunia, tapi terkadang dia juga sok pintar.

Sembilan belas tahun hidup dalam keluarga yang lengkap nan hangat, membuat Valdya hampir tak pernah mengkhawatirkan apapun dalam hidupnya. Memang menyenangkan, tapi sekarang Valdya mulai sadar kalau hidupnya terasa hanya ada hitam dan putih, kurang menantang.

Gadis itu iri dengan kehidupan sang kakak yang ternyata punya banyak warna, tiap harinya selalu ada kegiatan di luar rumah, dari mulai kuliah, nongkrong, belajar, ataupun bermain dengan teman-temannya. Anggun sering marah pada Dion kalau si sulung pulang terlampau malam atau tiba-tiba mencium bau rokok dari tubuhnya. Valdya hanya menahan tawa melihat itu, dia tahu, Dion tidak akan merokok, bau itu pasti berasal dari asap rokok teman-temannya.

Semakin sering menyaksikan adegan Dion itu, membuat Valdya mulai menyusun rencana hidupnya. Dia juga ingin punya kehidupan seperti Dion, kehidupan yang Valdya tak pernah bisa rasakan. Untuk itu, Valdya mulai meyakinkan diri untuk masuk ke perkuliahan.

Berkali-kali Sam meyakinkan dengan cara yang halus bahwa dia tidak pernah memaksa Valdya untuk melakukan apapun saat ini, mengingat anak bungsunya itu masih harus bolak-balik rumah sakit untuk melakukan terapi dua kali dalam seminggu. Tapi Valdya membantah, dia sudah bisa beraktivitas walaupun belum bisa terlalu berat, menurutnya, kuliah itu tidak terlalu berat.

"Ya udah, iya, tapi pulang pergi sama Abang ya?" ujar Sam menyudahi perdebatannya

Valdya menoleh singkat ke arah sang kakak yang masih asyik mengunyah keripik singkongnya, "Aku mau punya mobil sendiri"

"Iya, nanti Papi beliin mobil kalau kaki kamu udah sembuh total" balas Sam final

Bibir Valdya langsung menukik ke bawah, memang dia tidak pernah dipaksa untuk melakukan sesuatu, tapi dia sering dilarang untuk alasan keamanan atau kesehatan. Valdya selalu dibuat tidak punya pilihan dengan itu, sama dengan raut wajah Dion juga tidak begitu senang dengan keputusan sang ayah.

"Susah ya, Bang?" tanya Anggun yang selalu peka dengan kondisi anak-anaknya

Dion meraih gelas jus jeruknya di meja, lalu meneguk sampai tersisa setengah. "Kalau jadwalku sama Val sama sih nggak apa-apa"

"Kan, Papi, aku mau mobil sendiri" sahut Valdya

Sam menghela nafas berat, "Ya udah, Papi beliin mobil, tapi Papi cariin supir juga khusus buat kamu"

"No, maksudnya aku mau nyetir sendiri"

"Nggak ya, Val. Papi udah penuhi keinginan kamu buat punya mobil sendiri, jadi kamu juga harus turuti keinginan Papi buat kasih kamu supir" tegas Sam

Sam memang penyayang sekali dengan keluarganya, tapi kalau di antara mereka sudah ada yang ngeyel, sikap tegasnya terpaksa harus dikeluarkan. Sam belum bisa membiarkan Valdya mengemudi, pertama karena memang belum lancar, kedua karena belum punya SIM, dan yang ketiga Valdya berjalan keliling komplek saja masih suka mengeluh kesakitan.

Little LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang