25 - Adik
Sylvester sekarang sedang berada di lantai satu. Ia duduk di kursi meja dekat paling sudut, yang membuat Sylvester memilih untuk duduk di sana karena jendela besar yang menarik minatnya. Benar-benar menyenangkan untuk menikmati buliran putih dingin yang jatuh dari langit.
Tidak ada kata bosan untuk menikmati butiran putih yang jatuh dari langit itu.
Cangkir coklat hangat kembali lagi di genggam dirinya. Cangkir yang di berikan oleh pelayan sebagai tanda hormat kepada Sylvester sebagai seorang yang notabenenya adalah anggota keluarga terhormat pemilik restoran.
"Itu...." Sylvester memicingkan matanya. Saat memicingkan mata bibirnya ikut mengerucut juga alisnya yang ikut menukik tanpa ia sadari. Terlihat lucu untuk di lihat. Tatapan Sylvester mengarah ke arah jam dua darinya, di situ terletak seseorang yang familiar baginya.
Zavier. Pemuda itu terlihat duduk angkuh di sana, memakai jas lengkap juga laptop di atas meja menarik jelas Sylvester. Tak pernah di lihat sosok Zavier seperti itu. Zavier sekarang terlihat otoriter. Padahal di mata Sylvester Zavier itu menjengkelkan, apalagi celotehannya, tapi tak di pungkiri juga celotehan itu yang membuat Sylvester nyaman berada dekat dengannya.
'Samperin nggak ya....'
Setelah memantapkan hati, Sylvester berdiri. Kedua tungkainya ia bawa ke arah Zavier dan meninggalkan cangkir coklat hangatnya.
"Kak Vier," panggil pelan Sylvester karena takut salah orang. Yang di panggil langsung menolehkan kepala ketika mendengar suara yang teramat familiar, air mukanya terpancar sedikit harapan.
"Syl...?"
Sylvester tersenyum, ia duduk kaku di hadapan Zavier. Sylvester menumpukan dagunya. Zavier menutup laptop, ia menatap binar.
"Syl, Syl kenapa ada di sini?" tanyanya sembari bernada. Sebenarnya pertanyaan itu cuma sekedar basa-basi.
"Grandpa yang ajak."
Zavier berdehem panjang. Tentu dirinya tahu jika restoran ini adalah salah satu naungan Dimitri, jadi Sylvester datang ke tempat inipun tidak akan menjadi tanda tanya.
"Jarang-jarang liat bang Vier pake pakaian formal," ujar Sylvester seraya menatap Zavier dari atas hingga bawah, terlihat sangat berbeda. Zavier mengusap tengkuknya, ia sedikit terkekeh kecil.
"Tapi tetep tampan kan?" Zavier menaik turunkan alisnya. Seringai tipis juga ikut menambahi. Sylvester mendengus kasar, ia bersedekap tangan.
"Iya-iya."
Hidung Zavier kembang kempis mendengar ucapan 'iya' keluar dari celah bibir Sylvester.
"Tapi masih tampanan aku."
Zavier memicingkan matanya. Netranya bergulir menatap ke seluruh wajah Sylvester, agak merasa geli ketika melihat kedua pipi dengan rona merah yang semakin hari terlihat semakin berisi.
Dilihat darimana pun, Sylvester tidak ada unsur tampan. Hanya sedikit, itupun sangat dan teramat sedikit. Yang ada hanya unsur wajah-wajah bayi.
"Tampan darimana nya coba," gumam Zavier. Sylvester yang mendengar melotot, ia memelototi Zavier.
"Tampan kok!" sungutnya.
"Tampan enggak, lucu iya." Dengan sedikit jahil Zavier berucap. Tanpa sadar Sylvester menggembungkan pipinya, bibirnya mengerucut, alisnya menukik tajam, netranya juga melotot lucu ke arah Zavier.
'Ugh! Heart attack!'
Zavier memegang dadanya dramatis, hatinya menjadi berbunga-bunga.
"Syl, kamu jangan masang muka kayak gitu," ucapnya sembari meringis.
"Biarin!" Dengan wajah yang sama Sylvester menyahut. Tangannya bersedekap, ia memalingkan wajahnya.
"Yasudah, iya-iya Sylvester itu tampan." Zavier mengalah, daripada dirinya tewas karena menjadi gila.
Sylvester melirik, tangan yang semula bersedekap ada di atas meja.
"Bener?"Zavier mengangguk. Sylvester sudah tidak memalingkan wajahnya, ia tatap Zavier dengan masih sedikit rasa kekesalan.
Zavier menghela lega. Sylvester tidak merajuk lagi. Untunglah.
"Sudah bertemu mommy?" tanya Zavier mengawali obrolan. Sylvester mengangguk, ia sedikit mendongak.
"Udah," jawabnya diselingi senyuman. Sylvester jadi teringat, Violetta dan Lauriel sekarang sedang apa ya?
Zavier tersenyum tulus. Baginya Sylvester adalah segalanya.
Zavier dulu merupakan putra kedua, tittle bungsu semula di pegang oleh adiknya. Adik kandungnya. Tapi, kematian membuat Zavier yang harus menyandang gelar sebagai bungsu di Rodrigo.
Dua tahun lalu bungsu keluarganya di bunuh. Di bunuh dengan cara yang paling keji. Tubuhnya di mutilasi, di kirim serta di sebarkan seluruh mansion. Sang ayah yang murka menghancurkan segalanya, sang ibu yang semula malaikat terindah menjadi malaikat pencabut nyawa, dan sang kakak yang menjadi sosok tak di kenalnya.
Zavier akui, bahwa dirinya juga berubah karena kejadian itu. Menjadi sosok terdingin dan tak tersentuh.
Dunianya hanya berwarna hitam putih dan abu-abu. Tapi, ketika saat ada Sylvester, dunia berwarna. Tidak monoton, menyenangkan, sampai membuat dirinya hampir gila.
Suaranya terdengar begitu candu, wanginya begitu harum. Sosoknya begitu terasa membawa kehangatan. Sylvester telah berhasil mengisi kekosongan di hatinya, kekosongan yang telah lama hilang.
Sang adik juga tak akan pernah tergantikan, adiknya akan terus berada di dalam hati terdalamnya. Intinya, bagi Zavier kedua sosok itu akan terus dirinya jaga, sayangi, juga rindukan.
✿✿✿Bersambung....
I don't know, and i really don't know. (ಠ_ಠ)>⌐■-■
KAMU SEDANG MEMBACA
Sylvester [Tamat]
FanfictionKisah ia sang jiwa asing di tubuh kosong tanpa jiwa. Ernest Lancer namanya. Seorang pemuda kuliah yang tertabrak oleh sebuah truk pengangkut batu bata saat dirinya sedang mengendarai mobilnya menuju rumah kecil miliknya. Kala Ernest mengharap kema...