Bab 7 : I said, I love You.

86 18 8
                                    

Happy Reading!
____________________

Pagi ini Eca memulai aktifitas nya bekerja seperti biasa. Jam sudah menunjukan pukul 8 pagi, itu artinya ia sudah berada dalam posisinya sekitar 30 menit lalu bersama Nadia sebagai rekan berjaganya dibalik meja resepsionis. Keadaan hotel minggu-minggu ini memang tampak ramai karena adanya event wedding yang diadakan di ballroom hotel membuat beberapa staff karyawan harus lembur demi kesuksesan event wedding tersebut, guna menarik kepuasan para customer, Eca bahkan rela kehilangan waktu istirahatnya. Baginya, dengan mendedikasikan dirinya pada perusahaan tempatnya bekerja adalah bagian dari ucapan terimakasih nya pada pak Parama-pemilik saham terbesar parama's hotel, yang telah banyak membantu hidupnya.

Netra Eca beralih kearah pintu masuk begitu sosok yang dikenalinya datang bersama orang kepercayaannya, itu Evan dan Eki. Keduanya berjalan mendekat kearah dimana Eca berdiri menyambut keduanya.

"Pagi pak Evan, pak Eki." sapa Eca ramah disertai senyum tipisnya.

"Pagi, Ca." balas Eki sumringah, sedangkan Evan sebaliknya, lelaki itu hanya mengangguk singkat dengan wajah datar. Tidak bersemangat.

Ada masalah kah? batin Eca berbisik.

"Ca, ikut keruangan Evan ya." pinta Eki sambil berlalu beriringan dengan Evan menuju ruang kerjanya.

Ketiganya berjalan menuju lift dengan keadaan hening. Evan yang memilih diam seribu bahasa dan Eki yang sibuk pada ponselnya entah mengurus apa, Eca tidak tahu, yang pasti keduanya dalam situasi yang sedang tidak baik-baik saja.

Eca tahu, karena Eca paham bagaimana biasanya Evan bersikap. Ceria, bawel dan ramai, itulah Evan. Diam, tak bicara serta tidak bersemangat adalah sisi Evan ketika sedang berada dalam suatu masalah. Eca ingat betul, bagaimana mudahnya mood Evan berubah.

"Hotel kita kehilangan investor, Ca. Jangan heran kalo Evan mukanya kek baju gak di gosok, lecek." Eki menjawab rasa penasaran Eca yang hanya terdiam menatap keduanya dengan wajah bertanya-tanya namun tak sanggup untuk bersuara.

Rasa penasaran itu terjawab, Eca dengan lega hanya ber-oh ria.

"Evan mau liat salinan laporan pengunjung hotel bulan ini, ada, Ca?" tanya Eki bersamaan dengan terbukanya pintu lift.

"ada, nanti setelah jam makan siang saya serahin ke bapak ya."

"kalo kita lagi bertiga, gak perlu formal gitu, Ca, biasa aja kayak kalo lo lagi berdua sama Evan." peringat Eki.

Eca mengangguk kikuk, matanya memicing melirik Evan, Eki yang melihat itu kembali bersuara. "Evan udah cerita ke gue, almost everything about you, Ca." ujarnya sambil terkekeh.

Sekali lagi Eca melirik Evan yang ternyata juga menatap dirinya singkat dengan smirk smile yang melukis wajah tampannya. Sekujur tubuh Eca menggeriap secara mendadak, senyum itu adalah senyum baru yang Eca lihat selama ia mengenal Evan. Menyebalkan.

Eki dan Evan sama saja. Tidak salah jika takdir akhirnya mempertemukan mereka berdua sebagai partner kerja. Sikap dan sifat mereka berdua memang mirip.

"iya, bang," hanya kata itu yang mampu keluar dari bibi Eca.

"bang ape?" sahut Eki menimpali.

"bang Eki? apalagi?"

"Eki aja. gausa pake abang-abangan segala." sahut Evan menimbrung.

Eca menggeleng. "usia gue sama bang Eki beda jauh. gak sopan aja kalo panggil nama doang."

"Eki sama gue seumuran, kalo lo lupa." jawab Evan sebal. Kini ketiganya telah menginjakkan kaki didalam ruangannya.

Eca menghempas napasnya, Evan sedang tidak dalam mood baiknya, lebih baik Eca menurut.

INTERTWINED Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang